Senin, 21 November 2011

tafsir ayat ahkam shalat jumat


BAB I
PENDAHULUAN
            Dalam Al-Quran disebutkan  bahwa siapa saja yang dalam perjalanana maka diperbolehkan mengqashar shalatnya yang empat rakaat menjadi dua rakaat. Ini merupakan keringan dari Allah untuk kaum muslimin yang sedang musafir atau dalam keadaan takut disebabkan dalam peperangan melawan orang-orang kafir. Kebolehan ini bukan berarti umat islam bias sesuka hati mengqasar shalat. Tetapi ada ukuran tertentu yang boleh melakukan Qashar
            Sedang dalam hal jumat sudah menjadi ijma’ kaum muslimin bahwa shalat jumat wajib bagi kaum muslimin, kecuali empat golongan, yaitu; perempuan, anak-anak, hamba sahaya dan orang sakit. Shalat jumat ini pertama kali dilakukan Nabi ketika hijrah dari Mekah ke Madinah, ketika di Qubah Nabi dan para shahabat melaksanakan shalat jumat











BAB II
PEMBAHASAN
I.     TEKS  AYAT 102 SAMPAI 105 SURAT ANNISA
#sŒÎ)ur ÷Läêö/uŽŸÑ Îû ÇÚöF{$# }§øŠn=sù ö/ä3øn=tæ îy$uZã_ br& (#rçŽÝÇø)s? z`ÏB Ío4qn=¢Á9$# ÷bÎ) ÷LäêøÿÅz br& ãNä3uZÏFøÿtƒ tûïÏ%©!$# (#ÿrãxÿx. 4 ¨bÎ) tûï͍Ïÿ»s3ø9$# (#qçR%x. ö/ä3s9 #xrßtã $YZÎ7B ÇÊÉÊÈ
#sŒÎ)ur |MZä. öNÍkŽÏù |MôJs%r'sù ãNßgs9 no4qn=¢Á9$# öNà)tFù=sù ×pxÿͬ!$sÛ Nåk÷]ÏiB y7tè¨B (#ÿrääzù'uø9ur öNåktJysÎ=ór& #sŒÎ*sù (#rßyÚy (#qçRqä3uŠù=sù `ÏB öNà6ͬ!#uur ÏNù'tGø9ur îpxÿͬ!$sÛ 2t÷zé& óOs9 (#q=|Áム(#q=|Áãù=sù y7yètB (#räè{ù'uŠø9ur öNèduõÏn öNåktJysÎ=ór&ur 3 ¨Šur z`ƒÏ%©!$# (#rãxÿx. öqs9 šcqè=àÿøós? ô`tã öNä3ÏFysÎ=ór& ö/ä3ÏGyèÏGøBr&ur tbqè=ÏJuŠsù Nà6øn=tæ \'s#ø¨B ZoyÏnºur 4 Ÿwur yy$oYã_ öNà6øn=tã bÎ) tb%x. öNä3Î/ ]Œr& `ÏiB @sܨB ÷rr& NçFZä. #ÓyÌö¨B br& (#þqãèŸÒs? öNä3tGysÎ=ór& ( (#räè{ur öNä.uõÏn 3 ¨bÎ) ©!$# £tãr& tûï̍Ïÿ»s3ù=Ï9 $\/#xtã $YYÎgB ÇÊÉËÈ
#sŒÎ*sù ÞOçFøŠŸÒs% no4qn=¢Á9$# (#rãà2øŒ$$sù ©!$# $VJ»uŠÏ% #YŠqãèè%ur 4n?tãur öNà6Î/qãZã_ 4 #sŒÎ*sù öNçGYtRù'yJôÛ$# (#qßJŠÏ%r'sù no4qn=¢Á9$# 4 ¨bÎ) no4qn=¢Á9$# ôMtR%x. n?tã šúüÏZÏB÷sßJø9$# $Y7»tFÏ. $Y?qè%öq¨B ÇÊÉÌÈ
Ÿwur (#qãZÎgs? Îû Ïä!$tóÏGö/$# ÏQöqs)ø9$# ( bÎ) (#qçRqä3s? tbqßJs9ù's? óOßg¯RÎ*sù šcqßJs9ù'tƒ $yJx. šcqßJs9ù's? ( tbqã_ös?ur z`ÏB «!$# $tB Ÿw šcqã_ötƒ 3 tb%x.ur ª!$# $¸JŠÎ=tã $¸JŠÅ3ym ÇÊÉÍÈ
!$¯RÎ) !$uZø9tRr& y7øs9Î) |=»tGÅ3ø9$# Èd,ysø9$$Î/ zNä3óstGÏ9 tû÷üt/ Ĩ$¨Z9$# !$oÿÏ3 y71ur& ª!$# 4 Ÿwur `ä3s? tûüÏZͬ!$yù=Ïj9 $VJÅÁyz ÇÊÉÎÈ
A.  TERJEMAHAN
101.  Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, Maka tidaklah Mengapa kamu men-qashar sembahyang(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu.
102.  Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, Maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata, Kemudian apabila mereka (yang shalat besertamu) sujud (telah menyempurnakan serakaat), Maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum bersembahyang, lalu bersembahyanglah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus. dan tidak ada dosa atasmu meletakkan senjata-senjatamu, jika kamu mendapat sesuatu kesusahan Karena hujan atau Karena kamu memang sakit; dan siap siagalah kamu. Sesungguhnya Allah Telah menyediakan azab yang menghinakan bagi orang-orang kafir itu
103.  Maka apabila kamu Telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu Telah merasa aman, Maka Dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.
104.  Janganlah kamu berhati lemah dalam mengejar mereka (musuhmu). jika kamu menderita kesakitan, Maka Sesungguhnya merekapun menderita kesakitan (pula), sebagaimana kamu menderitanya, sedang kamu mengharap dari pada Allah apa yang tidak mereka harapkan. dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
105.  Sesungguhnya kami Telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang Telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), Karena (membela) orang-orang yang khianat
B.       ASBABUN NUZUL  AYAT
Ibnu Jarir meriwayatkan bahwa Ali berkata:” beberapa orang dari Bani Najar bertanya kepada Nabi SAW”, “ya Rasulullah, apabila kami berpergian, bagaimana kami shalat.?”. lalu Allah menurutkann ayat:
#sŒÎ)ur ÷Läêö/uŽŸÑ Îû ÇÚöF{$# }§øŠn=sù ö/ä3øn=tæ îy$uZã_ br& (#rçŽÝÇø)s? z`ÏB Ío4qn=¢Á9$# ,,,,,,,,,,,,,,  ÇÊÉÊÈ
Artinya: Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, Maka tidaklah Mengapa kamu men-qashar….( QS Annisa: 101)
            Kemudian wahyu tidak turun beberapa waktu. Satu tahun kemudian Nabi SAW berperang. Disela-sela peperangan ini beliau melakukan shalat zuhur. Orang- orang Musyrik menyaksikan hal itu dan berkata.” Kalian telah memberikan kesempatan kepada Muhammad dan para sahabatnya melakuakan shalat zuhur, coba kalian lebih keras terhadap mereka agar  mereka tidak sempat melakukannya. Lalu seseorang dari mereka menyahut, “ sungguh setelah ini mereka akan melakukan sembahyang lagi seperti yang mereka lakukan itu”. Lalau Allah menurunkan Firmannya diantara waktu Zuhur dan Asar[1]:
÷bÎ) ÷LäêøÿÅz br& ãNä3uZÏFøÿtƒ tûïÏ%©!$# (#ÿrãxÿx. 4 ¨bÎ) tûï͍Ïÿ»s3ø9$# (#qçR%x. ö/ä3s9 #xrßtã $YZÎ7B ÇÊÉÊÈ
Artinya: jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu. (QS Annisa: 101)
              Maka turunlah syariat shalat khauf
C.       TAFSIR AYAT
