Minggu, 25 Desember 2011

matahari

BAB I
PENDAHULUAN
            Matahari sebagai pusat tata surya sangat besar artinya bagi planet planet yang berada dalam tata surya bima sakti, energy yang ada dari semua planet itu berasal dari pancaran panas matahari
            Maka tidak heran jika manusia yang berada diplanet bumi mendapat manfaat yang sangat besar dari matahari, terutama dalam penerangan, penunjuk arah, perhitungan tahun dan lainnya. Sinar matahari yang berisi energy panas menambah energy manusia, namun terlalu banyak terkena sinar matahari menyebabkan terkena penyakit
            Terlepas dari manfaat dan mudharatnya, matahari merupakan tanda kekuasaan Allah yang diciptakan oleh Allah supaya manusia memahami betapa kuasanya Allah. Dengan menyadari kemahakuasaan Allah maka iman dan ketakwaan kepada Allah akan lebih sempurna





BAB II
PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN MATAHARI
uqèdur Ï%©!$# t,n=y{ Ÿ@ø©9$# u$pk¨]9$#ur }§ôJ¤±9$#ur tyJs)ø9$#ur ( @@ä. Îû ;7n=sù tbqßst7ó¡o ÇÌÌÈ
Artinya: Dan dialah yang Telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya (QS Al-Anbiyaa: 33)
            Allah menciptakan malam dengan kegelapan dan ketenangannya, dan menciptakan siang dengan terang dan kejinakanya. Kadang-kadang dia memanjangkan malam dan memendekkan siang, dan kadang-kadang sebaliknya. Matahari dan Bulan, Planet yang satu memberikan cahaya secara khusus kepada planet yang pada masa tertentu secara tepat dengan perubahan dan pergewrakan tertentu pula. Sementara planet yang lain memiliki sinar, perjalanan dan ketentuan yang berbeda dari planet lainnya. Masing-masing itu beredar didalam garis edarnya, seperti beredar penggulung pada batang pemintal, demikian kata Ibnu Abbas[1]
Kata Matahari, disebut 32 kali di dalam kitab suci al-Qur’an, dengan rincian 31 kali dalam bentuk ma’rifah (Asy-Syamsu = الشمس)  dan 1 kali dalam bentuk nakiroh (Syamsun = شمس). Bahkan dalam al-Qur’an ada salah satu surat yang bernama ‘Asy-Syams’,  artinya Matahari
      Penyebutan kata Matahari yang berulang kali dan pemberian nama salah satu surat dalam al-Qur’an adalah fakta yang tidak dapat dipungkiri, dan ini semua atas kehendak Alloh SWT
      Dengan penyebutan yang berulang kali, pasti Alloh SWT bermaksud menjelaskan kepada semua ummat manusia akan makna dan arti penting dari sebuah Matahari. Matahari adalah objek atau benda yang bisa dilihat dari sisi asal-usul, wujud, usia, perilaku, manfaat bagi ummat manusia, dan hal-hal lain layaknya semua benda di alam semesta ini. Al-Qur’an telah menjabarkan Matahari dalam 32 kali penyebutannya
      Matahari merupakan sebuah bintang raksasa terbesar di galaksi bima saksi. Bintang ini merupakan sebuah bintang yang merupakan tumpuan bagi orbit revolusi planet-planet yang mengelilinginya. Pada matahari sendiri, masih banyak misteri yang belum terpecahkan sepenuhnya yang sebelumnya informasi detail yang belum terkuak mengenai bintang raksasa ini masih merupakan sebuah prediksi, atau proses penelitian. kita para manusia yang mempunyai keyakinan akan keberadaan sang pencipta, ini bukan sesuatu yang mustahil, karena pada dasarnya memang tuhanlah yang menciptakan seluruh alam beserta isinya ini. Khusus umat islam sendiri dalam Al Qur’an yang mulia, Allah. SWT telah menyatakannya 14 Abad yang lalu. Allah.SWT berfirman :
ߧôJ¤±9$#ur ̍øgrB 9hs)tGó¡ßJÏ9 $yg©9 4 y7Ï9ºsŒ ㍃Ïø)s? ̓Íyèø9$# ÉOŠÎ=yèø9$#  ÇÌÑÈ
Artinya: ”Dan Matahari berjalan ke tempat Peredarannya. Itu adalah keputusan dari Yang Mahakuasa, Yang Maha Mengetahui”. (QS : Ya Sin :38)
         Kata Arab “limustaqarrin” dalam ayat ini merujuk pada tempat tertentu atau waktu. Kata “tajree” diterjemahkan sebagai “berjalan,” juga bermakna seperti “untuk bergerak, untuk bertindak cepat, untuk bergerak, mengalir.” Tampaknya dari arti kata bahwa Matahari akan terus dalam perjalanannya dalam ruang dan waktu nya, tetapi pergerakan ini akan berlanjut sampai waktu tertentu yang telah ditetapkan
         Kata Arab “taqdeeru,” diterjemahkan sebagai “keputusan” dalam ayat tersebut, termasuk makna seperti “untuk menunjuk, untuk menentukan nasib sesuatu, untuk mengukur.” Dengan ungkapan dalam ayat 38 dari Surah Yasin, kita diberitahu bahwa masa hidup Matahari terbatas pada jangka waktu yang telah ditenukan oleh Allah[2]

