Senin, 21 November 2011

PEMIKIRAN MODERN DALAM ISLAM SEKH MUHAMMAD IBNU ABDUL WAHHAB


"Barang siapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupunperempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akanKami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnyaakan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebihbaik dari apa yang telah mereka kerjakan."
(Al-Qur’an)[1]

A. Pendahuluan
Pada abad ke XVIII dunia islam jatuh kejurang keruntuhan, baik itu dari segi kenegaraan maupun dari segi moral ummat islam pada waktu itu. Apalagi agama islam. Perkembangan ilmu agama pun mengalami kebekuan. Ketauhidan yang dibawa oleh Muhammad saw. Telah diselubung kurafat-khurafat dan faham kesufian. Mereka kebanyakan telah meninggalkan mesjid-mesjid dan lebih memilih beribadah di kuburan-kuburan keramat dan mereka senang memakai azzimat guna memelindungi diri
Mereka memuja para wali sebagai manusia suci dan sebagai perantara kepada Allah karena mereka sendiri menganggap Allah begitu jauh dari manusia yang awam.[2] Selain itu juga pada umumnya akhlak yang diajarkan Al-Qur’an tidak lagi di terapkan dalam kehidupan sehari-hari, kegiatan minum arak dan berjudi telah menjadi tradisi mereka, pelacuran merebak, akhlak merosot dan semua dilakukan dengan tanpa rasa takut atau rasa malu
Peristiwa jatuhnya Andalusia ke tangan missionaris Kristen pada tahun 1492 keadaan Ummat Islam berambah merosot, baik dalam bidang teologi maupun dibidang kenegaraan. Terlebih lagi pada permulaan abad ke empat hijiriah ini, fuqaha Sunni menetapkan bahwa pintu ijtihad telah tertutup. Dengan adanya fatwa ditutupnya pintu ijtihad ini, maka berkembanglah bid’ah dan khurafat[3]
1
 
Pemikiran yang dicetuskan Muhammad bin Abdul Wahab didasari hasrat untuk memperbaiki ummat Islam timbul, bukan karena reaksi dari suasana politik yang tengah terjadi tetapi sebagai reaksi terhadap faham tauhid yang terdapat dikalangan ummat islam yang telah rusak oleh ajaran-ajaran tarekat yang semenjak abad ketiga belas memang tersebar luas didunia islam.[4]  Sementara itu islam yang benar menurutnya adalah seperti yang dijalankan oleh generasi pertama, para pendahulu yang shaleh (al-salaf al-shalih), yang pada masa ini telah tercampur oleh kurafat-kurafat dan bid’ah. Dengan mengatas namakan mereka (salafus shalih), beliau menentang pembaharuan sesudah zaman mereka (salafus shalih), yang pada kenyataannya membawa tuhan-tuhan lain kedalam islam, menentang pemikiran mistik, organisasi tarekat sufi, dan ritual diluar Al-Qur’an.[5]
Adapun disetiap tempat yang ia kunjungi Abdul Wahhab melihat banyaknya kuburan-kuburan syeh tarekat ditiap kota bahkan ditiap kampung sekalipun. Dalam pada itu beliau melihat kenyataan yang sungguh ironi sekali. Betapa tidak, orang-orang islam berbondong-bondong pergi ke kuburan keramat itu dan mereka meminta pertolongan kepada yang ada di dalam kuburan itu untuk menyelesaikan problema kehidupan yang mereka alami seperti meminta jodoh, ingin punya keturunan, ingin sembuh dari penyakit dan ada juga yang ingin menjadi kaya
            Apa yang menimpa oleh ummat islam membuat rasa prihatin yang mendalam bagi Muhammad bin Abdul Wahhab. Dari kenyataan yang ada, Muhammad bin Abdul Wahhab berasumsi hal ini terjadi karena pengaruh tarekat yang ada ditengah masyarakat. Karena pengaruh tarekat ini, permohonan dan doa tidak lagi langsung dipanjatkan keapada Allah akan tetapi melalui syafa’at para wali atau syekh tarikat, karena masyarakat berasumsi bahwa Allah tidak bisa didekati tanpa perantara. Menurut Abdul Wahhab hal ini jelas telah menyimpang dari ajaran Islam yang seharusnya. Oleh karenanya beliau bertekad membentuk sebuah gerakan pemurnian agama Islam supaya kembali kepada jalan yang semestinya. Gerakan ini tepatnya terbentuk pada tahun 1740 M.[6]


B. Riwayat Hidup Muhammad bin Abdul wahab
            Muhammad bin Abdul wahab lahir di Nejed arab Saudi tahun 1703 M[7] dan wafat pada tahun 1787 di Uyanah, daerah Nejd Saudi Arabia.[8] Beliau bernama lengkap Muhammad bin Abdul Wahab ibn Sulaiman ibn Ali bin Muhammad bin Rasyid ibn Rasyid ibn Bari ibn Musyarif ibn Umar ibn Muanad Rais ibn Zhahir ibn Ali Ulwi ibn Wahab.[9]
            Semenjak kecil Muhammad bin Abdul wahab sangat tertarik pada agama. Pada masa usianya baru mencapai 10 tahun, ia telah mampu menghafal Al-Qur’an dibawah asuhan ayahnya yang pada waktu itu adalah seorang Qadi di Uyanah, sebuah daerah di Nejd. Pada waktu itu dimasa pemeririntahan Muhammad bin Muammar dan ayahnya juga mengajar fiqih dan hadis dimasjid kota tersebut.[10] Adapun mazhab yang dianut oleh beliau adalah mazhab Imam Hambali Rahimahullah, tidak seperti yang dituduhkan kepada beliau oleh orang-orang yang memusuhi beliau, yang nengatakan bahwasannya ibn Abdul wahab membuat mazhab tersendiri dalam arti kata mazhab kelima[11] . Setelah merasa cukup menimba Ilmu kepada ayahnya, Setelah mencapai usia dewasa, Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab diajak oleh ayahnya untuk bersama-sama pergi ke tanah suci Mekah untuk menunaikan rukun Islam yang kelima - mengerjakan haji ke Baitullah. Ketika telah selesai menunaikan ibadah haji, ayahnya kembali ke Uyainah sementara Muhammad bin Abdul Wahhab tetap tinggal di Mekah, kemudian Muhammad bin Abdul wahab mengebara ke Madinah guna menambah khazanah keilmuannya
 Di Madinah,[12] Muhammad bin Abdul wahab berguru kepada Sulaiman Al-Kurdi dan Muhammad Hayat Al-Sind[13], setelah itu terus ke Basrah. Di Basrah ia mulai menjalankan fahamnya yang keras dan menantang segala pendapat dan segala amal yang dianggap bertentangan dengan ajaran salaf setelah ia menjumpai penyimpangan-penyimpangan yang dianggapnya bertentangan dengan faham salaf yang diilhami dari buku-buku Ibnu Tamiyah. Muhammad bin Abdul Wahab sangat menghargai Syaikul Islam Ibnu Taimiyah sehingga ia hanya memakai karya-karya Ibnu taimiyah saja dan melecehkan karya-karya ulama terdahulu yang lain. Hal ini senada dengan apa yang dinyatakan oleh Sulayman, kakak kandungnya sendiri dalam risalahnya ia mengatakan bahwa ‘Abd al-Wahhab tidak mengarahkan dirinya untuk membaca  atau memahamikarya-karya para pendahulu dibidang yurisprudensi. Namun meski ‘Abd al-Wahab melecehkan banyak ahli hukum, ia memperlakukan ujaran sejumlah ulama, seperti ahli hukum bermazhab Hambali – Ibnu Taimyah, seolah-olah ujaran itu terwahyukan dari tuhan tidak boleh dipertanyakan atau didebat.[14]
 Hal ini sesuai pernyataan yang diterangkan oleh De Lacy O’leray sebagai berikut:
“Muhammad ibn Ab-dul-Wahab (died 1787) was a reformer inspired by the books of Ibnu Taymiyah and, like his master, attaced the popular worship of saints and exhorted his followers to destroy the shrines which provoked honours which were inconsistent with the honour due to god alone”.[15]

