Senin, 21 November 2011

bacaan fatihah bagi makmum

BAB I
PENDAHULUAN
Membaca al Fatihah adalah diantara rukun-rukun shalat baik shalat fardhu, sunnah, shalat jahriyah (dikeraskan suaranya) maupun sirriyah (dipelankan suaranya) berdasarkan apa yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim dari 'Ubadah bin Ash Shamit, bahwa Rasulullah saw bersabda: "Tidak ada shalat bagi yang tidak membaca Faatihatul Kitab (Al Fatihah)."[1]
Terjadi perbedaan pendapat dikalangan para ulama tentang bacaan al Fatihah bagi makmum. Para ulama Maliki dan Hambali mewajibakan membaca Al Fatihah bagi imam dan orang yang shalat sendirian namun tidak bagi makmum. Sementara para ulama madzhab Safi’i mewajibkannya bagi imam dan juga makmum.
Jumhur ulama berpendapat bahwa makmum tidak perlu membaca al Fatihah dan tidak juga membaca yang lainnya (surat) di belakang imam didalam shalat jahriyah apabila dia mendengar bacaan imam. Mereka mendasari pendapatnya dengan :
1. Firman Allah swt :
وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُواْ لَهُ وَأَنصِتُواْ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Artinya : “Dan apabila dibacakan Al Quran, Maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.” (QS. Al A’raf : 204)
Terdapat riwayat bahwa para salafussholeh bahwa maksud dari ayat itu adalah mendengarkan bacaan yang dibaca imam
2. Hadits Abu Hurairoh bahwa Nabi saw bersabda,”Sesungguhnya imam dijadikan untuk diikuti. Apabila dia bertakbir maka bartakbirlah kalian dan apabila dia membaca maka dengarkanlah.”
Imam Syafi’i berpendapat bahwa wajib membaca al Fatihah bagi makmum baik didalam shalat jahriyah maupun sirriyah dibelakang imam berdasarkan hadits-hadits yang menyebutkan tentang kewajiban membaca al Fatihah tanpa membedakan antara imam dan makmum, sebagaimana hadits di ash shahihain dan lainnya dari Ubadah bin ash Shamit bahwa Nabi saw bersabda,”Tidak ada shalat bagi yang tidak membaca Faatihatul Kitab (Al Fatihah)."
Dan yang lebih tegas lagi apa yang terdapat di sunan abi Daud, an Nasai dan lainnya dari hadits Ubadah bin ash Shamit bahwa Nabi saw shalat shubuh sepertinya bacaan beliau terasa berat. Seusai shalat, beliau bersabda: "Sepengetahuanku, kalian membaca di belakang imam kalian." Mereka menjawab; "Ya, wahai Rasulullah! (hingga) Kami menyusul bacaanmu dengan cepat." Beliau bersabda: "Jangan kalian lakukan kecuali Fatihatul Kitab (Al Fatihah) karena tidak sah shalat seseorang yang tidak membacanya."[2]
Dari penjelasan ini tampak bahwa hal tersebut masih menjadi permasalahan yang diperselisihkan oleh para ulama terdahulu maupun yang belakangan. Dan setiap kelompok memiliki dalil-dalilnya, dimana kelompok yang satu membantah kelompok lainnya dengan melemahkan dalil-dalil mereka atau tanpa dalil didalam permasalahan yang diperselisihkan namun hanya bersandar kepada pendapatnya.
Dengan demikian untuk suatu kehati-hatian maka hendaklah seorang makmum membaca al Fatihah di belakang imam didalam shalat-shalat jahriyah dan sirriyah untuk keluar dari perselisihan yang terjadi dikalangan para ulama itu karena kelompok yang mengatakan wajib membaca al fatihah dibelakang imam memandang batal shalat seorang yang tidak membacanya
BAB II
PEMBAHASAN

A.  Dalil-Dalil yang menjadi sumber ikhtilaf para ulama dalam menetapakan hukum membaca Fatihah didalam Shalat bagi Makmum

            Seorang makmum yang shalat di belakang imam, apakah harus membaca Al-Fatihah sendiri atau cukup mendengarkan bacaan imam saja, kita mendapatkan dalil dari hadits-hadits nabawi yang beragam isinya sehingga keberagaman dalil itu melahirkan pendapat yang juga beragam di kalangan fuqaha.
1.      Dalil yang mengisyaratkan membaca Fatihah :
a.    Dari ‘Ubadah bin Ash Shoomit radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ
Artinya: “Tidak ada shalat bagi orang yang tidak membaca Al Fatihah” (HR Ibnu Majah)[3]
b. Dari Abu Hurairah, haditsnya marfu’sampai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَنْ صَلَّى صَلاَةً لَمْ يَقْرَأْ فِيهَا بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ فَهْىَ خِدَاجٌ . فَهْىَ خِدَاجٌ. فَهْىَ خِدَاجٌ
Artinya: “Barangsiapa yang melaksanakan shalat dan tidak membaca Al Fatihah di dalamnya, maka shalatnya itu kurang.”