B.  PUNGSI MATAHARI
         Secara medis banyak sekali manfaat matahari bagi kehidupan. Namun selain manfaat dibidang kesehatan matahari juga memiliki banyak manfaat dan pungsi dalam pengabdiaan kita kepada Allah. Berikut ini beberapa pungsi matahari yang pemakalah temukan dari beberapa Nash Al-Qur’an dan Hadis:

1.      Matahari sebagai Tanda Kebesaran Allah
Matahari merupakan tanda kebesaran Allah SWT yang diciptakannya untuk manusia. Firman Allah :
ª!$# Ï%©!$# yìsùu ÏNºuq»uK¡¡9$# ÎŽötóÎ/ 7uHxå $pktX÷rts? ( §NèO 3uqtGó$# n?tã ĸöyèø9$# ( t¤yur }§ôJ¤±9$# tyJs)ø9$#ur ( @@ä. ̍øgs 9@y_L{ wK|¡B 4 ãÎn/yムtøBF{$# ã@Å_ÁxÿムÏM»tƒFy$# Nä3¯=yès9 Ïä!$s)Î=Î/ öNä3În/u tbqãZÏ%qè? ÇËÈ

Artinya: Allah-lah yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, Kemudian dia bersemayam di atas 'Arasy, dan menundukkan matahari dan bulan. masing-masing beredar hingga waktu yang ditentukan. Allah mengatur urusan (makhluk-Nya), menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya), supaya kamu meyakini pertemuan (mu) dengan Tuhanmu.(QS AL-RA’DU: 2)

   Matahari dan Bulan berjalan menuju batas akhir yang ditentukan disisi Allah SWT, Allah menyebut Matahari dan Bulan karena keduanya merupakan planet yang paling nyata terlihat, masuknya penaklukan Planet-planet lainya dan bintang dalam penaklukan matahari dan bulan adalah lebih utama lagi[3]
   Kehebatan dan keluar biasaan matahari dan Bulan yang selalu beredar pada waktu yang telah ditentukan oleh Allah melambangkan betapa kuasanya Allah menciptakan dan mengurus matahari dan alam semesta ini. Matahari yang begitu besar dan luar biasa berada dalam kendali Allah, maka kita manusia akan sangat mudah bagi Allah mengendalikannya. Dan jelaslah bahwa matahari merupakan tanda tanda dan pembuktian kekuasaan dan kemaha kuasanya Allah SWT. Allh berfirman:
t¤yur ãNà6s9 Ÿ@ø©9$# u$yg¨Y9$#ur }§ôJ¤±9$#ur tyJs)ø9$#ur ( ãPqàfZ9$#ur 7Nºt¤|¡ãB ÿ¾Ín̍øBr'Î/ 3 žcÎ) Îû šÏ9ºsŒ ;M»tƒUy 5Qöqs)Ïj9 šcqè=É)÷ètƒ ÇÊËÈ

Artinya; Dan dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu. dan bintang-bintang itu ditundukkan (untukmu) dengan perintah-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memahami (QS An-Nahl: 12)