  Setelah dari Basrah ia melanjutkan pengembaraannya ke Ahissa’ dikawasan teluk Arab, dan Baghdad dilembah Mesopotamia (Irak), Damaskus di Syiria serta Isfahan dan Qum di Iran.[16]  Pada literatur lain disebutkan bahwa pada waktu dikota Baghdad, beliau memperoleh seorang isteri yang kaya raya. Ketika isterinya meninggal ia mendapatkan warisan sebanyak 2000 dinar.[17]
Selama dalam pengembaraannya Muhammad bin Abdul Wahab menjumpai pencemaran terhadap agama yang dilakukan oleh ummat muslim. Pencemaran-pencemaran terhadap ajaran islam murni bermula dimasa pemerintahan Islam Abbasiah di Baghdad. Kemajuan ilmu pengetahuan dizaman ini telah menyeret kaum muslimin untuk ikut pula memasyarakatkan ajaran filsafat Yunani dan Romawi. Selain itu pengaruh mistik dan dari budaya rusia ikut berpengaruh negative pada kebudayaan islam. Puncaknya adalah berbagai macam kebathilan dan takhayul yang dipraktikkan orang hindu mulai diikuti oleh ummat islam.
Aktivitas-aktivitas seperti mengunjungi para wali, mempersembahkan hadiah dan meyakini bahwa mereka mampu mendatangkan keuntungan atau kesusahan, mengunjungi kuburan mereka, dan mengusap-usap kuburan teresebut dan memohon keberkahan kepada kuburan tersebut.[18]
Seperti yang telah kita bahas diatas bahwasannya dari yang telah disaksikan oleh Muhammad bin Abdul Wahab selama perjalannanya dalam pengembaraan maka pada waktu beliau berada di Basrah, beliau berniat membentuk sebuah gerakan pemurnian Islam. Dari sinilah beliau memulai gerakannya yang disebut dengan gerakan  wahabi.[19]
Dalam menjalankan gerakannya, kaum wahabi dinilai sangat keras dan tanpa ampun. Gerakan ini dalam ajarannya terus menerus menekan bahwa tidak ada jalan tengah dalam menjadi seorang muslim. Hanya ada dua pilihan: menjadi muslim atau tidak. Selain itu jika seorang muslim secara eksplisit dan atau implisit melakukan suatu perbuatan ketidak murnian kiemannanya kepada tuhan menurut standar yang dimiliki oleh Muhammad bin Abdul Wahhab maka, kaum wahabi tidak segan segan menuding orang muslim tersebut telah kafir dan dengan tanpa rasa cemas sedikitpun kaum Wahabi akan membunuh orang muslim itu.[20]
Hal ini menyebabkan Muhammad bin Abdul Wahab dan pengikutnya mendapatkan tuduhan dari golongan musuhnya bahwa kaum Wahabi dinila sangat mudah mengkafirkan orang muslim yang tidak sepaham dengan mereka. Selain itu mereka dinilai kejam karena tidak segan-segan membunuh orang muslim yang tidak sepaham dengan mereka.
Menanggapi hal ini  Muhammad bin abdul Wahab memberikan sanggahan terhadap para musuh-musuhnya dengan menggunakan dalil Al-Qur’an dan dalil dari hadis Nabi yang ia yakini, guna membenarkan apa yang ia lakuakan. Sehubungan dengan ini,  Syaikh Abdurrahman bin Hammad Al-Umr memaparkan:
Orang-orang yang antipasti terhadap syaikh  Muhammad bin Abdul Wahhab menuduh bahwa ia suka menganggap kafir kaum muslimin. Menanggapi tuduhan tersebut, Syaikh mengatakan bahwa sebenarnya dia tidak pernah menggap kafir seorang muslim. Namun ia menganggap kafir orang yang ingkar kepada Allah Ta’ala. Dan ia memiliki dalil Al-Qur’an dan Hadis atas anggapannya tersebut berdasarkan kesepakatan para ulama dari seluruh mazhab Ahlissunah wal jama’ah. Sebagai mana yang banyak dijelaskan dalam kitab-kitab fiqh yang layak diperhitungkan. Dia menganggap orang murtad secara terang-terangan menentang islam atau orang melakukan salah satu perkara yang dapat membatalkan keislaman yang telah disepakati bersama. Namun ia tidak menganggap kafir orang yang melakukan hal itu karena memang tidak tahu atau karena lupa hingga diajak untuk bertaubat dan diberikan penjelasan serta hujjah. Jika setelah itu ia tetap tidak mau bertaubat, maka ia dikafirkan. Dia memberikan fatwa had “eksekusi” atas orang yang murtad, dan memeranginya jika pelakunya merupakan kelompok yang membangkang, seperti yang pernah dilakukan oleh Rasulullah Sallallahu alaihi wa sallam dan para Khulafa’urrasyidin terhadap orang-orang murtad.[21]

Namun, walaupun dari pihak Muhammad bin Abdul Wahab telah memberikan alasan dalam setiap perbuatannya, masih saja kebencian dari pihak yang antipasti terhadap kaum Wahabi tidak menghilang. Malahan apa yang dilakukan oleh Muhammad bin Abdul Wahab ini menuai kritik pedas dari kakaknya yaitu Sulayman dan kabarnya  juga dari ayah Abdul Wahab.[22]
Ajarannya yang dinilai keras dan kejam itu, maka dalam menjalankan niatnya ia dimusuhi, terus ditindas. Ketika dia merasa mendapat perlawanan yang semakin menguat  dan kentara, maka diapun  meninggalkan desanya – ‘Ainiyah – pergi ketempat kediaman Amir Saudi,di sebelah utara Riadh di desa ad-dariyah.[23]
Sesampainya ia didesa Ad-dariyah, Muhammad bin Abdul Wahab berhasil menanamkan faham yang dimilikinya kepada Amir Saudi yang mana ia merupakan kepala suku Saud yang sangat berpengaruh diwilayah Nejd.[24]
Disini ia mengikat janji setia dengan keluarga as- Saudi, bahwa dia akan tetap berada ditengah-tengah keluarga as- Saudi kemanapun mereka pergi. Sedang pihak Saudi berjanji akan membantunya dalam penyampaian da’wah dengan kekuasaan dan kekuatan.[25] Peristiwa sumpah setia ini bertepatan dengan tahun 1729[26]
Adanya ikatan antara penguasa Saudi dengan Muhammad bin Abdul Wahab dengan membawa ajaran-ajaranya tersebut menyebabkan adanya aspek politik dalam sejarah gerakan keagamaan.[27] Berkat ikatan ini pulalah membuat kekuasaan ibn Su’ud meluas dengan cepat menyebar keseluruh Jazirah Arab.[28] Gerakan ini merupakan hampir satu-satunya gerakan pembaharuan keagamaan yang paling sukses secara politik, yaitu setelah bergabung dengan kekuatan dinasti Saud, pembaharuan diJazirah ini juga sangat menarik karena ia dilancarkan tanpa sedikitpun ada persinggungan dengan kemodernan dari barat.[29]
Keadaan ini berlangsung dengan baik sampai Syekh Muhammad bin Abdul Wahab meninggal dunia pada tahun 1792.[30] Dan setelah meninggalnya Muhammad bin Abdul Wahhab, perjuangannya masih diteruskan oleh muridnya Mawlawi dan putranya.[31]
Sementara itu, gerakan ini juga telah sampai ke Indonesia, tepatnya di pulau sumatera[32] dibawa oleh orang Indonesia yang pada waktu itu pergi menunaikan ibadah haji ke Makkah. Tak hanya di Indonesia gerakan ini juga sampai di Libya dan Algeria yang dipelopori oleh Imam Sanusi dan gerakannya diberi nama Sanusiyah, walaupun gerakan ini tidak murni dari aliran Wahhabi tetapi lahirnya gerakan ini terinspirasi dari gerakan yang dilakukan oleh orang-orang Wahhabi.
Sesudah meninggalnya Syeih Muhammad bin Abdul Wahhab pada 29 syawal 1206 = 1792 M (dalam usia 95 Th) juga, gerakan Wahhabi semakin berkembang ditangan penguasa Saudi, Muhammad bin Saud. Setelah Muhammad bin Saud meninggal, perjuangannya dilanjutkan oleh putranya yaitu Abdul Aziz

Ditahun 1802, mereka menyerang padang karbala. Karena kota ini terdapat kuburan Al-Husainyang merupakan kiblat bagi golongan syi’ah. Beberapa tahun kemudian mereka juga menyerang Madinah. Kubah yang ada diatas kuburan –kuburan mereka hancurkan. Hiasan-hiasan yang ada dikuburan Nabi pun mereka rusak. Dari Madinah meneruskan penyerangan ke Mekah, mereka merusak kiswah penutup ka’bah karena menurut mereka itu adalah bid’ah.[33]