Qashar adalah meringkas shalat empat raka’at (dhuhur, Ashar dan Isya) menjadi dua rakaatDasar mengqashar shalat adalah Al Qur’an, As Sunnah dan Ijma’[2]. kebolehan mengqashar shalat disini ada dua makna yaitu berpergian dalam bentuk safar dan dalam keadaan takut. Ibnu Abbas berkataAllah menentukan shalat melalui lisan Nabimu Shalallahu ‘Alaihi Wassalam empat raka’at apabila hadhar (mukim) dan dua raka’at apabila safar.” (HR. Muslim, Ibnu Majah, Abu Dawud dll). Diriwayatkan dari jabir:” shalat khauf itu satu rakaat satu rakat”. Diriwayatkan dari Mujahid bahwa sesungguhnya qashar shalat itu shalat yang 4 rakaat diqashar menjadi 2 rakaat[3]
Allah Ta’ala berfirman:
“Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu mengqashar shalatmu, jika kamu takut diserang orang-orang kafir.” (QS. an Nisaa’: 101).
            Dari Ya’la bin Umayyah bahwasanya ia bertanya kepada Umar Ibnul Khaththab radhiallahu ‘anhu tentang ayat ini seraya berkata:  “’Jika kamu takut diserang orang-orang kafir’,  padahal manusia telah aman?”.Sahabat Umar radhiallahu ‘anhu menjawab: “Aku sempat heran seperti keherananmu itu lalu akupun bertanya kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam tentang hal itu dan beliau menjawab:’(Qashar itu) adalah sedekah dari Allah kepadamu, maka terimalah sedekah Allah tersebut.’” (HR. Muslim dan Abu Dawud dll[4]).
Dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma berkata: 
“Allah menentukan shalat melalui lisan Nabimu Shalallahu ‘Alaihi Wassalam empat raka’at apabila hadhar (mukim) dan dua raka’at apabila safar.” (HR. Muslim, Ibnu Majah, Abu Dawud dll)[5]
 Dari Umar radhiallahu ‘anhu berkata:
”Shalat safar (musafir) adalah dua raka’at, shalat Jum’at adalah dua raka’at dan shalat ‘Ied adalah dua raka’at.” (HR.Ibnu Majah dan An Nasa’i dll dg sanad yg shahih)
Dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma berkata: 
Aku menemani Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam dalam safar dan beliau tidak pernah menambah atas dua raka’at sampai wafat, kemudian aku menemani Abu Bakar radhiallahu ‘anhu dan beliau tidak pernah menambah atas dua raka’at sampai wafat, kemudian aku menemani Umar radhiallahu ‘anhu dan beliau tidak pernah menambah atas dua raka’at sampai wafat, kemudian aku menemani Utsman radhiallahu ‘anhu dan beliau tidak pernah menambah atas dua raka’at sampai wafat.(HR Bukhary, Muslim dll)[6]
Berkata Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu: 
“Kami pergi bersama Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam dari kota Madinah ke kota Makkah, maka beliaupun shalat dua-dua (qashar) sampai kami kembali ke kota Madinah.kami tinggal di mekah selama 10 hari, dan selama itu pula kami menqasar shalat smapia kami kembali ke madinah” (HR. Bukhari dan Muslim)[7]
            Menurut pengarang kitab  Musalik, jarak antara kota Qathifah dengan Damaskus adalah 20 Mil. Dari sini maka jarak Qashar adalah 2 hari berjalan kaki. Ini pendapat Ibnu Abbas dan Ibnu Umar, dan pendapat ini didukung oleh Imam Malik, Imam Laits, Imam Syafi’iy dan Ishaq[8]
            Sedang Ibnu Mas’ud meriwayatkan bahwa mengqashar shalat setelah jarak tempuh perjalanan tiga hari. Berdasarkan sabda Nabi :”seorang musafir boleh mengusap muzzah setelah perjalanan tiga hari”. Pendapat ini didukung oleh Tsauri dan Abu Hanifah[9]
1.        Mengqashar shalat dan hukumnya
Terdapat 4 pendapat tentang hokum qashar ini:
1)      Qashar shalat bagi musafir Fardhu ‘Ain
Pendapat ini adalah pendapat Abu Hanifah dan para pengikutnya, termasuk semua ulama Kufah
2)      Qashar atau tidak Qashar, merupakan wajib mukhayyar (memilih)
Pendapat ini adalah pendapat ulama Syafi’iyah
3)      Qashar adalah Sunnah
Pendapat Adalah pendapat Imam Malik
4)      Qashar merupakan keringanan, dan melengkapi (tidak qashar) lebih afdhal
Pendapat yang menyatakan qashar adalah rukhshah adalah pendapat Imam Syafi’iy yang terkenal dan di pedomani oleh mayoritas pengikutnya[10]. Dalam tafsirnya imam Syafi’iy menjelaskan: “dalil tentang mengqashar shalat Karena takut dan dalam perjalanan jauh terdapat dala Al-Quran dan Sunnah. Mengqashar shalat dalam perjalanan bukan karena takut diserang musuh hukumnya sunnah. Al-Quran mengindikasikan bahwa shalat qashar dalam perjalanan bukan karena takut merupakan keringanan (rukhshsah) dari Allah, ini bukan berarti wajib mengqashar seperti halnya dalam ketakutan[11]
2.        Jarak kemusafiran yang boleh mengqashar
Qashar hanya boleh dilakukan oleh Musafir-baik safar dekat atau safar jauh, karena tidak ada dalil yang membatasi jarak tertentu dalam hal ini, jadi seseorang yang bepergian boleh melakukan qashar apabila bepergiannya bisa disebut safar menurut pengertian umumnya. sebagian ulama memberikan batasan dengan safar yang lebih dari 80 Km agar tidak terjadi kebingungan dan tidak rancu. Apabila terjadi kerancuan dan kebingungan dalam menentukan jarak atau batasan diperbolehkannya mengqashar shalat maka tidak mengapa kita mengikuti pendapat yang menentukan jarak dan batasan tersebut-yaitu sekitar 80 atau 90 Km, karena pendapat ini juga merupakan pendapat para Imam dan Ulama yang layak berijtihad 