   Allah SWT mengingatkan hamba-hambanya akan ayat-ayatnya serta karunianya yang besar yang terdapat dalam penaklukan malam, siang, matahari, bulan serta bintang-bintang. Masing masing berjalan menurut falaq yang dikhususkan Allah SWT baginya,tanpa kelebihan atau kekurangan, semua berada dalam kekuasaan dan penetapan Allah. Hal itu mereupakan dalil yang menunjukkan kepada kekuasaannya yang cemerlang dan serta kekuasaannya yang agung bagi orang-orang yang memahami firmannya dan mencermati hujjah-hujjahNya[4]
   Allah menjelaskan lebih rinci lagi dalam ayat ini bahwa malam, siang, matahari, bulan dan bintang ditundukkan oleh Allah untuk kepentingan dan keperluan manusia. Sejak awal pearadaban  manusia sampai sekarang benda-benda langit (termasuk matahari ) dimamfaatkan manusia sebagai petunjuk dalam perjalanan, baik perjalanan dilaut maupun didarat[5].  Matahari sebagai petunjuk dan penerang bagi kehidupan manusia mengindikasiakan matahari adalah tanda kekuasaan yang amat besar dan sangat bermanfaat dan diperlukan manusia. Dengan memikirkan penciptaan matahari manusia akan tahu betapa besar dan kuasanya Allah SWT. Dalam ayat lain Allah menjelaskan:
t,n=y{ ÏNºuq»yJ¡¡9$# uÚöF{$#ur Èd,ysø9$$Î/ ( âÈhqs3ムŸ@øŠ©9$# n?tã Í$pk¨]9$# âÈhqs3ãƒur u$yg¨Y9$# n?tã È@øŠ©9$# ( t¤yur }§ôJ¤±9$# tyJs)ø9$#ur ( @@à2 ̍øgs 9@y_L{ K|¡B 3 Ÿwr& uqèd âƒÍyèø9$# ㍻¤ÿtóø9$# ÇÎÈ
Artinya: Dia menciptakan langit dan bumi dengan (tujuan) yang benar; dia menutupkan malam atas siang dan menutupkan siang atas malam dan menundukkan matahari dan bulan, masing-masing berjalan menurut waktu yang ditentukan. ingatlah dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Pengampun (QS Azzumar: 5)

   Diawal ayat ini Allah menerangkan bahwa Allah menciptakan langit dan bumi, menutup malam kepada siang dan siang kepada malam serta menundukkan matahari dan bulan. Dan akhirnya Allah menegaskan bahwa itu semua adalah tanda-tanda kekuasaan Allah yang harus kita perhatikan, dengan penekanan “Allah yang maha perkasa lagi maha penyayang” menunjukan bahwa itu semua benar benar tanda kekuasaan Allah SWT dan betapa besar dan agung kekuasaannya. Kita manusia dan seluruh tidak memiliki kekuasaan apa-apa jika dibandingkan dengan Allah SWT. Allah berfirman:
ßkÏ9qムŸ@øŠ©9$# Îû Í$yg¨Z9$# ßkÏ9qãƒur u$yg¨Z9$# Îû È@ø©9$# t¤yur }§ôJ¤±9$# tyJs)ø9$#ur @@à2 ̍øgs 9@y_L{ wK|¡B 4 ãNà6Ï9ºsŒ ª!$# öNä3š/u çms9 ہù=ßJø9$# 4 tûïÏ%©!$#ur šcqããôs? `ÏB ¾ÏmÏRrߊ $tB šcqä3Î=÷Ktƒ `ÏB AŽÏJôÜÏ% ÇÊÌÈ
Artinya: Dia memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam dan menundukkan matahari dan bulan, masing-masing berjalan menurut waktu yang ditentukan. yang (berbuat) demikian Itulah Allah Tuhanmu, kepunyaan-Nyalah kerajaan. dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari (QS Fathir: 13)

   Malam, siang, matahari dan bulan berada dalam kekuasaan Allah. Tak ada satupun makhluk yang mampu menguasai hal tersebut selain Allah, bahkan sesembahan manusia berupa patung, dewa-dewa, arwah, jin dan malaikat tidak ada kekuasaan atasnya tanpa izin Allah SWT. Allah lah yang kuasa mengatur dan memelihara segalanya





2.      Matahari sebagai penentu waktu shalat
÷ŽÉ9ô¹$$sù 4n?tã $tB tbqä9qà)tƒ ôxÎm7yur ÏôJpt¿2 y7În/u Ÿ@ö6s% Æíqè=èÛ Ä§ôJ¤±9$# Ÿ@ö6s%ur $pkÍ5rãäî ( ô`ÏBur Ç!$tR#uä È@ø©9$# ôxÎm7|¡sù t$#tôÛr&ur Í$pk¨]9$# y7¯=yès9 4ÓyÌös? ÇÊÌÉÈ
Artinya: Maka sabarlah kamu atas apa yang mereka katakan, dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu, sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya dan bertasbih pulalah pada waktu-waktu di malam hari dan pada waktu-waktu di siang hari, supaya kamu merasa senang (QS THAHAA: 130)

   Allah memerintahkan bersabar atas ejekan dan hinaan yang dilakukan orang-orang musyrik dan meenghindari mereka dengan cara yang baik. Dan Allah memerintahkan bertasbih (shalat) sebelum terbit dan terbenam matahari. Adalah shalat yang diwajibkan sebelum Isra’ Mijraj itu dua kali, yaitu sebelum terbit matahari diwaktu Fajar dan sebelum matahari tenggelam diwaktu Ashar. Dan Shalat malampun diwajibkan kepada nabi dan umatnya selama satu tahun. Kemudian semua kewajiban itu dihapuskan Allah pada malam Mikraj dengan mewajibkan shalat lima waktu[6].
   Sebagian ulama menafsirkan Firman Allah xÎm7|¡sù (Ç@ø©9$#!$tR#uä È ô`ÏBur  ini dengan shalat magrib dan isa. Dan athrafinnahaar sebagai shalat zuhur dan Ashar[7]. Firman Allah:

ÉOÏ%r& no4qn=¢Á9$# Ï8qä9à$Î! ħôJ¤±9$# 4n<Î) È,|¡xî È@ø©9$# tb#uäöè%ur ̍ôfxÿø9$# ( ¨bÎ) tb#uäöè% ̍ôfxÿø9$# šc%x. #YŠqåkôtB ÇÐÑÈ
Artinya: Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan oleh malaikat (QS Al-Israa: 78)

   Ayat Ini menerangkan waktu-waktu shalat yang lima. tergelincir matahari untuk waktu shalat Zhuhur dan Ashar, gelap malam untuk waktu Magrib dan Isya[8]. Dengan demikian jelaslah bahwa matahari hari berpungsi sebagai penentu waktu shalat

3.      Matahari sebagai penentu waktu puasa dan berbuka
 ¨@Ïmé& öNà6s9 s's#øs9 ÏQ$uŠÅ_Á9$# ß]sù§9$# 4n<Î) öNä3ͬ!$|¡ÎS 4 £`èd Ó¨$t6Ï9 öNä3©9 öNçFRr&ur Ó¨$t6Ï9 £`ßg©9 3 zNÎ=tæ ª!$# öNà6¯Rr& óOçGYä. šcqçR$tFøƒrB öNà6|¡àÿRr& z>$tGsù öNä3øn=tæ $xÿtãur öNä3Ytã ( z`»t«ø9$$sù £`èdrçŽÅ³»t/ (#qäótFö/$#ur $tB |=tFŸ2 ª!$# öNä3s9 4 (#qè=ä.ur (#qç/uŽõ°$#ur 4Ó®Lym tû¨üt7oKtƒ ãNä3s9 äÝøsƒø:$# âÙuö/F{$# z`ÏB ÅÝøsƒø:$# ÏŠuqóF{$# z`ÏB ̍ôfxÿø9$# ( ¢OèO (#qJÏ?r& tP$uÅ_Á9$# n<Î) È@øŠ©9$# 4 Ÿwur  ÆèdrçŽÅ³»t7è? óOçFRr&ur tbqàÿÅ3»tã Îû ÏÉf»|¡yJø9$# 3 y7ù=Ï? ߊrßãn «!$# Ÿxsù $ydqç/tø)s? 3 y7Ï9ºxx. ÚúÎiüt6ムª!$# ¾ÏmÏG»tƒ#uä Ĩ$¨Y=Ï9 óOßg¯=yès9 šcqà)­Gtƒ ÇÊÑÐÈ
Artinya: Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah Pakaian bagimu, dan kamupun adalah Pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, Karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma'af kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang Telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, Maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa (QS Al-Baqarah: 187)

   Allah menberikan waktu untuk makan dan minum sampai terbit fajar sebagai pertanda matahari akan muncul dan siang akan segera menjelang, dan baru boleh berbuka ketika malam menjelang (matahari tenggelam). Karena puasa hanya dilakukan pada siang hari, yaitu dimulai dari terbitnya matahari dan berakhir dengan terbenamnya matahari[9]
Dalam sebuah hadis nabi bersabda:




Artinya: jika telah datang malam dan siang telah belalu serta matahari telah tenggelam maka sungguh telah boleh berbuka orang berpuasa (HR Bukhari)
   Intinya, Matahari berpungsi menetukan saat berbuka dan Imsa’ bagi orang yang berpuasa

4.      Matahari sebagai penentu awal bulan dan hari raya
5.                                                                  ߧôJ¤±9$# ãyJs)ø9$#ur 5b$t7ó¡çt¿2 ÇÎÈ
Artinya: Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan (QS Arrahman: 5)
Allah membedakan perjalanan matahari dan bulan. Matahari terbit setiap hari dan terbenam sore hari dengan satu sinar. Namun tempat terbit dan terbenam matahari itu berbeda-beda pada musim panas dan dingin, perbedaan tersebut menyebabkan siang lebih lama daripada malam dan malam lebih lama daripada siang. Sementara itu Allah pun menetapkan manzilah-manzilah bulan. Matahari dan bulan beredar pada garis edar langit seperti alat pemintal yang tidak berputar kecuali pada porosnya[10]
Islam mengakui matahari dan bulan sebagai penentu waktu,  karena keduanya mempunyai periode peredaran yang teratur yang dapat dihitung (QS 55:5). Matahari digunakan kalender matahari (Masehi) dan bulan untuk kalender bulan (Hijriyah)
Namun, kalender matahari tidak bisa menentukan pergantian hari dengan cermat. Padahal untuk kegiatan agama kepastian hari diperlukan. Maka untuk kegiatan agama kalender bulan (qamariyah) digunakan. Pergantian hari pada kalender bulan mudah dikenali hanya dengan melihat bentuk-bentuk bulan. Hilal pada saat maghrib menunjukkan awal bulan. Bulan setengah pada saat maghrib menunjukkan tanggal 7 atau 8 (tergantung pengamatan hilalnya). Dan bulan purnama menunjukkan tanggal 14 atau 15 (tergantung pengamatan hilalnya). Fase-fase bulan jelas waktu perubahannya dari bentuk sabit sampai kembali menjadi sabit lagi (QS yasin:39).
Rasulullah SAW memberi pedoman praktis tentang penggunaan hilal sebagai penentu waktu: "Berpuasalah bila melihatnya dan beridul fitri-lah bila melihatnya, bila tertutup awan sempurnakan bulan Sya'ban 30 hari" (HR Bukhari-Muslim). Dan dalam hadits lain, "Bila tertutup awan perkirakan" (HR Muslim). Karena umur rata-ratanya 29,53 hari, satu bulan hanya mungkin 29 atau 30 hari, jadi mudah diperkirakan atau amannya genapkan saja menjadi 30 hari
Pedoman yang diberikan Rasulullah SAW sangat sederhana. Karena memang Allah dan Rasulnya tidak hendak menyulitkan ummatnya. "Allah menghendaki kemudahan bagimu, bukan menghendaki kesulitan" (QS 2:185). Dalam pelaksanaan ibadah shaumnya Allah memberikan keringanan-keringanan bagi yang mengalami kesulitan (sedang sakit atau dalam perjalanan), mestinya dalam penentuan waktunya pun tentu tidak menghendaki kesulitan
Kini penentuan awal bulan tidak terbatas hanya dengan rukyatul hilal (pengamatan hilal), ada alternatif lain yang juga sederhana: ilmu hisab (perhitungan astronomi). Berdasarkan pengalaman ratusan tahun, keteraturan periodisitas fase-fase bulan diketahui dengan baik. Lahirlah ilmu hisab untuk menghitung posisi bulan dan matahari. Akurasinya terus ditingkatkan, hingga ketepatan sampai detik dapat dicapai. Ketepatan penentuan waktu gerhana matahari, yang hakikatnya ijtimak yang teramati, sampai detik-detiknya merupakan bukti yang tak terbantahkan
Hisab dan rukyat punya kedudukan sejajar. Rukyat harus tetap digunakan karena itulah cara sederhana yang diajarkan Rasul. Hisab pun dijamin eksistensinya, karena Allah menjamin peredaran bulan dan matahari dapat dihitung (QS 55:5). Sumber perbedaan terletak pada keterbatasan manusia dalam mengatasi masalah atmosfer bumi
Keberhasilan rukyat tergantung kondisi atmosfer. Akurasi hisab terbentur pada formulasi faktor atmosfer bumi untuk kriteria hilal agar teramati. Tidak ada superioritas di antara keduanya. Superioritas justru sering muncul dari para penggunanya
Dalan diskusi-diskusi tentang hisab dan rukyat, sering terlontar pernyataan bahwa rukyat bersifat qath'i (pasti) hisab bersifat Dzhanni (dugaan) atau sebaliknya ada yang menyatakan hisab bersifat qath'i rukyat bersifat Dzhanni. Sifat qath'i atau dzhanni berkaitan dengan penetapan hukumnya. Ini berkaitan dengan ijtihad, yaitu usaha sungguh-sungguh para ulama dengan mengunakan akalnya untuk menetapkan hukum sesuatu yang belum ditetapkan secara tegas dalam Alquran dan Assunnah. Ijtihad menjadi sumber hukum ketiga sesudah Alquran dan Assunnah. Hal yang dianggap qath'i sudah dianggap pasti benarnya, tidak ada lagi interpretasi
Sebenarnya, kesaksian melihat hilal (ru'yatul hilal), keputusan hisab, dan akhirnya keputusan penetapan awal Ramadhan dan hari raya oleh pemimpin ummat semuanya adalah hasil ijtihad, sifatnya dzhanni. Kebenaran hasil ijtihad relatif. Kebenaran mutlak hanya Allah yang tahu. Tetapi orang yang berijtihad dan orang-orang yang mengikutinya meyakini kebenaran suatu keputusan ijtihad itu berdasarkan dalil-dalil syariah dan bukti empirik yang diperoleh
Kesaksian rukyat tidak mutlak kebenarannya. Mata manusia bisa salah lihat. Mungkin yang dikira hilal sebenarnya objek lain. Keyakinan bahwa yang dilihatnya benar-benar hilal harus didukung pengetahuan dan pengalaman tentang pengamatan hilal. Hilal itu sangat redup dan sulit mengidentifikasikannya, karena mungkin hanya tampak seperti garis tipis atau sekadar titik cahaya. Saat ini satu-satunya cara untuk meyakinkan orang lain tentang kesaksian itu adalah sumpah yang dipertanggungjawabkan kepada Allah. Jaminan kebenaran rukyatul hilal hanya kepercayaan pada pengamat yang kadang-kadang tidak bisa diulangi oleh orang lain
Hisab pun hasil ijtihad yang didukung bukti-bukti pengamatan yang sangat banyak. Rumus-rumus astronomi untuk keperluan hisab dibuat berdasarkan pengetahuan selama ratusan tahun tentang keteraturan peredaran bulan dan matahari (tepatnya, peredaran bumi mengelilingi matahari). Firman Allah:
ß,Ï9$sù Çy$t6ô¹M}$# Ÿ@yèy_ur Ÿ@øŠ©9$# $YZs3y }§ôJ¤±9$#ur tyJs)ø9$#ur $ZR$t7ó¡ãm 4 y7Ï9ºsŒ ㍃Ïø)s? ̓Íyèø9$# ÉOŠÎ=yèø9$# ÇÒÏÈ
Artinya: Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat, dan (menjadikan) matahari dan bulan untuk perhitungan. Itulah ketentuan Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui (QS Al-An’am: 96)
Allah menjadikan matahari dan bulan sebagai perhitungan, yakni keduanya berjalan menurut perhitunganyang sempurna, terukur, tidak berubah dan tidak kacau. Masing-masing dari keduanya memiliki orbit yang dilaluinya pada musim dingin dan musim panas, perjalanan itu berimplikasi terhadap malam dan siang berikut panjang pendeknya[11]
Makin lama, hasil perhitungannya makin akurat dengan memasukkan makin banyak faktor. Orang mempercayai hasil hisab karena didukung bukti-bukti kuat tentang ketepatannya, seperti hisab gerhana matahari yang demikian teliti sampai orde detik. Gerhana matahari pada hakikatnya adalah ijtimak (bulan baru) yang teramati. Maka jaminan kebenarannya lebih kuat dari pada rukyat, karena orang lain bisa mengujinya dan pengamatan posisi bulan bisa membuktikannya. Namun, dalam hal penetapan awal bulan hisab tergantung kriteria yang digunakan dalam mengambil keputusan. Ada yang berdasarkan wujudul hilal (hilal di atas ufuk), ada juga yang berdasarkan imkan rukyat (syarat-syarat hisab untuk terlihatnya hilal berdasarkan pengalaman pengamatan)


6.      Matahari sebagai  hitungan tahun dan penerang
$uZù=yèy_ur Ÿ@ø©9$# u$pk¨]9$#ur Èû÷ütGtƒ#uä ( !$tRöqysyJsù sptƒ#uä È@ø©9$# !$uZù=yèy_ur sptƒ#uä Í$pk¨]9$# ZouŽÅÇö7ãB (#qäótGö;tGÏj9 WxôÒsù `ÏiB óOä3În/§ (#qßJn=÷ètGÏ9ur yŠytã tûüÏZÅb¡9$# z>$|¡Ïtø:$#ur 4 ¨@à2ur &äóÓx« çm»oYù=¢Ásù WxŠÅÁøÿs? ÇÊËÈ

Artinya: Dan kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, lalu kami hapuskan tanda malam dan kami jadikan tanda siang (Matahari) itu terang, agar kamu mencari kurnia dari Tuhanmu, dan supaya kamu mengetahui bilangan tahun-tahun dan perhitungan. dan segala sesuatu Telah kami terangkan dengan jelas (QS Al-Israa: 12)

Allah menjadikan matahari sebagai tanda siang untuk manusia dan bulan sebagai tanda malam[12],supaya manusia bias berusaha mencari karunia Allah dengan mudah. Dengan matahari itu pula manusia bisa menetahui bilangan tahun dan perhitungan
Banyak orang menyangka bahwa Kalender Matahari atau disebut Kalender Masehi adalah milik kaum Nasrani. Di Indonesia pendapat seperti ini hampir berurat berakar dalam masyarakat. Bahkan, banyak hari ini orang yang mencela dengan pedas kaum muslimin yang masih mempergunakan kalender Masehi dalam kehidupan mereka sehari-hari sebagai Muslim pengekor kaum kuffar. Benarkah kaum muslimin yang memakai Kalender Masehi pengekor kaum kuffar? Ada yang mengatakan kita kaum muslimin sudah punya kalender sendiri, kalender Islam, kalender Sunnah, yakni kalender Hijriyah. Maka, memakai kalender Masehi berarti mencampakkan dan menghina kalender Islam! Benarkah pendapat ini?
Dalam perjalanan sejarah dunia, paling tidak ada dua jenis kalender yang dipakai untuk perhitungan waktu bagi manusia. Suku Maya di Amerika Latin dan orang-orang Mesir di Afrika, menurut bukti sejarah yang ada telah menggunakan dan mengembangkan kalender Matahari dalam kehidupan sehari-hari mereka pada kurun waktu 5000 tahun Sebelum Masehi
Julius Caesar yang berkuasa pada sekitar 200 tahun SM telah menggunakan dan mempopulerkan Kalender Matahari (Masehi) di seluruh tanah jajahan Romawi. Dengan demikian, pada saat Yesus lahir di Palestina, masyarakat Palestina otomatis memakai perhitungan Kalender Matahari, sebagai konsekuensi tanah jajahan Romawi pada saat itu
Sebaliknya, masyarakat Arab telah terbiasa selama ribuan tahun memakai Kalender Bulan untuk perhitungan hari-hari mereka. Itulah sebabnya ketika Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallamdilahirkan, mereka sudah dapat mencatat harinya, yaitu, Senin 12 Rabi'ul Awwal. Hanya tahunnya saja yang belum mempunyai patokan awal. Dan mereka menyebut tahun-tahun mereka sesuai dengan kejadian besar yang berlangsung di tahun itu. Tahun kelahiran Nabi ditandai dengan datangnya 'Pasukan Gajah' yang dipimpin Abrahah dengan tujuan ingin menghancurkan Ka’bah, untuk kemudian tahun itu disebutTahun Gajah. Di lain pihak, Orang-orang Parsi, 'Super Power' saingan Romawi, sudah pula ribuan tahun mempergunakan Kalender Bulan. Dengan demikian, dua belahan dunia terbagi dua dalam penggunaan Kalender, sebagai usaha mereka menghitung waktu
Tidak heran jika kemudian kaum Nasrani terbiasa memakai kalender Masehi karena pengaruh jajahan Romawi atas Palestina, sementara ummat Islam terbiasa pula memakai kalender Bulan yang memang sudah turun-temurun berlaku pada masyarakat Arab. Namun demikian, tidaklah berarti kalender Matahari milik orang Nasrani saja, dan Kalender Bulan hanya milik orang Islam saja. Terbukti orang Jawa, orang Cina, Jepang, Korea, dan Mesir terbiasa memakai kalender Bulan, bahkan ribuan tahun sebelum kelahiran Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam. Sementara Suku Maya di Latin Amerika, mereka memakai Kalender Matahari juga selama ribuan tahun pula
Dan ternyata tidak satupun ayat suci pada kitab Taurat, pegangan orang Yahudi, ataupun kitab Injil pegangannya orang Nasrani, yang memuat Matahari sebagai alat perhitungan waktu. Justru hitungan waktu dengan memakai peredaran matahari didapati pada kitab suci Al Qur’an pegangannya kaum Muslimin. Lantas bagaimana bisa muncul kesimpulan bahwa tahun Matahari adalah miliknya orang Nasrani? Apakah karena mereka terbiasa memakai tahun matahari itu maka 'otomatis' Kalender Matahari menjadi milik mereka? Perlu diketahui bahwa memakai belum tentu memiliki. Memakai bisa saja diperoleh dengan cara meminjam, dan bukan mesti, memilikinya
Dalam Al Qur’an, pada surat Al Isra’ ayat 12 di atas, dijelaskan setidaknya ada dua fungsi matahari yang rutin dipakai keseharian ummat manusia: Pertama, untuk mempermudah mencari rezeki; dan yang kedua, untuk menghitung tahun-tahun dan waktu, yakni pemakaian kalender[13]. Secara jelas ayat ini mengatakan bahwa dengan matahari itu manusia dapat menghitung tahun-tahun dan waktu








BAB II
KESIMPULAN
Matahari merupakan bintang terbesar dalam tata surya bima sakti. Matahari adalah pusat tata surya, planet- planet lain berputar pada porosnya mengelilingi matahari, saling tarik menarik antara matahari dengan planet dengan daya magnetnya, sehingga terciptalah perputaran yang teratur dan rapi
Banyak sekali manfaat matahari bagi kehidupan manusia, manfaat yang paling besar adalah dengan adanya matahari manusia bisa melihat alam semesta dengan jelas dan bisa melakukan aktifitas dengan leluasa. Tanpa matahari tidak ada kehidupan dibumi, terlambat saja matahari muncul selama satu jam maka bumi akan membeku dan kehilangan energy. Hilangnya energy bumi menyebabkan bumi tidak stabil dan akan hancur






DAFTAR KEPUSTAKAAN
Asy-Syanqithi, Tafsir Adhwa’ul Bayan, Pustaka Azzam, Jakarta 2007
Imam Qurthubi, Tafsir Al Qurthubi,Pustaka Azzam , Jakarta 2007
Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah (Volume 4), Lentera Hati, Jakarta 2008
Muhammad Nasib, Muhtashar Tafsir Ibnu Katsir 2, Gema Insani Press, Jakarta 1999
Muhammad Nasib, Muhtashar Tafsir Ibnu Katsir 3, Gema Insani Press, Jakarta 2000
Muhammad Nasib, Muhtashar Tafsir Ibnu Katsir, Gema Insani Press, Jakarta 2000
www.tengkuzulkarnain.net











[1] Muhammad  Nasib Rifai, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir (Jilid 3), Gema Insani Press, Jakarta  2000, h. 296
[3]  Muhammad  Nasib Rifai, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir (jilid 2), Gema Insani Press, Jakarta  1999, hal. 897
[4] Ibid, h.1015-1016
[5]  Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah (Volume 4), Lentera Hati, Jakarta 2008, h. 211
[6] Muhammad Nasib, Muhtashar Tafsir Ibnu Katsir, Gema Insani Press, Jakarta 2000, h. 463
[7] Muhammad Nasib Rifai, Ringkasan Tafsi Ibnu Katsir, Gema Insani, Jakarta 2000, h. 278
[8] Asy-Syanqithi, Tafsir Adhwa’ul Bayan, Pustaka Azzam, Jakarta 2007, h. 975
[9] Imam Qurthubi, Tafsir Al Qurthubi,Pustaka Azzam , Jakarta 2007, h. 724-725
[10]  Muhammad Nasib, Muhtashar Tafsir Ibnu Katsir (jilid 3), Op.Cit, h. 994-995
[11] Muhammad  Nasib, Muhtashar Tafsir Ibnu Katsir, Gema Insani Press, Jakarta 1999, h. 254
[12] Muhammad  Nasib, Muhtashar Tafsir Ibnu Katsir 3, Gema Insani Press, Jakarta 2000 , h. 32
[13] www.tengkuzulkarnain.net