2.      Dalil-Dalil yang mengisyaratkan tidak membaca Al-Fatihah
a. Dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah SAW bersabda:
صَلَّى النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- بِأَصْحَابِهِ صَلاَةً نَظُنُّ أَنَّهَا الصُّبْحُ فَقَالَ « هَلْ قَرَأَ مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ ». قَالَ رَجُلٌ أَنَا. قَالَ « إِنِّى أَقُولُ مَا لِى أُنَازَعُ الْقُرْآنَ »
Artinya: “Aku mendengar Abu Hurairah berkata, "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam shalat bersama para sahabatnya yang kami mengira bahwa itu adalah shalat subuh. Beliau bersabda: "Apakah salah seorang dari kalian ada yang membaca surat (di belakangku)?" Seorang laki-laki menjawab, "Saya. " Beliau lalu bersabda: "Kenapa aku ditandingi dalam membaca Al Qur`an?" [4]
b. Juga hadits Rasulullah SAW berikut ini : Dari Ubadah bin Shamit bahwa Rasulullah SAW shalat mengimami kami siang hari, maka bacaannya terasa berat baginya. Ketika selesai beliau berkata:


Artinya: "Aku melihat kalian membaca di belakang imam". Kami menjawab,"Ya ". Beliau berkata,"Jangan baca apa-apa kecuali Al-Fatihah saja".(HR Ahmad, Abu daud, Tarmizy dan Ibnu Hibban)[5]
c. Dan ada juga Dalil lainnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
من كان له إمام فقراءة الإمام له قراءة
artinya: Siapa shalat di belakang imam, maka bacaannya adalah bacaan imam(HR. Ad-Daruquthuny dan Ibnu Abi Syaibah)[6]
d. Ada juga hadits lainnya seperti berikut ini :
وَإِذَا قَرَأَ فَأَنْصِتُوا
artinya: Apabila imam membaca maka diamlah (HR. Ahmad)[7]
e. Di antara dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,
وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآَنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Artinya: “Dan apabila dibacakan Al Quran, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.” (QS. Al A’rof: 204)