Berkata Ibnu Mundzir:
Aku tidak mengetahui (satu dalilpun) bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam mengqashar dalam safarnya melainkan setelah keluar (meninggalkan) kota Madinah.”
Berkata Anas radhiallahu ‘anhu:
Aku shalat bersama Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam di kota Madinah empar raka’at dan di Dzul Hulaifah (luar kota Madinah) dua raka’at.” (HR. Bukhari, Muslim dll).
Dalam penuturan Asram dikisahkan bahwa Abdullah pernah ditanya mengenai jarak seseorang yang boleh mengqashar shalatnya, ia mengatakan empat Burud. Lalu ditanya apakah empat burud itu perjalanan sehari penuh, ia menjawab tidak, empat burud adalah enam belas farsakh atau perjalanan dua hari[12]
Mazhab Abu Abdillah mengatakan bahwa qashar tidak boleh dilaksanaka kurag dari 16  farsakh atau perjalanan 2 hari[13]. Jarak Qashar  menurut Ibnu Abbas adalah jarak antara kota Asfan dengan makkah , kota thaiff dengan makkah dan jarak antara kota Jeddah dengan mekkah[14]
Tentang jarak ini menurut sekh Abdurrahman Aljaziry dinyatakan bahwa 16 farsakh sama dengan 80.640 km (dibulatkan menjadi 81 km). menurut KH Ma’sum Jombang 16 farsakh sama dengan 8.992.992 m atau 90 km. dan kebanyakan para ulama Indonesia menerangkan bahwa 16 farsakh sama dengan 138 km[15]
Sedangkan dikalangan ulama terdahulu terdapat 3 pendapat
a)      Imam Malik, Imam syafi’iyah, Imam Ahmad dan Fuqaha lainya berpendapat bahwa kebolehan mengqashar adalah jarak tempuh 4 barid (48 mil) atau sehari perjanan unta dengan kecepatan wajar
b)      Imam Abu Hanifah dan pengikutnya beserta ulama Kufah berpendapat bahwa kebolehan mengqashar dalam jarak tempuh perjalanan tiga hari perjalanan. Dan hanya diperkenankan bagi pejalan kaki dari satu tempat ketempat lain
c)       kaum Zhahiri berpendapat bahwa qashar boleh dilaksananakan disetiap kemusafiran, tanpa memandang jauh ataupun dekat[16]
3.        Jenis kemusafiran yang membolehkan qashar
Terdapat banyak pendapat mengenai jenis safar yang boleh qashar, yaitu:
a)      Imam Ahmad Ibnu Hanbal berpendapat bahwa qashar hanya boleh dalam  musafir dengan tujuan ibadah; seperti Haji, Umrah dan Jihad
b)      Imam Malik dan Syafi’iy berpendapat bahwa qashar dibenarkan pada safar ibahah, bukan safar ma’shiyat
c)      Abu Hanifah dan pengikutnya serta Ats-Tsauri dan Tsaur membolehkan qashar didalam safar ibahah, ibadah atau maksiyat[17]
4.        Batas kemusafiran dan dibolehkanya qashar shalat
Para ulama berbeda pendapat tentang batasan waktu sampai kapan seseorang dikatakan sebagai musafir dan diperbolehkan mengqashar (meringkas) shalat. Jumhur (sebagian besar) ulama yang termasuk didalamnya imam empat: Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali rahimahumullah berpendapat bahwa ada batasan waktu tertentu
a)      Imam Malik dan Syafi’iy berpendapat bahwa apabila musafir sudah memncangkan niat tinggal disuatu tempat selama 4 hari, berarti ia harus melengkapkan shalatnya
b)      Imam Abu Hanifah dan Sufyan Tsauri berpendapat, apabila musafir sudah memancangkan niat tinggal selama 15 hari disuatu tempat, berarti ia harus melengkapkan shalatnya
c)      Imam Ahmad dan Abu Daud berpendapat bahwa jika seorang musafir sudah berniat tinggal disuatu tempat lebih dari 4 hari maka ia harus melegkapkan shalatnya[18]
Namun para ulama lain diantaranya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Ibnul Qayyim, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, Muhammad Rasyid Ridha, Syaikh Abdur Rahman As Sa’di, Syaikh Bin Biz, Syaikh Utsaimin dan para ulama lainnya rahimahumullah berpendapat bahwa seorang musafir diperbolehkan untuk mengqashar shalat selama ia mempunyai niatan untuk kembali ke kampong halamannya walaupun ia berada di perantauannya selama bertahun-tahun. Karena tidak ada satu dalilpun yang shahih dan secara tegas menerangkan tentang batasan waktu dalam masalah ini. Dan pendapat inilah yang rajah (kuat) berdasarkan dalil-dalil yang sangat banyak, diantaranya:
Sahabat Jabir radhiallahu ‘anhu meriwayatkan, bahwasanya Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam tinggal di Tabuk selama dua puluh hari mengqashar shalat. (HR. Imam Ahmad dll dg sanad shahih)
Sahabat Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma meriwayatkan, bahwasanya Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam tinggal di Makkah selama sembilan belas hari mengqashar shalat. (HR. Bukhari).
Nafi’ rahimahullah meriwayatkan, bahwasanya Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma tinggal di azzerbaijan selama enam bulan mengqashar shalat. (Riwayat Al Baihaqi dll dg sanad shahih).
Dalil-dalil diatas jelaslah bahwa Rasulullah Shalallahu “alaihi Wassalam tidak memberikan batasan waktu tertentu untuk diperbolehkannya mengqashar shalat bagi musafir selama mereka mempunyai niatan untuk kembali ke kampung halamannya dan tidak berniat untuk menetap di daerah perantauan tersebut
   II.            TEKS AYAT 9 SAMPAI 11 SURAT Al-JUMUAH

 $pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sŒÎ) šÏŠqçR Ío4qn=¢Á=Ï9 `ÏB ÏQöqtƒ ÏpyèßJàfø9$# (#öqyèó$$sù 4n<Î) ̍ø.ÏŒ «!$# (#râsŒur yìøt7ø9$# 4 öNä3Ï9ºsŒ ׎öyz öNä3©9 bÎ) óOçGYä. tbqßJn=÷ès? ÇÒÈ
#sŒÎ*sù ÏMuŠÅÒè% äo4qn=¢Á9$# (#rãÏ±tFR$$sù Îû ÇÚöF{$# (#qäótGö/$#ur `ÏB È@ôÒsù «!$# (#rãä.øŒ$#ur ©!$# #ZŽÏWx. ö/ä3¯=yè©9 tbqßsÎ=øÿè? ÇÊÉÈ
#sŒÎ)ur (#÷rr&u ¸ot»pgÏB ÷rr& #·qølm; (#þqÒxÿR$# $pköŽs9Î) x8qä.ts?ur $VJͬ!$s% 4 ö@è% $tB yZÏã «!$# ׎öyz z`ÏiB Èqôg¯=9$# z`ÏBur Íot»yfÏnF9$# 4 ª!$#ur çŽöyz tûüÏ%꧍9$# ÇÊÊÈ







A.  TAFSIR MUFRODAT

إِذَا نُودِي لِلصَّلَاةِ       : jika seorang muadzin telah mengumandangkan adzan untuk shalat.
مِن يَوْمِ الْجُمُعَةِ         : pada hari juma’at setelah zawal
فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ   : tunaikanlah Sholat, bersegeralah mengingat allah (shalat)

وَذَرُوا الْبَيْعَ               : tinggalkanlah jua-beli


B.  TERJEMAHAN
9.  Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu Mengetahui.
10.  Apabila Telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.
11.  Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya dan mereka tinggalkan kamu sedang berdiri (berkhotbah). Katakanlah: "Apa yang di sisi Allah lebih baik daripada permainan dan perniagaan", dan Allah sebaik-baik pemberi rezki.

C.   ASBABUN NUZUL
Imam bukhary dann muslim meriwayatkan dari jabir:” pada hari jumat , ketika nabi saw tengah berkhotbah tiba-tiba datang serombongan kafilah membawa  barang-barang perdagangan,  para sahabat lantas keluar dari mesjid sehingga tidak tersisa bersama nabi kecuali 12 orang saja. Lalu Allah menurunkan ayat:
#sŒÎ)ur (#÷rr&u ¸ot»pgÏB ÷rr& #·qølm; (#þqÒxÿR$# $pköŽs9Î) x8qä.ts?ur $VJͬ!$s% 4 ö@è% $tB yZÏã «!$# ׎öyz z`ÏiB Èqôg¯=9$# z`ÏBur Íot»yfÏnF9$# 4 ª!$#ur çŽöyz tûüÏ%꧍9$# ÇÊÊÈ
Artinya: dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya dan mereka tinggalkan kamu sedang berdiri (berkhotbah). Katakanlah: "Apa yang di sisi Allah lebih baik daripada permainan dan perniagaan", dan Allah sebaik-baik pemberi rezki.(QS Al-Jumaah: 11)
Ibnu jarir meriwayatkan dari jabir “ wanita-wanita saat itu jika mengadakan pesta pernikahan mereka membuat iringan-iringan gemerlap dengan diiringi alunan suara music. Para sahabat lantas meninggalkan rasul yang sedang berkhatbah diatasa mimbar dan menghampiri iiringaan –iringan itu. Lalu allah mnurunkan ayat itu[19]
D.  TAFSIR AYAT
Ayat ini menyatakan bagi orang-orang yang beriman, apabila diseru yakni dikumandangkan adzan oleh siapapun untuk sholat dhuhur hari jum’at, maka bersegeralah kuatkan tekad dan langkah, jangan bermalas-malasan apabila mengabaikannya, untuk menuju dzikrullah menghadiri sholat dan khutbah jum’at dan tinggalkanlah jual beli[20]. yakni segala macam interaksi dalam bentuk dan kepentingan apapun bahkan semua yang dapat mengurangi perhatian terhadap upacara jum’at. Untuk menghilangkan kesan bahwa perintah ini adalah sehari penuh, sebagaimana yang diwajibkan kepada orang-orang Yahudi pada hari sabtu, maka dilanjutkan ayat setelahnya yang mengandung arti : “lalu apabila telah ditunaikan sholat, maka bertebaranlah dimuka bumi dan carilah sebagian dari karunia Allah, dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.

Kata وَذَرُوا الْبَيْعَ dari segi balaghoh mengandung majaz mursal, yang disebutkan disini hanya jual beli, sedangkan maksud sebenarnya adalah segala bentuk muamalah serta kesibukan baik itu jual beli ataupun yang lainnya. Kata نُودِي لِلصَّلَاةِ adalah berarti adzan yang dilaksanakan di depan Nabi, yaitu ketika beliau berada di atas minbar sebelum memulai khutbah. Para ulama sepakat bahwa yang dimaqsud dengan shalat disini yaitu shalat jumat karean tidak lazim mengerjakan shalat zuhur pada hari itu, dan mereka juga sepakat bahwa yang dimaksud dengan nida’ pada ayat ini adalah azan[21]. Yaitu azan yang ada dalam mimpi Abdullah Ibnu Zaid dan Umar Ibnu Khathab pada tahun ke 1 Hijriah sebagai pertama kali disyari’atkkan azan[22]

Penjelasan untuk kata إِذَا dinamakan مِن يَوْمِ الْجُمُعَة karena pada hari itu orang-orang berkumpul guna melaksanakan sholat jum’at, orang Arab menyebutnya al-‘Aruubah yaitu kasih sayang. Ibnu Hajar berkata : sholat jum’at diwajibkan sejak di Makkah, tetapi belum dilaksanakan karena kurangnya jama’ah, juga karena syiar sholat jum’at adalah terang-terangan sedangkan dakwah Nabi masih sembunyi-sembunyi pada waktu itu

 Kata فَاسْعَوْا yang berarti berjalan, digunakan kata sa’yun (usaha) sebagai syarat agar kaum muslimin melaksanakan sholat jum’at dengan kemauan kuat dan semangat tinggi serta kesungguhan yang nyata untuk melaksanakan sholat. Jika telah terdengar panggilan sholat jum’at maka tinggalkanlah segala urusan jual beli dan semua bentuk muamalah, karena sesungguhnya usaha untuk beribadah kepada Allah lebih baik dari muamalah. Karena sesungguhnya manfaat Akhirat itu jauh lebih baik dan kekal abadi[23]. Kaliamat فَاسْعَوْا menunjukkan wajibnya bersegera mengingat Allah (shalat jumat)[24]. Sedang ulama yang lain mengatakan bahwa wajib bersegera mendengar khuthbah

Ayat ini menjelaskan apabila telah mendengar panggilan sholat jum’at bersegeralah pergi untuk mengikuti khutbah dan sholat jum’at. Maksud dari ayat ini adalah tinggalkan segala bentuk kepentingan baik jual beli, sewa, gadai,dsb[25], untuk sholat jum’at dengan segera. Jika engkau dapat melaksanakan perintah itu engkau akan mendapat yang lebih baik di akhirat nanti daripada jerih payahmu disaat itu. Jika kamu termaksud golongan orang yang berilmu (mengerti) niscaya kamu bisa mengetahui bahwa itu benar-benar lebih baik. Dalam ayat ini ditujukan bagi seluruh umat Islam di muka bumi, khususnya bagi orang-orang yang berilmu atau mengetahui jika telah mendengar panggilan sholat jum’at untuk meninggalkan segala bentuk kesibukan apapun dan segera menuju masjid untuk memenuhi panggilan tersebut

Sholat jum’at dinilai sebagai pengganti sholat dhuhur, karena itu tidak lagi wajib atau dianjurkan kepada yang telah sholat jum’at untuk melakukan sholat dhuhur.dua kali khutbah pada upacara shalat jum’at  dinilai menggantikan dua rakaat dhuhur. Namun bagi yang tidak sempat menghadiri khutbah, ia tidak harus sholat dhuhur. Jika dia hanya sempat mengikuti satu rakaat, maka dia harus menyempurnakannya menjadi empat rakaat, walau niatnya ketika berdiri untuk sholat itu adalah sholat jum’at. Larangan melakukan jual beli, dipahami oleh Imam Malik mengandung makna batalnya serta keharusan membatalkan jual beli jika dilakukan pada saat Imam berkhutbah dan sholat. Imam Syafi’I tidak memahaminya demikian, namun menegaskan keharamannya. Ayat ini ditujukan kepada orang-orang beriman. Istilah ini mencakup pria dan wanita, baik yang bermukim di negeri tempat tinggalnya maupun yang musafir. Namun demikian beberapa hadis Nabi SAW yang menjelaskan siapa yang dimaksud oleh ayat ini. Beliau bersabda : “(sholat) jum’at adalah keharusan yang wajib bagi setiap muslim dilaksanakan dengan berjamaah, kecuali terhadap empat kelompok, yaitu hamba sahaya, wanita, anak-anak dan orang sakit” (diriwayatkan oleh Abu Daud  melalui Thariq Ibn Syihab)

Menurut penafsiran al- Zamakhsyari Ayat di atas menjelaskan agar orang-orang yang beriman bila mendengarkan adzan jum’at ketika imam sudah duduk di atas mimbar segera bergegas meninggalkan jual beli (urusan duniawi) sehingga jual beli pada waktu sholat jum’at hukumnya haram meskipun sah akad jual belinya menuju dzikir kepada Allah menurut al-Zamakhsyari yaitu sholat jum’at dan khutbah, karena menurutnya pada masa Nabi SAW, kholifah Abu Bakar dan Umar pelaksanaan jum’at hanya sekali saja, sedangkan pada periode pemerintahan kholifah Utsman bin Affan adzan jum’at oleh Ustman ditambah menjadi dua kali, karena menurut hemat Utsman Islam sudah tersebar keseluruh pelosok Madinah dan rumah penduduk berjauhan dari masjid Nabi SAW, sehingga dengan landasan ini Abu Hanifah berpendapat khutbah boleh hanya dengan membaca tahmid atau tasbih saja

Al- Zamakhsyari berpendapat kata Jum’at (dengan didhomah huruf mimnya) bermakna kelompok yang berkumpul, sedangkan kata jum’at (dengan difatha mimnya) bermakna waktu berkumpul, sejarah penamaan jum’at pertama kali dilakukan oleh Ka’ab bin Lu’aih awalnya hari jum’at disebut hari A’rubah, penamaan jum’at terkait dengan perkumpulan yang berada pada masing-masing agama umat Yahudi dalam ajaran agama mereka beribadah bersama di hari sabtu, dan umat Nasrani di hari minggu, sedangkan umat Islam belum punya hari untuk berkumpul, akhirnya para sahabat berkumpul di rumah sahabat Saad bin Zararah untuk melaksankan sholat dan berzikir bersama, terkait peristiwa tersebut Allah menurunkan ayat 9 al-jumu’ah, dan perbuatan sahabat di rumah Saad bin Zararah itulah pertama kali pelaksanaan sholat jum’at dalam ajaran Islam[26]. Pelaksanaan sholat jum’at pertama kali di Madinah disebuah desa yang berjarak ± 1mil dari Madinah sebagaimana diriwayatkan Abdurahman bin Uwaim, Rasulullah SAW hijrah ke Madinah pada waktu itu hari senin tanggal 12 di bulan Robiul awal, kemudian bermukim di Qubah selama empat hari sambil membangun masjid Qubah, tetapi ketika hari jum’at Nabi SAW menunggangi kudanya dan berangkat menuju Madinah. Bani Amr bin Ash menyangka Nabi akan bermukim di perkampungan mereka selama delapanbelas hari, sampailah Nabi bersama rombongannya di bani Salim bin Auf dan ketika itu tiba waktu pelaksanaan sholat jum’at kemudian Nabi SAW melaksanakan sholat  dan khutbah jum’at bersama rombongannya di tengah lembah bani Salim bin Auf

E.   HUKUM SHALAT JUMAT
Dan kewajiban shalat jumat ini telah menjadi kesepakan Fuqaha, dasarnya karena salat jumat adalah pengganti kewajiban lainnya, dalam hal ini shalat zhuhur[27]
A.  Rukun-Rukun shalat jumat
Para umat Islam sepakat bahwa Rukun shalat jumat adalah Khuthbah dan Dua rakaat setelah Khuthbah[28]. Namun mereka berebeda pendapat dalam hal keddudukanya:
a)      Jumhur fuqaha berpendapat bahwa Khutbah aedalah Syarat dan Rukun Shalat Jumat
b)      Sebagian Fuqaha mengatakan tidak wajib
c)      Malikiyah berpendapat bahwa Khutbah merupakan Fardhu

B.  Jumlah Jamaah jumat
Berbeda pendapat ulama tentang jumlah jamaah yang sah shalat jumat:
a)      Abu Hanifah, Muhammad dan Laits berpendapat cukup 3 orang beserta Imam
b)      Abu Yusuf dan Tsaury berpendapat 2 orang bersama Imam
c)      Hasan Bin Shalih berkata jika tidak dating imam kecuali seorang laki-laki maka berkhutbah atasnya itu sudah cukup (cukup 2 orang)
d)      Imam Malik tidak memberi batasan
e)      Imam Syafi’iy minimal 40 orang[29]

C.  Ukuran Khuthbah
Fuqaha yang berpendirian khutbah wajib juga berbeda pendapat dalam menentukan ukuran yang dianggap cukup:
a)      Ibnu Qasim khutbah yag dianggap cukup yaitu khuthbah yang diucapkan dengan bahasa Arab
b)      Imam Syafi’iy berpendapat bahwa khutbah minimal ada dua, yaitu khatib berdiri pada masing-masing khutbah dan mulai lagi setelah duduk sebentar
c)      Imam Malik berpendapat bahwa duduk antara dua khutbah bukan syarat khutbah

D.  Mendengar Khuthbah
a)      Imam Malik, Syafi’iy, Abu hanifah dan Imam Ahmad Ibnu Hanbal beserta ulama –ulama Mesir berpendapat bahwa Bersikap diam dalam rangka mendengar khutbah merupakan kewajiban
b)      Asy-Sya’bi, Said Bin Jubair dan Ibrahim An-Nakhai membolehkan bercakap-cakap ketika khutbah, kecuali ketika khataib membaca Quran
c)      Imam Ahmad, Atha’ dan sekelompok Fuqaha mewajibkan mendengar jika mendengar. Namun jika tidak mendengar boleh bertasbih atau mendiskusikan ilmu

E.   Shalat jumat bagi musafir
Kebanyakan ulama berpendapat bahwa tidak ada shalat Jum'at bagi usafir, namun apabila musafir tersebut tinggal di suatu daerah yang diadakan shalat Jum'at maka wajib atasnya untuk mengikuti shalat um'at bersama mereka. Ini adalah pendapat imam Malik, imam Syafi'i, Ats-Tsauriy, Ishaq, Abu Tsaur, dll[30]. Dalilnya adalah bahwasanya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam apabila safar (bepergian) tidak shalat Jum'at dalam safarnya, juga ketika Haji Wada' Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam tidak melaksanakan shalat Jum'at dan menggantinya dengan shalat Dhuhur yang dijama' (digabung) dengan Ashar. Demikian pula para Khulafa Ar-Rasyidun (empat khalifah) dan para sahabat lainnya radhiyallahu ‘anhuma serta orang-orang yang setelah mereka apabila safar tidak shalat Jum'at dan menggantinya dengan zhuhur.


DAFTAR KEPUSTAKAAN

Abi Bakar Ahmad Ar-Razy AL-Jashshash, Tafsir Ahkam (Jilid 3) , Daarul Fikr, 1993

Ahmad Mustafa Alfarran, Tafsir Imam Syafi’iy, ALMAHIRA, Jakarta 2008
Ibnu Rusydi, Bidayatul Mujtahid, Asy Syifa, Semarang 1990
Ibnu Qudamah , Al-Mughny (jilid 1), Pustaka Azzam Jakarta 2007
Ibnu Qudamah , Al-Mughny (jilid 3), Pustaka Azzam Jakarta 2007
Imam Abu Bakar Ahmad Ar-Razy Al-Jashshash, Tafsir Ahkam (juz 2), Daarul Fikr
Jalaludin As-Suyuthy, Asbabun Nuzul , Gema Insani,  Jakarta 2008
Muhammad ‘Ali Ash-Shabuny, Shafwah Tafasir (jilid III), Darul Quran Al-Qarim, Beirut-Lebanon 1981
Moh. Rifai, Drs  H. Ilmu Fikih Islam Lengkap, PT Karya Toha Putra Semarang
Umar Abdul Jabbar, Khulashah Nurul Yakin, Maktabah Muhammad Ibnu Ahmad, Surabaya


[1] Jalaludin As-Suyuthy, Asbabun Nuzul , Gema Insani,  Jakarta 2008, hal: 197
[2]  Ibnu Qudamah , Al-Mughny, Pustaka Azzam Jakarta 2007, hal: 691 
[3]  Imam Abu Bakar Ahmad Ar-Razy Al-Jashshash, Tafsir Ahkam (juz 2), Daarul Fikr, hal: 355
[4]  Op. Cit
[5]  Op.Cit
[6] Op. Cit
[7] Op. Cit, hal: 692
[8]  Op. Cit
[9]  Op. Cit, hal: 693
[10] Ibnu Rusydi, Bidayatul Mujtahid, Asy Syifa, Semarang 1990, hal: 351
[11] Ahmad Mustafa Alfarran, Tafsir Imam Syafi’iy, ALMAHIRA, Jakarta 2008, hal: 212
[12]  Op. Cit
[13]  Op. Cit
[14]  Drs  H. Moh. Rifai, Ilmu Fikih Islam Lengkap, PT Karya Toha Putra Semarang, hal: 162
[15] Ibid
[16] Ibnu Rusydi, Op.Cit,hal: 354
[17] Op. cit  
[18] Op. Cit , hal 357
[19]  Jalaludin As-Suyuthy, Asbabun Nuzul , Gema Insani,  Jakarta 2008, hal: 575
[20] Muhammad ‘Ali Ash-Shabuny, Shafwah Tafasir (jilid III), Darul Quran Al-Qarim, Beirut-Lebanon 1981, hal: 380
[21]  Abi Bakar Ahmad Ar-Razy AL-Jashshash, Tafsir Ahkam , Daarul Fikr, 1993, hal: 664
[22]  Umar Abdul Jabbar, Khulashah Nurul Yakin, Maktabah Muhammad Ibnu Ahmad, Surabaya, hal: 4
[23]  Op.Cit 
[24]  Op.Cit, hal: 667
[25] Muhammad ‘Ali Ash-Shabuny, Op.Cit, hal 382
[26] Muhammad ‘Ali Ash-Shabuny, Op.Cit
[27] Ibnu Rusydi, Op.Cit, hal: 329
[28] Op.Cit
[29] Imam Abu Bakar Ahmad Ar-Razy Al-Jashshash, Op.Cit, hal: 670
[30] Ibnu Qudamah, Op.Cit,hal: 216

Tidak ada komentar:

Posting Komentar