Sebelas tahun setelah meninggalnya Sekh Muhammad Bin Abdul Wahhab, kemudian tampillah Imam Saud bin 'Abdul 'Aziz untuk meneruskan perjuangan pendahulunya. Imam Saud adalah cucu kepada Amir Muhammad bin Saud, rekan seperjuangan Syeikh semasa beliau masih hidup. Berangkatlah Imam Saud bin 'Abdul 'Aziz menuju tanah Haram Mekah dan Madinah (Haramain) yang dikenal juga dengan nama tanah Hijaz
Mula-mula beliau bersama pasukannya berjaya menawan Ta'if. Penaklukan Ta'if tidak begitu banyak mengalami kesukaran kerana sebelumnya Imam Saud bin 'Abdul 'Aziz telah mengirimkan Amir Uthman bin 'Abdurrahman al-Mudhayifi dengan membawa pasukannya dalam jumlah yang besar untuk mengepung Ta'if. Pasukan ini terdiri dari orang-orang Najd dan daerah sekitarnya. Oleh kerana itu Ibnu 'Abdul 'Aziz tidak mengalami banyak kerugian dalam penaklukan negeri Ta'if, sehingga dalam waktu singkat negeri Ta'if menyerah dan jatuh ke tangan Wahabi
Di Ta'if, pasukan muwahidin membongkar beberapa maqam yang di atasnya didirikan masjid, di antara maqam yang dibongkar adalah maqam Ibnu Abbas r.a. Masyarakat tempatan menjadikan maqam ini sebagai tempat ibadah, dan meminta syafaat serta berkat daripadanya
Dari Ta'if pasukan Imam Saud bergerak menuju Hijaz dan mengepung kota Mekah. Manakala gabenor Mekah mengetahui hal ehwal pengepungan tersebut (waktu itu Mekah di bawah pimpinan Syarif Husin), maka hanya ada dua pilihan baginya, menyerah kepada pasukan Wahabi atau melarikan diri ke negeri lain. Ia memilih pilihan kedua, iaitu melarikan diri ke Jeddah. Kemudian, pasukan Saud segera masuk ke kota Mekah untuk kemudian menguasainya tanpa perlawanan sedikit pun. Tepat pada waktu fajar, Muharram 1218 H, kota suci Mekah sudah berada di bawah kekuasaan muwahidin sepenuhnya
Seperti biasa, pasukan muwahidin sentiasa mengutamakan sasarannya untuk menghancurkan patung-patung yang dibuat dalam bentuk kubah di perkuburan yang dianggap keramat, yang semuanya itu boleh mengundang kemusyrikan bagi kaum Muslimin.Maka semua lambang-lambang kemusyrikan yang didirikan di atas kuburan yang berbentuk kubah-kubah masjid di seluruh Hijaz, semuanya diratakan, termasuk kubah yang didirikan di atas kubur Saiditina Khadijah r.a, isteri Nabi kita Muhammad SAW. Bersamaan dengan itu mereka melantik sejumlah guru, da'i, mursyid serta hakim untuk ditugaskan di daerah Hijaz. Selang dua tahun setelah penaklukan Mekah, pasukan Wahabi bergerak menuju Madinah. Seperti halnya di Mekah, Madinah pun dalam waktu yang singkat saja telah dapat dikuasai sepenuhnya oleh pasukan Muwahhidin di bawah panglima Putera Saud bin Abdul Aziz, peristiwa ini berlaku pada tahun 1220 H
Dengan demikian, daerah Haramain (Mekah - Madinah) telah jatuh ke tangan muwahidin. Dan sejak itulah status sosial dan ekonomi masyarakat Hijaz secara beransur-ansur dapat dipulihkan kembali, sehingga semua lapisan masyarakat merasa aman, tenteram dan tertib, yang selama ini sangat mereka inginkan
Walaupun sebagai sebuah daerah yang ditaklui, keluarga Saud tidaklah memperlakukan rakyat dengan sesuka hati. Keluarga Saud sangat baik terhadap rakyat terutama pada kalangan fakir miskin yang mana pihak kerajaan memberi perhatian yang berat terhadap nasib mereka. Dan tetaplah kawasan Hijaz berada di bawah kekuasaan muwahidin (Saudi) yang dipimpin oleh keluarga Saud sehingga pada tahun 1226 H
Setelah lapan tahun wilayah ini berada di bawah kekuasaan Imam Saud, pemerintah Mesir bersama sekutunya Turki, mengirimkan pasukannya untuk membebaskan tanah Hijaz, terutama Mekah dan Madinah dari tangan muwahidin sekaligus hendak mengusir mereka keluar dari daerah tersebut
Adapun sebab campurtangan pemerintah Mesir dan Turki itu adalah seperti yang telah dikemukakan pada bahagian yang lalu, iaitu kerana pergerakan muwahidin mendapat banyak tentangan dari pihak musuh-musuhnya, sama ada ianya dari pihak dalam Islam sendiri ataupun dari luarnya, yang mana tujuan mereka sama iaitu untuk memulau dan memadamkan api gerakan dakwah salafiyyah. Oleh kerana musuh-musuh gerakan salafiyyah tidak mempunyai kekuatan yang memadai untuk menentang pergerakan Wahabiyah, maka mereka menghasut pemerintah Mesir dan Turki dengan menggunakan nama agama, seperti yang telah diterangkan pada bahagian yang lalu. Maka menyerbulah pasukan Mesir dan Turki ke negeri Hijaz untuk membebaskan kedua-dua kota suci Mekah dan Madinah dari cengkaman kaum muwahiddin, sehingga terjadilah peperangan di antara Mesir bersama sekutunya Turki di satu pihak menentang pasukan muwahidin dari Najd dan Hijaz di pihak lain. Peperangan ini telah berlangsung selama tujuh tahun, iaitu dari tahun 1226 hingga 1234 H
Dalam masa perang tujuh tahun itu tidak sedikit kerugian yang dialami oleh kedua belah pihak, terutama dari pihak pasukan Najd dan Hijaz, selain kerugian harta benda, tidak sedikit pula kerugian nyawa dan tubuh manusia. Tetapi syukur alhamdulillah, setelah lima tahun berlangsung perang saudara di antara Mesir-Turki dan Wahabi, pihak Mesir maupun Turki sudah mulai jemu dan bosan menghadapi peperangan yang berpanjangan itu. Akhirnya, secara perlahan-lahan mereka sedar bahwa mereka telah keliru, sekaligus mereka menyedari bahwa sesungguhnya gerakan Wahabi tidak lain adalah sebuah gerakan aqidah murni dan patut ditunjang serta didukung oleh seluruh umat Islam
Dalam dua tahun terakhir menjelang selesainya peperangan, secara diam-diam gerakan muwahidin terus melakukan gerakan dakwah dan mencetak kader-kadernya demi penerusan gerakan aqidah di masa-masa akan dating
Sebaik sahaja berakhirnya peperangan yang telah memakan waktu tujuh tahun tersebut, dakwah salafiyyah mulai lancar kembali seperti biasa. Semua kekacauan di tanah Hijaz boleh dikatakan berakhir pada tahun 1239 H. Begitu juga dakwah salafiyyah telah tersebar secara meluas dan merata ke seluruh pelusuk Najd dan sekitarnya, di bawah kepemimpinan Imam Turki bin 'Abdullah bin Muhammad bin Saud, adik sepupu Amir Saud bin 'Abdul 'Aziz yang disebutkan dahulu.
Semenjak kekuasaan dipegang oleh Amir Turki bin 'Abdullah, suasana Najd dan sekitarnya beransur-ansur pulih kembali, sehingga memungkinkan bagi keluarga Saud (al-Saud) bersama keluarga Syeikh Muhammad (al-Syeikh) untuk melancarkan kembali dakwah mereka dengan lisan dan tulisan melalui juru-juru dakwah, para ulama serta para Khutaba
Suasana yang sebelumnya penuh dengan huru hara dan saling berperang, kini telah berubah menjadi suasana yang penuh aman dan damai menyebabkan syiar Islam kelihatan di mana-mana di seluruh tanah Hijaz, Najd dan sekitarnya. Sedangkan syi'ar kemusyrikan sudah hancur diratakan dengan tanah. Ibadah hanya kepada Allah, tidak lagi ke perkuburan dan makhluk-makhluk lainnya. Masjid mulai kelihatan semarak dan lebih banyak dikunjungi oleh umat Islam, berbanding ke maqam-maqam yang dianggap keramat seperti sebelumnya
Khususnya daerah Hijaz dengan kota Mekah dan Madinah, begitu lama terputus hubungan dengan Kerajaan (daulah) Saudiyah, iaitu semenjak perlanggaran Mesir dan sekutunya pada tahun 1226 -1342, yang bererti lebih kurang seratus duapuluh tujuh tahun wilayah Hijaz terlepas dari tangan dinasti Saudiyah. Dan barulah kembali ke tangan mereka pada tahun 1343 H, iaitu di saat daulah Saudiyah dipimpin oleh Imam 'Abdul 'Aziz bin 'Abdurrahman bin Faisal bin Turki bin 'Abdullah bin Muhammad bin Saud, cucu keempat dari pendiri dinasti Saudiyah, Amir Muhammad bin Saud al-Awal





C. Gerakan Pemurnian: Pemurnian Tauhid
Muhammad bin `Abdul Wahab memulakan pergerakan di kampungnya sendiri yaitu Uyainah. Di waktu itu Uyainah diperintah oleh seorang amir (penguasa) bernama Amir Uthman bin Muammar. Amir Uthman menyambut baik idea dan gagasan Syeikh Muhammad itu dengan sangat gembira, dan beliau berjanji akan menolong perjuangan tersebut sehingga mencapai kejayaan
Selama Syeikh melancarkan dakwahnya di Uyainah, masyarakat negeri itu semua lelaki dan wanita merasakan kembali kedamaian luar biasa, yang selama ini belum pernah mereka rasakan. Dakwah Syeikh bergema di negeri mereka. Ukhuwah Islamiyah dan persaudaraan Islam telah tumbuh kembali berkat dakwahnya di seluruh pelusuk Uyainah dan sekitarnya. Orang-orang dari jauh pun mula mengalir berhijrah ke Uyainah, karena mereka menginginkan keamanan dan ketenteraman jiwa di negeri ini
Syahdan; pada suatu hari, Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab meminta izin pada Amir Uthman untuk menghancurkan sebuah bangunan yang dibina di atas maqam Zaid bin al-Khattab. Zaid bin al-Khattab adalah saudara kandung Umar bin al-Khattab, Khalifah Rasulullah yang kedua. Syeikh Muhammad mengemukakan alasannya kepada Amir, bahwa menurut hadith Rasulullah SAW, membina sesebuah bangunan di atas kubur adalah dilarang, karena yang demikian itu akan menjurus kepada kemusyrikan. Amir menjawab: “Silakan… tidak ada seorang pun yang boleh menghalang rancangan yang mulia ini.”
Tetapi Syeikh mengajukan pendapat bahwa beliau khuatir masalah itu kelak akan dihalang-halangi oleh ahli jahiliyah(kaum Badwi) yang tinggal berdekatan maqam tersebut. Lalu Amir menyediakan 600 orang tentara untuk tujuan tersebut bersama-sama Syeikh Muhammad merobohkan maqam yang dikeramatkan itu
Sebenarnya apa yang mereka sebut sebagai maqam Zaid bin al-Khattab r.a yang gugur sebagai syuhada Yamamah ketika menumpaskan gerakan Nabi Palsu (Musailamah al-Kazzab) di negeri Yamamah suatu waktu dulu, hanyalah berdasarkan prasangka belaka. Karena di sana terdapat puluhan syuhada (pahlawan) Yamamah yang dikebumikan tanpa jelas lagi pengenalan mereka
Bisa saja yang mereka anggap maqam Zaid bin al-Khattab itu adalah maqam orang lain. Tetapi oleh karena masyarakat setempat di situ telah terlanjur beranggapan bahwa itulah maqam beliau, mereka pun mengkeramatkannya dan membina sebuah masjid di tempat itu, yang kemudian dihancurkan pula oleh Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab atas bantuan Amir Uyainah, Uthman bin Muammar
Syeikh Muhammad tidak berhenti sampai disitu, akan tetapi semua maqam-maqam yang dipandang berbahaya bagi aqidah ketauhidan, yang dibina seperti masjid yang pada ketika itu berselerak di seluruh wilayah Uyainah turut diratakan semuanya. Hal ini adalah untuk mencegah agar jangan sampai dijadikan objek peribadatan oleh masyarakat Islam setempat yang sudah mulai nyata kejahiliahan dalam diri mereka. Dan berkat rahmat Allah, maka pusat-pusat kemusyrikan di negeri Uyainah dewasa itu telah terkikis habis sama sekali
Setelah selesai dari masalah tauhid, maka Syeikh mulai menerangkan dan mengajarkan hukum-hukum syariat yang sudah berabad-abad hanya termaktub saja dalam buku-buku fiqh, tetapi tidak pernah diterapkan sebagai hukum yang diamalkan. Maka yang dilaksanakannya mula-mula sekali ialah hukum rajam bagi penzina
Pada suatu hari datanglah seorang wanita yang mengaku dirinya berzina ke hadapan Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab, dia meminta agar dirinya dijatui hukuman yang sesuai dengan hukum Allah dan RasulNya. Meskipun Syeikh mengharapkan agar wanita itu menarik balik pengakuannya itu, supaya ia tidak terkena hukum rajam, namun wanita tersebut tetap bertahan dengan pengakuannya tadi, ia ingin menjalani hukum rajam. Maka, terpaksalah Syeikh menjatuhkan kepadanya hukuman rajam atas dasar pengakuan wanita tersebut
Berita tentang kejayaan Syeikh dalam memurnikan masyarakat Uyainah dan penerapan hukum rajam kepada orang yang berzina, sudah tersebar luas di kalangan masyarakat Uyainah mahupun di luar Uyainah. Masyarakat Uyainah dan sekelilingnya menilai gerakan Syeikh Ibnu `Abdul Wahab ini sebagai suatu perkara yang mendatangkan kebaikan. Namun, beberapa kalangan tertentu menilai pergerakan Syeikh Muhammad itu sebagai suatu perkara yang negatif dan membahayakan kedudukan mereka. Memang, hal ini sama keadaannya dimanapun di saat tersebut, bahkan pergerakan pembaharuan tersebut dipandang rawan bagi penentangnya. Hal tersebut seperti halnya untuk mengislamkan masyarakat Islam yang sudah kembali ke jahiliyah ini, yaitu, dengan cara mengembalikan mereka kepada Aqidah Salafiyah seperti di zaman Nabi, para Sahabat dan para Tabiin dahulu.
Di antara yang menentangnya dakwah tersebut adalah Amir (pihak berkuasa) wilayah al-Ihsa (suku Badwi) dengan para pengikut-pengikutnya dari Bani Khalid Sulaiman bin Ariar al-Khalidi. Mereka adalah suku Badui yang terkenal berhati keras, suka merampas, merampok dan membunuh. Pihak berkuasa al-Ihsa khuatir kalau pergerakan Syeikh Muhammad tidak dipatahkan secepat mungkin, sudah pasti wilayah kekuasaannya nanti akan direbut oleh pergerakan tersebut. Padahal Amir ini sangat takut dijatuhkan hukum Islam seperti yang telah diperlakukan di negeri Uyainah. Dan tentunya yang lebih ditakutinya lagi ialah kehilangan kedudukannya sebagai Amir (ketua) suku Badui
Maka Amir Badui ini menulis sepucuk surat kepada Amir Uyainah yang isinya mengancam pihak berkuasa Uyainah. Adapun isi ancaman tersebut ialah: “Apabila Amir Uthman tetap membiarkan dan mengizinkan Syeikh Muhammad terus berdakwah dan bertempat tinggal di wilayahnya, serta tidak mau membunuh Syeikh Muhammad, maka semua pajak dan upeti wilayah Badui yang selama ini dibayar kepada Amir Uthman akan diputuskan (ketika itu wilayah Badwi tunduk dibawah kekuasaan pemerintahan Uyainah).” Jadi, Amir Uthman dipaksa untuk memilih dua pilihan, membunuh Syeikh atau suku Badui itu menghentikan pembayaran upeti. Ancaman ini amat mempengaruhi pikiran Amir Uthman, karena upeti dari wilayah Badui sangat besar artinya baginya. Adapun upeti tersebut adalah terdiri dari emas murni.
Didesak oleh tuntutan tersebut, terpaksalah Amir Uyainah memanggil Syeikh Muhammad untuk diajak berunding bagaimanakah mencari jalan keluar dari ancaman tersebut. Soalnya, dari pihak Amir Uthman tidak pernah sedikit pun terfikir untuk mengusir Syeikh Muhammad dari Uyainah, apalagi untuk membunuhnya. Tetapi, sebaliknya dari pihaknya juga tidak terdaya menangkis serangan pihak suku Badui itu
Demi menghindari pertumpahan darah, dan karena tidak ada lagi pilihan lain, di samping beberapa pertimbangan lainnya maka terpaksalah Syeikh meninggalkan negeri Uyainah menuju negeri Dariyah dengan menempuh perjalanan secara berjalan kaki seorang diri tanpa ditemani oleh seorangpun. Beliau meninggalkan negeri Uyainah pada waktu dinihari, dan sampai ke negeri Dariyah pada waktu malam hari
Sesampainya Syeikh Muhammad di sebuah kampung wilayah Dariyah, yang tidak berapa jauh dari tempat kediaman Amir Muhammad bin Saud (pemerintah negeri Dariyah), Syeikh menemui seorang penduduk di kampung itu, orang tersebut bernama Muhammad bin Sulaim al-`Arini. Bin Sulaim ini adalah seorang yang dikenal soleh oleh masyarakat setempat.Syeikh meminta izin untuk tinggal bermalam di rumahnya sebelum ia meneruskan perjalanannya ke tempat lain
Pada mulanya ia ragu-ragu menerima Syeikh di rumahnya, karena suasana Dariyah dan sekelilingnya pada waktu itu tidak tenteram, menyebabkan setiap tamu yang datang hendaklah melaporkan diri kepada pihak berkuasa setempat. Namun, setelah Syeikh memperkenalkan dirinya serta menjelaskan maksud dan tujuannya datang ke negeri Dariyah, yaitu hendak menyebarkan dakwah Islamiyah dan membenteras kemusyrikan, barulah Muhammad bin Sulaim ingin menerimanya sebagai tamu di rumahnya. Sesuai dengan peraturan yang wujud di Dariyah di kala itu, yang mana setiap tetamu hendaklah melaporkan diri kepada pihak berkuasa setempat, maka Muhammad bin Sulaim menemui Amir Muhammad untuk melaporkan tamunya yang baru tiba dari Uyainah dengan menjelaskan maksud dan tujuannya kepada beliau.
Kononnya, ada riwayat yang mengatakan; bahwa seorang soleh datang menemui isteri Amir Ibnu Saud, ia berpesan untuk menyampaikan kepada suaminya, bahwa ada seorang ulama dari Uyainah yang bernama Muhammad bin `Abdul Wahab hendak menetap di negerinya. Beliau hendak menyampaikan dakwah Islamiyah dan mengajak masyarakat kepada sebersih-bersih tauhid. Ia meminta agar isteri Amir Ibnu Saud membujuk suaminya supaya menerima ulama tersebut agar dapat menjadi warga negeri Dariyah serta mau membantu perjuangannya dalam menegakkan agama Allah. Isteri Ibnu Saud ini sebenarnya adalah seorang wanita yang soleh. Maka, tatkala Ibnu Saud mendapat giliran ke rumah isterinya ini, si isteri menyampaikan semua pesan-pesan itu kepada suaminya. Selanjutnya ia berkata kepada suaminya: “Bergembiralah kakanda dengan keuntungan besar ini, keuntungan di mana Allah telah mengirimkan ke negeri kita seorang ulama, juru dakwah yang mengajak masyarakat kita kepada agama Allah, berpegang teguh kepada Kitabullah dan Sunnah RasulNya. Inilah suatu keuntungan yang sangat besar. Kanda jangan ragu-ragu untuk menerima dan membantu perjuangan ulama ini, mari sekarang juga kakanda menjemputnya kemari.”
Akhirnya, baginda Ibnu Saud dapat diyakinkan oleh isterinya yang soleh itu. Namun, baginda bimbang sejenak. Ia berfikir apakah Syeikh itu dipanggil datang menghadapnya, ataukah dia sendiri yang harus datang menjemput Syeikh, untuk dibawa ke tempat kediamannya? Baginda pun meminta pandangan dari beberapa penasihatnya, terutama isterinya sendiri, tentang bagaimanakah cara yang lebih baik harus dilakukannya. Isterinya dan para penasihatnya yang lain sepakat bahwa sebaik-baiknya dalam hal ini, baginda sendiri yang harus datang menemui Syeikh Muhammad di rumah Muhammad bin Sulaim. Karena ulama itu didatangi dan bukan ia yang datang, al-`alim Yuraru wala Yazuru.` Maka baginda dengan segala kerendahan hatinya menyetujui nasihat dan isyarat dari isteri maupun para penasihatnya. Maka pergilah baginda bersama beberapa orang pentingnya ke rumah Muhammad bin Sulaim, di mana Syeikh Muhammad bermalam.
Sesampainya baginda di rumah Muhammad bin Sulaim; di sana Syeikh bersama anda punya rumah sudah bersedia menerima kedatangan Amir Ibnu Saud. Amir Ibnu Saud memberi salam dan keduanya saling merendahkan diri, saling menghormati. Amir Ibnu Saud berkata: “Ya Syeikh! Bergembiralah anda di negeri kami, kami menerima dan menyambut kedatangan anda di negeri ini dengan penuh gembira. Dan kami berikrar untuk menjamin keselamatan dan keamanan anda Syeikh di negeri ini dalam menyampaikan dakwahnya kepada masyarakat Dariyah. Demi kejayaan dakwah Islamiyah yang anda Syeikh rencanakan, kami dan seluruh keluarga besar Ibnu Saud akan mempertaruhkan nyawa dan harta untuk bersama-sama anda Syeikh berjuang demi meninggikan agama Allah dan menghidupkan sunnah RasulNya sehingga Allah memenangkan perjuangan ini, Insya Allah!”
Kemudian anda Syeikh menjawab: “Alhamdulillah, anda juga patut gembira, dan Insya Allah negeri ini akan diberkati Allah SWT. Kami ingin mengajak umat ini kepada agama Allah. Siapa yang menolong agama ini, Allah akan menolongnya. Dan siapa yang mendukung agama ini, nescaya Allah akan mendukungnya. Dan Insya Allah kita akan melihat kenyataan ini dalam waktu yang tidak begitu lama.”
Demikianlah seorang Amir (penguasa) tunggal negeri Dariyah, yang bukan hanya sekadar membela dakwahnya saja, tetapi juga sekaligus membela darahnya bagaikan saudara kandung sendiri, yang berarti di antara Amir dan Syeikh sudah bersumpah setia sehidup-semati, senasib, dalam menegakkan hukum Allah dan RasulNya di bumi persada tanah Dariyah.
Ternyata apa yang diikrarkan oleh Amir Ibnu Saud itu benar-benar ditepatinya. Ia bersama Syeikh seiring sejalan, bahu-membahu dalam menegakkan kalimah Allah, dan berjuang di jalanNya. Sehingga cita-cita dan perjuangan mereka disampaikan Allah dengan penuh kemenangan yang gilang-gemilang.
Sejak hijrahnya Tuan Syeikh ke negeri Dariyah, kemudian melancarkan dakwahnya di sana, maka berduyun-duyunlah masyarakat luar Dariyah yang datang dari penjuru Jazirah Arab. Di antara lain dari Uyainah, Urgah, Manfuhah, Riyadh dan negeri-negeri jiran yang lain, menuju Dariyah untuk menetap dan bertempat tinggal di negeri hijrah ini, sehingga negeri Dariyah penuh sesak dengan kaum muhajirin dari seluruh pelosok tanah Arab. Nama Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab dengan ajaran-ajarannya itu sudah begitu popular di kalangan masyarakat, baik di dalam negeri Dariyah mahupun di luar negerinya, sehingga ramai para penuntut ilmu datang berbondong-bondong, secara perseorangan maupun secara berombongan datang ke negeri Dariyah. Maka menetaplah Syeikh di negeri Hijrah ini dengan penuh kebesaran, kehormatan dan ketenteraman serta mendapat sokongan dan kecintaan dari semua pihak. Beliau pun mulai membuka madrasah dengan menggunakan kurikulum yang menjadi teras bagi rencana perjuangan beliau, yaitu bidang pengajian ‘Aqaid al-Quran, tafsir, fiqh, usul fiqh, hadith, musthalah hadith, gramatika (nahu/saraf)nya serta lain-lain lagi dari ilmu-ilmu yang bermanfaat. Dalam waktu yang singkat saja, Dariyah telah menjadi kiblat ilmu dan kota pelajar penuntut Islam. Para penuntut ilmu, tua dan muda, berduyun-duyun datang ke negeri ini. Di samping pendidikan formal (madrasah), diadakan juga dakwah, yang bersifat terbuka untuk semua lapisan masyarakat umum, begitu juga majlis-majlis talimnya. Gema dakwah beliau begitu membahana di seluruh pelosok Dariyah dan negeri-negeri jiran yang lain. Kemudian, Syeikh mula menegakkan jihad, menulis surat-surat dakwahnya kepada tokoh-tokoh tertentu untuk bergabung dengan barisan Muwahhidin yang dipimpin oleh beliau sendiri. Hal ini dalam rangka pergerakan pembaharuan tauhid demi membasmi syirik, bidah dan khurafat di negeri mereka masing-masing
Pemikiran pemurnian Muhammad bin Abdul Wahhab dituangkan dalam sebuah kitab karangan beliau sendiri yaitu daiantaranya Kitab Tauhid dan Kitab Kasyfus Sybhat.
Menurut Muhammad bin Abdul Wahhab, tauhid adalah sesuatu yang sangat mendasar bagi ummat islam dan oleh karena penegakan tauhid itulah para rasul diutus. Hal ini telah diungkapkan oleh beliau sendiri sebagai berikut:
Ketahuilah wahai saudaraku seiman, -semoga Allah senantiasa memberi rahmat kepada anda-, bahwa sesungguhnya “TAUHID”  adalah meng esakan Allah dalam beribadah. Dan tauhid ini adalah agama para rasul, yang Allah utus untuk mereka untuk membawa agama itu kepada hamba-hambanya. [34]

yang dimaksud dengan tauhid adalah al-ibadah[35] atau pengabdian kepada Allah. Hal ini didasarkan kepada pendapat beliau bahwa setiap rasul yang diutus tidak lain hanya lah untuk menyeru agar ummat manusia menyembah kepada Allah dan bukan kepada selain_Nya. Beliau mendasari pendapatnya dengan firman Allah :
$tBur àMø)n=yz £`Ågø:$# }§RM}$#ur žwÎ) Èbrßç7÷èuÏ9 ÇÎÏÈ
.  Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.[36]

ôs)s9ur $uZ÷Wyèt/ Îû Èe@à2 7p¨Bé& »wqߧ Âcr& (#rßç6ôã$# ©!$# (#qç7Ï^tGô_$#ur |Nqäó»©Ü9$# ( Nßg÷YÏJsù ô`¨B yyd ª!$# Nßg÷YÏBur ïƨB ôM¤)ym Ïmøn=tã ä's#»n=žÒ9$# 4 (#r玍šsù Îû ÇÚöF{$# (#rãÝàR$$sù y#øx. šc%x. èpt7É)»tã šúüÎ/Éjs3ßJø9$# ÇÌÏÈ
Dan sungguhnya kami Telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut[37] itu", Maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang Telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).[38]

Ayat ini menurut Muhammad bin abdul Wahhab, bahwa Allah menciptakan makhluk_Nya karena mengandung hikmah yang besar yaitu agar makhluk teresebut melaksanakan segala yang diwajibkan Allah kepadanya dan meninggalkan ibadah kepada selainnya. Dari hal ini – katanya- kita bisa membentuk dan mendidik pribadi muslim atas dasar ibadah yang benar dan atas dasar akidah/ pedoman kepercayaan yang sehat dan selamat.[39]  
Adapun keistimewaan orang yang merealisir tauhid adalah masuk kedalam surga tanpa dihisab. Hal ini didasarkan pada hadis nabi saw. Dari Said bin Jubair yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas Yang  artinya:
Segolongan ummat Muhammad saw. yang mrealisir tauhid dengan benar, mereka ada 70000 semuanya masuk surga tanpa hisab dan tanpa siksa. Rasulullah ditanya tentang mereka itu maka beliau bersabda: mereka yang tidak minta dijampi dan tidak minta di “cos”(ditempel dengan besi yang dipanaskan) dan yang tidak menentukan nasib dengan burung dan mereka hanya bertawakal kepasda Allah[40]
Mereka orang-orang yang yang melakukan penentuan nasib lewat burung terbang, adalah merupakan bentuk ktidak percayaan kepada takdir yang telah ditentukan bagi mereka



D.    Gerakan Pemurnian: kasus Wasilah
Abdul Wahhab berpendapat orang yang meminta pertolongan kepada Allah memakai perantara dalam berdo’a meminta syafaat serta bernazar kepada selain Allah dan tidak percaya kepada qada dan qadar adalah termasuk syirik. Berkenaan dengan hal ini beliau mengutip firman Allah swt:
bÎ)ur y7ó¡|¡ôJtƒ ª!$# 9hŽÛØÎ/ Ÿxsù y#Ï©%Ÿ2 ÿ¼ã&s! žwÎ) uqèd ( cÎ)ur x8÷ŠÌãƒ 9Žösƒ¿2 Ÿxsù ¨Š!#u ¾Ï&Î#ôÒxÿÏ9 4 Ü=ŠÅÁム¾ÏmÎ/ `tB âä!$t±o ô`ÏB ¾ÍnÏŠ$t6Ïã 4 uqèdur âqàÿtóø9$# ÞOŠÏm§9$# ÇÊÉÐÈ
  Jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, Maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, Maka tak ada yang dapat menolak kurniaNya. dia memberikan. kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.[41]

Ayat ini mejelaskan bahwa kebaikan atau pun keburukan semua itu berasal dari Allah swt. Siapapun tidak mendapat peran dalam menentukan baik danburuknya seseorang walaupun ia seorang wali sekalipun. Jadi beliau dengan gigih menumpas segala praktek wasilah karena pada hakikatnya segala sesuatu itu datangnya dari Allah swt.
`¨Br& Ü=Ågä §sÜôÒßJø9$# #sŒÎ) çn%tæyŠ ß#ϱõ3tƒur uäþq¡9$# öNà6è=yèôftƒur uä!$xÿn=äz ÇÚöF{$# 3 ×m»s9Ïär& yì¨B «!$# 4 WxŠÎ=s% $¨B šcr㍞2xs? ÇÏËÈ
 Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi apakah disamping Allah ada Tuhan (yang lain)? amat sedikitlah kamu mengingati(Nya).[42]

Kata-kata doa  yang terdapat dalam ayat tersebut diartikan oleh beliau adalah doa yang semata-mata diarahkan kepada Allah, memurnikan ibadah kepadanya dan bukan meminta kepada selain_Nya.[43] baik kepada pohon, patung, gunung  dan sebagainya. Selain itu dalam berdoa harus disertai tawakkal dalam arti kata bahwa berserah diri kepada Allah setelah kita melakukan usaha secara maksimal

E.     Gerakan Pemurnian: kasus Syafaat
 Syafa'at telah dijadikan dalil oleh kaum musyrikin dalam memohon kepada malaikat, nabi dan wali. Kata mereka,Kami tidak memohon kepada mereka kecuali untuk mendekatkan diri kepada Allah dan memberikan syafa'at kepada kami di sisiNya.Maka diuraikan oleh Muhammad bin Abdul Wahhab bahwa syafa'at yang mereka harapkan itu adalah percuma,bahkan syirik; dan syafa'at hanyalah hak Allah semata, tiada yang dapat memberi syafa'at kecuali dengan seidzinNya bagi siapa yang mendapat ridhaNya.[44]

öÉRr&ur ÏmÎ/ tûïÏ%©!$# tbqèù$sƒs br& (#ÿrãt±øtä 4n<Î) óOÎgÎn/u   }§øŠs9 Oßgs9 `ÏiB ¾ÏmÏRrߊ @Í<ur Ÿwur ÓìÏÿx© öNßg¯=yè©9 tbqà)­Gtƒ ÇÎÊÈ
Dan berilah peringatan dengan apa yang diwahyukan itu kepada orang-orang yang takut akan dihimpunkan kepada Tuhannya (pada hari kiamat), sedang bagi mereka tidak ada seorang pelindung dan pemberi syafa'atpun selain daripada Allah, agar mereka bertakwa.[45]

@è% °! èpyè»xÿ¤±9$# $YèŠÏHsd ( ¼ã&©! à7ù=ãB ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur ( ¢OèO Ïmøs9Î) šcqãèy_öè? ÇÍÍÈ
Katakanlah: "Hanya kepunyaan Allah syafaat itu semuanya. Kepunyaan-Nya kerajaan langit dan bumi. Kemudian kepada- Nyalah kamu dikembalikan"[46]

Abul 'Abbas mengatakan,
Allah telah menyangkal segala hal yang menjadi tumpuan kaum musyrikin, selainDiri-Nya sendiri, dengan menyatakan bahwa tak seorang pun selain Allah mempunyai kekuasaan, atau sebagainya,atau pembantu Allah.[47]
Adapun tentang syafa'at, maka telah ditegaskan Allah bahwa syafa'at ini tidak berguna kecuali bagiorang yang telah diizinkan Allah untuk memperolehnya, sebagaima firmanNya,
ãNn=÷ètƒ $tB tû÷üt/ öNÍkÉ÷ƒr& $tBur öNßgxÿù=yz Ÿwur šcqãèxÿô±o žwÎ) Ç`yJÏ9 4Ó|Ós?ö$# Nèdur ô`ÏiB ¾ÏmÏGuŠô±yz tbqà)Ïÿô±ãB ÇËÑÈ
 Allah mengetahui segala sesuatu yang dihadapan mereka (malaikat) dan yang di belakang mereka, dan mereka tiada memberi syafaat[48] melainkan kepada orang yang diridhai Allah, dan mereka itu selalu berhati-hati Karena takut kepada-Nya.

Syafa'at yang ditetapkan ini adalah syafa'at untuk Ahlul Ikhlas wat-Tauhid dengan seizin Allah bukan untuk mereka yang berbuat syirik kepadaNya. Dan pada hakekatnya, bahwa Allah-lah yang melimpahkan karuniaNya kepada Ahlul Ikhlashwat-Tauhid dengan memberikan maghfirah kepada mereka melalui doa orang yang diizinkan Allah untuk memperoleh syafa'at, untuk memuliakan orangitu dan menerimakan kepadanya Al-Maqam Al-Mahmud (kedudukan terpuji). Jadi syafa'at yang dinyatakan tidak ada oleh Al-Qur'an, adalah apabila adasesuatu syirik di dalamnya. Untuk itu Al-Qur'an telah menetapkan dalambeberapa ayat bahwa syafa'at adalah dengan izin dari Allah; dan Nabi sudah menjelaskan bahwa syafa'at hanyalah untuk Ahlut-Tauhid wal-Ikhlash.[49]
Beliau juga mengatakan bahwa Nabi tidak berhak memberi Syafaat kecuali dengan kehendak Allah. Hal ini didasarkan pada firman Allah swt:
y7¨RÎ) Ÿw ÏöksE ô`tB |Mö6t7ômr& £`Å3»s9ur ©!$# Ïöku `tB âä!$t±o 4 uqèdur ãNn=÷ær& šúïÏtFôgßJø9$$Î/ ÇÎÏÈ
Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.[50]
Berkenaan dengan hal ini tatkala Abu Thalib akan meninggal, Rasulullah mengajak Abu Thalib untuk memeluk islam, tetapi Abu Talib tetap bersikeras terhadap agama nenek moyang nya, sehingga Abu Talib tetap dalam keadaan kafir. Kemudian rasulullah saw. Memintakan ampun untuknya, tetapi Allah melarangnya.[51]
Ayat-Ayat diatas menunjukkan bahwa syafa'at seluruhnya adalah hak khusus bagi Allah, menunjukkan bahwa syafa'at tidak diberikan kepada seseorang tanpa izin dari Allah.selain itu juga menerangkan bahwa syafa'at diberikan oleh orang yang diridhai Allah dengan izin dariNya. Dengan demikian syafa'at adalah hak mutlak Allah, tidak dapat diminta kecuali dariNya; dan menunjukkan pula kebatilan syirik yang dilakukan oleh kaum musyrikin dengan mendekatkan diri kepada malaikat, atau nabi dan orang-orang yang shalih, untuk meminta syafa'at mereka. Bersamaan dengan itu juga bahwasannya keterangan Al-Qur’an mengandung bantahan terhadap kaum musyrikin yang mereka itu menyeru selain Allah, seperti malaikat dan makhluk-makhluk lainnya, karena menganggap bahwa makhluk-makhluk itu mendatangkan manfaat atau menolak mudharat;[52] dan menunjukkanbahwa syafa'at tidak berguna bagi mereka, karena syirik yang mereka lakukan, tetapi hanyaberguna bagi orang yang mengamalkan tauhid dan itu pun dengan seizin Allah.
F.      Kesimpulan
Gerakan Wahabiyah yang dibangun oleh Muhammad bin Abdul Wahhab timbul karena didorong oleh hasrat untuk memperbaiki keadaan ummat islam melalui upaya memperbaiki ajaran islam yang dianut oleh masyarakat islam, khususnya melalui pemurnian tauhid dari unsur bid’ah, khurafat, dan takhayul. Hasrat dan cita-cita teresbut semuanya tercermin dalam ajaran-ajaran yang dianutnya secara keseluruhan bertemakan tauhid.
Namun demikian ajaran atau pemikiran yang dibawa oleh gerakan tersebut mempunyai pengaruhterhadap pembaharuan pemikiran islam diabad kesembilan belas yaitu pemikiran yang menyatakan hanya Al-Qur’an dan hadislah yang merupakan sumber asli dari ajaran islam tidak membenarkan sikap taklid dan sealain itu pintu ijtihad masih senantiasa terbuka.
Gerakan Muhammad bin Abdul Wahhab lebih kepada pemurnian ajaran islam namun berpengaruh terhadap timbulnya pembaharuan pemikiran islam abad selanjutnnya. Geraka tersebut karena menempuh cara-cara yang kaku, keras dan tak kenal kompromi dalam memasyarakatkannya, maka sering diwarnai oleh suasana konflik dan pertikaian dengan golongan lain yang tak sepaham.[53] Selain itu juga sering dimanfaatkan oleh kekuatan luar tujuan-tujuan yang bersifat politis. Oleh karenanya gerakan wahabiyah sering dituduh sebagai kelompok pembangakang oleh golongan lain.
Namun tidaklah demikian, karena gerakan ini menimbulkan keberanian moral dikalangan ummat islam untuk mengatasi keterbelakangannya melalui pembaharuan pemikiran dalam islam.



DAFTAR PUSTAKA

Abdul Wahhab Muhammad bin Kitab Tauhid (terj), (Surabaya: Bina Ilmu, 1982)
Abdul Wahhab Muhammad bin, Kasyfusy Syubhat (ter), (Islamic Propagation in Rabwah, tt)
Ahmad, Zainal,Abidin, Ilmu politik V Sejarah Islam dan Ummatnya Sampai sekarang,()
Al-Bahy, Muhammad, Alam Perkembangan Islam dan Perkembangannya(Jakarta: Bulan Bintang, 1987)
Horani, Albert, Pemikiran Liberal Dunia Arab, (Bandung: Mizan, 2004)
Amin, Husyain Ahmad, Seratus Tokoh Dalam Sejarah Islam.(Bandung: Rosda Karya,2000)
Anshari Syaifuddin, Endang, Wawasan Islam, (Jakarta: Rajawali Perss, 1986)
Asmuni Yusran, Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan Dalam Dunia Islam,(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998)
bin Hammad Al-Umr Syaikh Abdurrahman, Hakikat Dakwah  Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab,(Jakarta: PT. Darul Falah, 2006)
El Fadl Abou Khaled, Selamatkan Islam dari muslim Puritan, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2006
Fakri, Majid, Sejarah Filsafat Islam,(Jakarta: Pustaka Jaya)
Gazalba, Sidi, Asas Kebudayaan Islam, (Jakarta, Bulan Bintang)
Hitti, Philip, History Of The Arabs, (Bandung: Serambi, 2002)
Madjid Nurkholis, Khazanah Intelktual Islam(Jakarta: Bulan Bintang, 1984)
Mohammad, Hery dkk., Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20, (Jakarta: Gema Insani, 2006)
Mufrodi Ali, Islam dikawasan Kebudayaan Arab, (Ciputat: Logos Wacana Ilmu, 1997)
Nasution, Harun, Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975)
Rahiem Husni, Perkembangan Ilmu Fiqh di Dunia Islam, (Jakarta: Departemen Agama RI, 1986)
Stoddard Lothrop, Dunia Baru Islam, Jakarta, 1966







[1] Lihat Q.S An-Nahl: 97
[2] Lothrop Stoddard, Dunia Baru Islam, (Jakarta, 1966), hal. 29
[3] Drs. Husni Rahiem, Perkembangan Ilmu Fiqh di Dunia Islam, (Jakarta: Departemen Agama RI, 1986), hal. 15
[4]Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), hal. 23
[5] Albert Horani, Pemikiran Liberal Didunia Islam, (Bandung: Mizan, 2004), hal. 63
[6] M Yusran Asmuni, Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan Dalam Dunia Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Husada, 1995), hal. 62
[7] Pada tahun ini lahir dua pembaharu besar yaitu Muhammad bin Abdul Wahab di Uyainah (Arabia) dan Syah Waliyullah di Delhi (India). Endang Syaifuddin Anshari, Wawasan Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 1986), hal. 395
[8] M Yusran Asmuni, Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan Dalam Dunia Islam(Jakarta: Raja Grafindo Persada),hal. 58
[9] H.M Yusran Asmuni, Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan Dalam Dunia Islam, hal. 58
[10] Ali Mufrodi, Islam dikawasan Kebudayaan Arab, (Ciputat: Logos Wacana Ilmu, 1997), hal. 152
[11] Syaikh Abdurrahman bin Hammad Al-Umr, Hakikat Dakwah  Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab, (Jakarta: PT. Darul Falah, 2006), hal. 31 
[12] Dimadinah beliau  memiliki teman yang sama-sama belajar dengannya yaitu: Ali Afandi bin Shadiq bin Ibrahim Al –Daghistany. Lihat  Azumardy Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara, (Bandung: Mizan, 1995), hal. 135
[13] H.M Yusran Asmuni, Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan Dalam Dunia Islam, hal. 59
[14] Khaled Abou El Fadl, Selamatkan Islam dari muslim Puritan, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2006)hal. 73
[15] Artinya:
“Muhammad bin Abdul Wahab yang meninggal pada 1787adalah seorang pembaharu yang diilhami oleh buku-buku karangan Ibnu Taimiyah . sebagai hal gurunya itu, dia menghantam segala ibadat yang diajarkan oleh ulama-ulama, dan mengerahkan segala pengikutnya untuk melawan segala tempat keramat yang dipuja-puja dan dihormati yang bertentangan dengan penyembahan yang harus dilakukan hanya kepada tuhan saja”. Zainal Abidin Ahmad, Ilmu Politik V sejarah   islam dan Ummatnya Sampai Sekarang, (), hal. 269-270
[16] Muhammad Al-Bahiy, Alam Fikian Islam dan Perkembangannya, (Jakarta: Bulan Bintang, tt.), hal. 72
[17] H.M Yusran Asmuni, Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan Dalam Dunia Islam, hal. 59
[18] Hery Mohammad dkk., Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20, (Jakarta: Gema Insani, 2006), hal. 244
[19] Sebutan Wahabi adalah nama yang berikian oleh lawan lawan kaum wahabi kepada kaum yang mengikuti Muhammad bin Abdul Wahab. Lihat, Ali Mufrodi, Islam dikawasan Kebudayaan Arab, (Ciputat: Logos Wacana Ilmu, 1997), hal. 151
[20] Khaled Abou El Fadl, Selamatkan Islam dari muslim Puritan, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta,  2006), hal. 65
[21] Syaikh Abdurrahman bin Hammad Al-Umr, Hakikat Dakwah  Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab, hal. 86-87

[22] Khaled Abou El Fadl, Selamatkan Islam dari muslim Puritan, hal. 73
[23] Muhammad Al-Bahiy, Alam Fikian Islam dan Perkembangannya, hal. 73
[24] Lothrop Stoddard, Dunia Baru Islam, hal. 31
[25] Al-Bahy, Alam Fikian Islam dan Perkembangannya, hal. 73
[26] Endang Syaifuddin Anshari, Wawasan Islam, (Jakarta: Rajawali Perss, 1986)hal. 395
[27] Muhammad Al-Bahiy, Alam Fikian Islam dan Perkembangannya, hal. 73
[28] Phillip K. Hitti, History Of The Arab’s, (Bandung: Serambi, 2002), hal.948
[29] Nurkholis Madjid, Khazanah Intelktual Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), hal. 61
[30] Muhammad Al-Bahiy, Alam Fikian Islam dan Perkembangannya, hal. 73
[31] Zainal Abidin Ahmad, Ilmu Politik V sejarah   islam dan Ummatnya Sampai Sekarang,hal.272
[32] Gerakan Wahhabi di pulau Sumatera tepatnya didaerah Sumatera Barat dengan nama kaum paderi atau juga disebut dengan kaum muda. Seperti di dunia  Arab, di Indonesia gerakan ini juga mengalami konflik dengan penduduk islam setempat yang berbeda faham dan konflik yang terjadi ini lebih dikenal dengan perang paderi. Faham ini dibawa oleh: H.Miskin, H. Piabang, dan Haji Sumanik.
[33] Harun Nasution,  Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan, hal. 26
[34] Muhammad bin Abdul Wahhab, Kasyfusy Syubhat (ter), (Islamic Propagation in Rabwah, tt), hal.3
[35] ialah penghambaan diri kepada Allah dengan mentaati segala perintah-Nya danmenjauhi segalalarangan-Nya, sebagaimana yang telah disampaikan oleh Rasulullah.Dan inilah hakikat agama Islam, karena Islam maknanya ialah menyerahkan diri kepadaAllah semata-mata yang disertai dengan kepatuhan mutlak kepada-Nya dengan penuh rasarendah diri dan cinta.Ibadah berarti juga segalaperkataan dan perbuatan, baik lahir maupun batin, yangdicintai dan diridhai Allah. Dan suatu amal diterima oleh Allah sebagai suatu ibadahapabila diniati ikhlash, semata-mata karena Allah; dan mengikuti tuntunan Rasulullah.
[36] Lihat Q.S Adz-Dzari’at : 56
[37] Thaghut ialah setiap yang digunakan -selain Allah- dengan disembah, ditaati, atau dipatuhi;baik yang digunakan itu berupa batu, manusia, ataupun setan.Menjauhi thaghut: mengingkarinya;membencinya; tidak mau menyembah dan memujanyabaik dalam bentuk dan dengan cara apapun.
[38] Lihat Q.S An-Nahl: 36
[39] Muhammad bin Abdul Wahhab Kitab Tauhid (terj), (Surabaya: Bina Ilmu, 1982), hal. 18
[40] Muhammad bin Abdul Wahhab Kitab Tauhid (terj), hal. 29
[41] Lihat Q.S. Yunus : 107
[42] Lihat Q.S. An-Naml:62
[43] Jurnal Usuluddin, (Pekanbaru, Suska press, 2002), hal.75
[44] Sedikitnya ada dua syarat yang harus ada pada syafa’at: a). keridlaan Allah terhadap orang yang akan menerima syafa’at; b). idzin Allah terhadap orang yang diberi wewenang untuk memberikan syafa’at itu. Lihat Kitabut Tauhid (terj) Karangan Muhammad bin Abdul Wahhab , (Surabaya: Bina Ilmu, 1982), hal. 63
[45] Lihat Q.S. Al-An’am: 51
[46] Lihat Q.S. Az-Zumar:44
[47] Lihat kitab Tauhid oleh Syaikh Muhammad At-Tamimi http://forsitek.brawijaya.ac.id/ Syaikh Muhammad At-Tamimi
[48] Syafa'at: usaha perantaraan dalam memberikan sesuatu manfaat bagi orang lain atau mengelakkan sesuatu mudharat bagi orang lain. syafa'at yang tidak diterima di sisi Allah adalah syafa'at bagi orang-orang kafir., syafa'at yang baik ialah: setiap sya'faat yang ditujukan untuk melindungi hak seorang muslim atau menghindarkannya dari sesuatu kemudharatan. syafa'at yang buruk ialah kebalikan syafa'at yang baik.       
[49] Abu Hurairah telah bertanya kepada beliau, "Siapakah oreng paling beruntung
dengan syafa'at engkau?" beliau menjawab, "Ialah orang yang mengucapkan 'La
Ilaha Illallah' dengan ikhlas dari dalam hatinya." (Hadits riwayat Imam Ahmad dan Al-Bukhari)
[50] Lihat Q.S Al-Qashshash: 56
[51] Diriwayatkan dalam Shahih Al-Bukhari, dari Ibn Al-Musayyab, bahwa
bapaknya berkata,
Tatkala Abu Thalib akan meninggal, datanglah Rasulullah kepadanyadan saat itu 'Abdullah bin AbuUmayyah serta Abu Jahl berada disisinya, maka beliau bersabda kepadanya,Wahai pamanku! Ucapkanlah "La Ilaha Illallah" suatu kalimat yang dapat aku jadikan bukti untukmu di hadapan Allah.Tetapi disambut oleh 'Abdullah bin Abu Umayyah dan Abu Jahl,"Apakah kamu membenci agama Abdul Muththalib?" Lalu Nabimengulangi sabdanya lagi, akan tetapi mereka pun mengulang-ulangi kata-katanya itu pula. Maka akhir kata yang diucapkannya, bahwa dia masih tetappada agama Abdul Muththalib dan enggan mengucapkan "LaIlaha Illallah". Kemudian Nabi bersabda, "Sungguh, akan akumintakan ampunan untukmu, selama aku tidak dilarang." Lalu Allah Menurunkan firmanNya,
$tB šc%x. ÄcÓÉ<¨Z=Ï9 šúïÏ%©!$#ur (#þqãZtB#uä br& (#rãÏÿøótGó¡o tûüÅ2ÎŽô³ßJù=Ï9 öqs9ur (#þqçR%Ÿ2 Í<'ré& 2n1öè% .`ÏB Ï÷èt/ $tB šú¨üt7s? öNçlm; öNåk¨Xr& Ü=»ysô¹r& ÉOŠÅspgø:$# ÇÊÊÌÈ

Tidak sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orangmusyrik. (At-Taubah: 113). Dan mengenai Abu Thalib, Allah menurunkan firrman-Nya,Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjukkepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberipetunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya.
* /x.ur `ÏiB 77n=¨B Îû ÏNºuq»yJ¡¡9$# Ÿw ÓÍ_øóè? öNåkçJyè»xÿx© $º«øx© žwÎ) .`ÏB Ï÷èt/ br& tbsŒù'tƒ ª!$# `yJÏ9 âä!$t±o #ÓyÌötƒur ÇËÏÈ
26.  Dan berapa banyaknya malaikat di langit, syafaat mereka sedikitpun tidak berguna, kecuali sesudah Allah mengijinkan bagi orang yang dikehendaki dan diridhai (Nya).


[53] Para pengikut Syekh Wahhab pernah mengancam akan menghancurkan segenap tempat suci dalam kota Madinah, karena mereka menganggap tempat itu dapat menyebabkan orang tidak lagi percaya akan ke-esaan tuhan (syirik). Mereka memberi perhatian khusus terhadap pengahncuran makam Rasulullah yang dianggap oleh peziarah picik sebagai makam yang memilki kualitas magis dan mitos.