B.  PENDAPAT PARA IMAM MUJTAHID
Bila dilihat dari masing-masing dalil itu, nampaknya masing-masing sepertinya memang berbeda-beda meskipun semua sama kuat. Dan wajar pula bila para fuqaha berbeda-beda dalam menguatkan antara satu dan lainnya. Secara rinci, bisa kami kemukakan disini bagaiman masing-masing mazhab pun menjadi berbeda-beda pandangannya atas masalah ini
  1. Mazhab Al-Malikiyah dan Al-Hanabilah
Menurut Al-Malikiyah dan Al-Hanabilah bahwa makmum harus membaca bacaan shalat di belakang imam pada shalat yang sirr (suara imam tidak dikeraskan) yaitu shalat zhuhur dan Ashar. Sedangkan pada shalat jahriyah (Maghrib, Isya` Subuh, Jumat, Ied dll), makmum tidak membaca bacaan shalat. Namun bila pada shalat jahriyah itu makmum tidak dapat mendengar suara bacaan imam, maka makmum wajib membaca bacaan shalat
Mazhab Al-Hanabilah mengatakan bahwa seorang makmum dalam shalat jamaah yang jahriyah (yang bacaan imamnya keras) untuk tidak membaca apapun kecuali mendengarkan bacaan imam. Dasarnya adalah firman Allah SWT:
“Dan apabila dibacakan Al-Qur''an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat .(QS. Al-A''raf: 204)
Selain itu juga ada dalil yang menegaskan bahwa bacaan imam sudah dianggap menjadi bacaan makmum:  
Siapa yang shalat dengan imam, maka bacaan imam adalah bacaan baginya.
  1. Mazhab Al-Hanafiyah
Sedangkan Al-Hanafiyah menyebutkan bahwa seorang makmum tidak perlu membaca apa-apa bila shalat di belakang imam, baik pada shalat jahriyah maupun shalat sirriyah, mazhab Al-Hanafiyah mengatakan bahwa Al-Fatihah itu bukan rukun shalat, cukup membaca ayat Al-Quran saja pun sudah boleh. Sebab yang dimaksud dengan `rukun` menurut pandangan mazhab ini adalah semua hal yang wajib dikerjakan baik oleh imam maupun makmum, juga wajib dikerjakan dalam shalat wajib maupun shalat sunnah. Sehingga dalam tolok ukur mereka, membaca surat Al-Fatihah tidak termasuk rukun shalat, sebab seorang makmum yang tertinggal tidak membaca Al-Fatihah tapi syah shalatnya. Bahkan makmum shalat dimakruhkan untuk membaca Al-Fatihah karena makmum harus mendengarkan saja apa yang diucapkan imam. Selain itu mereka berpendapat bahwa di dalam Al-Quran diperintahkan membaca ayat Quran yang mudah. Sebagaimana ayat berikut ini: Maka bacalah apa yang mudah dari Al-Qur''an dan dirikanlah shalat.(QS. Al-Muzzamil: 20)
Dan sabda Rasulullah SAW:
“Dari Abi Hurairah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Tidak syah shalat itu kecuali dengan membaca al-Quran".(HR Muslim)
  1. Mazhab Asy-Syafi`iyah
Sedangkan Asy-Syafi`iyah mengatakan bahwa pada shalat sirriyah, makmum membaca semua bacaan shalatnya, sedangkan pada shalat jahriyah makmum membaca al-fatihah (Ummul Kitab) saja (setelah bacaan imam). Semua perbedaan ini berangkat dari perbedaan nash yang ada, dimana masing-masing mengantarkan kepada bentuk pemahaman yang berbeda juga
Namun kalau kami boleh memilih dan menganalisis, nampaknya apa yang disebutkan oleh kalangan mazhab Asy-Syafi`iyah, bahwa makmum membaca al-fatihah sendiri setelah selesai mendengarkan imam membaca alfatihah, merupakan penggabungan (jam`u) dari beragam dalil itu. Ini sebuah kompromi dari dalil yang berbeda. Karena ada dalil yang memerintahkan untuk membaca alfatihah saja tanpa yang lainnya. Tapi ada juga yang memerintahkan untuk mendengarkan bacaan imam. Karena itu bacaan al-fatihah khusus makmum bisa dilakukan pada sedikit jeda antara amin dan bacaan surat. Dalam hal ini, seorang imam yang bijak tidak langsung memulai bacaan ayat alquran setelah amien. Tapi memberi kesempatan waktu untuk makmum membaca al-fatihah-nya sendiri



BAB III
KESIMPUALAN
Dengan adanya sekian banyak dalil yang terkesan tidak seragam, maka ketika para ulama mencoba menarik kesimpulannya, ternyata hasilnya pun menjadi tidak seragam pula. Sebab ada ulama yang menerima suatu hadits karena kekuatannya dan menolak hadits lain karena dianggap kurang kuat.
Sebaliknya, ulama lainnya berbuat yang sebaliknya, hadits yang dianggap lemah oleh rekannya, justru baginya dianggap lebih kuat. Sedangkan hadits yang dianggap kuat, baginya dianggap lemah.
Jadi sumber perbedaan itu datang dari sumber hukum islam sendiri, namun untuk menjaga dari tersalah ada baiknya kita berhati-hati dan menggunakan dalil yang lebih menjaga dari tersalah serta tidak meragukan hati
















DAFTAR PUSTAKA

Abdul Qadir Mahmud Bakar, Fiqhul Ibaadat , Daarussalaam, Qahirah 2005 M/1426 H

Ibnu Qudamah (ter: Masturi Irham dkk), Al-Mughni, Pustaka Azzam, Jakarta 2007

Muhammad Ibnu Ahmad Al-Andalusiy ( Ibnu Rusyd), Bidayatul  Mujtahid fy Nihayatul Muqtashid, Daarul Fikri, Beirut- libanon

Syaikh Sayyid Saabiq, Fiqhu Sunnah , Daarul Fikri, Beirut-Libanon 1992 M/1412 M


[1] Syaikh Sayyid Saabiq, Fiqhu Sunnah , Daarul Fikri, Beirut-Libanon 1992 M/1412 M, hal: 114
[2]  Muhammad Ibnu Ahmad Al-Andalusiy ( Ibnu Rusyd), Bidayatul  Mujtahid fy Nihayatul Muqtashid, Daarul Fikri, Beirut- libanon, hal: 112
[3] Ibnu Qudamah (ter: Masturi Irham dkk), Al-Mughni, Pustaka Azzam, Jakarta 2007, hal: 44
[4] Abdul Qadir Mahmud Bakar, Fiqhul Ibaadat , Daarussalaam, Qahirah 2005 M/1426 H, hal: 175

[5] Ibid, hal: 174
[6] Ibid
[7] ibid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar