Senin, 21 November 2011

kebaikan dan kiblat


BAB I
PENDAHULUAN
          Beberapa waktu yang lalu mencuat kabar bahwa mesjid-mesjid yang ada di Indonesia tidak menghadap kiblat, MUI menyatakan menyatakan bahwa mesjid-mesjid di Indonesia melenceng 30 derajat dari kiblat. Hal ini menimbulkan pro dan kontra ditengah-tengah masyarakat. Ada yang menukar arah shalat dan ada juga yang tetap shalat menghadap arah yang lama
            Masalah kiblat ini telah ada sejak zaman nabi, sejak berpindahnya arah kiblat kaum muslimin dari Bait maqdis Palestina ke Ka’bah Mekah. Namun permasalahan itu tidak seperti permmasalahan sekarang, dizaman nabi kaum muslimin dan ahli kitab mempermasalahkan pemindahan arah kiblat. Sedang dizaman sekarang manusia mempermasalahkan pas atau tidaknya sebuah mesjid menghadap ka’bah, suatu permasalahan yang tidak pernah dipermasalahkan dizaman nabi, sahabat dan salafus-shalih
            Dizaman sekarang manusia terlalu panatik sehingga menyalahkan orang lain tanpa merujuk kepada dasar yang kuat. Pada hal didalam ayat-ayat yang menerangkan kewajiban menghadap ka’bah (Baitullah) tidak ada diserbutkan harus pas menghadap ka’bah, yang diterangkan didalam nash adalah menghadap ke arah masjidil haram (ka’bah). Jadi hanya mengahadap ke arah ka’bah, bukan pas menghadap Ka’bah
            Diantara ayat-ayat yang menerangkan tentang menghadap Ka’bah dalam shalat ini ialah surat Albaqarah ayat 177. Di ayat ini dijelaskan dengan gambling bahwa bukan menghadap kiblat itu substansi dari ajaran islam. Yang baik dan benar-benar islam dan bertakwa adalah orang-orang yang beriman kepada rukun iman yang enam dan melakukan kebaikan terhadap diri sendiri sendiri dan social yang telah ditutunkan oleh Allah




BAB II
PEMBAHASAN
TAFSIR AYAT TENTANG KEBAIKAN DISISI ALLAH

A.  LAFAL SURAT AL-BAQARAH AYAT 177

 }§øŠ©9 §ŽÉ9ø9$# br& (#q9uqè? öNä3ydqã_ãr Ÿ@t6Ï% É-ÎŽô³yJø9$# É>̍øóyJø9$#ur £`Å3»s9ur §ŽÉ9ø9$# ô`tB z`tB#uä «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ̍ÅzFy$# Ïpx6Í´¯»n=yJø9$#ur É=»tGÅ3ø9$#ur z`¿ÍhÎ;¨Z9$#ur tA#uäur tA$yJø9$# 4n?tã ¾ÏmÎm6ãm ÍrsŒ 4n1öà)ø9$# 4yJ»tGuŠø9$#ur tûüÅ3»|¡yJø9$#ur tûøó$#ur È@Î6¡¡9$# tû,Î#ͬ!$¡¡9$#ur Îûur ÅU$s%Ìh9$# uQ$s%r&ur no4qn=¢Á9$# tA#uäur no4qŸ2¨9$# šcqèùqßJø9$#ur öNÏdÏôgyèÎ/ #sŒÎ) (#rßyg»tã ( tûïÎŽÉ9»¢Á9$#ur Îû Ïä!$yù't7ø9$# Ïä!#§ŽœØ9$#ur tûüÏnur Ĩù't7ø9$# 3 y7Í´¯»s9'ré& tûïÏ%©!$# (#qè%y|¹ ( y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd tbqà)­GßJø9$# ÇÊÐÐÈ

B.  TERJEMAHAN AYAT
 Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang bertakwa (QS Al-Baqarah: 177)
C.  TERJEMAHAN MUFRADAT
                        البر   : kebaikan

                        قبل    : menghadap

                        اًمن   : beriman

             المشرق       : timur

            المغرب       : barat[1]

D.  ASBABUN NUZUL
Rasulullah SAW beserta kaum muslimin mula-mula dalam shalatnya menghadap ke arah Masjidil Aqsha di Kota Baitul Maqdis selama 16 bulan[2]. Kemudian pada tahun 2 H I 224 M turunlah perintah Allah supaya dalarn shalat tidak lagi menghadap ke arah Masjidil Aqsha melainkan ke arah Ka'bah. Pemindahan kiblat ini dipersoalkan oleh kaum ahli kitab, maka terjadilah perdebatan yang panjang sampai memuncak antara kaum ahli kitab dan kuam muslimin. Kaum ahli kitab memandang bahwa shalat dengan menghadap kepada selain kiblat mereka (Baitul Maqdis) tidak akan diterima oleh Allah; Sementara kaum muslimin memandang bahwa shalat itu tidak akan diterima oleh Allah kecuali dengan menghadap Ka'bah, yaitu kiblat Nabi Ibrahim leluhur para Nabi. Ditengah-tengah perdebatan itulah lalu ayat ini turun dalam rangka menjelaskan bahwa menghadapkan wajah ke arah kiblat tertentu bukanlah suatu kebajikan yang dimaksud dalam agama, karena kiblat ifu semata-mata untuk memelihara kesadaran bagi orang yang shalat bahwa ia sedang bermunajat kepada Tuhannya, berdoa semata-mata kepada-Nya dengan benar-benar berpaling dari segala sesuafu selain Dia

E.   TAFSIR AYAT
Menurut ajaran Ayat ini, bahwa yang menjadi prinsip kebaiakan bukanlah menghadap kiblat melainkan :

1. Beriman kepadaAllah, hari akhir, para Malaikat, Kitab-Kitab Allah, dan para Rasul
2. Beribadah ritual
3. Beribadah social
4. Menjunjung tinggi kesepakatan
5. Bersabar ketika menghadapi kesempitan, penderitaan, dan ketika bertempur di medan perang.

Dengan demikian, yang dimaksud dengan 'AI Birru" (kebajikan)
adalah segala sesuatu yang dapat mendekatkan kepada Allah, yang terdiri dari
iman, amal shaleh dan akhlaqul karimah. Selanjutnya ayat ini merinci
kebajikan itu sebagai berikut :
1. Beriman kepada Allah
 inilah yang merupakan dasar dan sumber segala kebajikan. Tentu saja Iman kepada Allah itu tidak akan terwujud jika tidak disertai dengan kemantapan hatibeserta sikap tunduk dan patuh kepada Allah, sehingga tidak satu pun nikmat yang dapat membuat timbulnya sikap kufur, dan tidak satu pun ujian dan bencana yang membuat timbulnya sikapkeluh kesah

2. Beriman kepada hari akhir
Iman yang kedua ini menimbulkan kesadaran bahwa di sana akan ada kehidupan lain yang di dalamnya tidak ada lagi tuntutan untukberamal, bekerja dan berkarya, melainhan yang ada hanyalah perhifungan amal beserta pembalasannya. Dengan iman yang kedua ini manusia diharapkan agar selalu berhati-hati dalam beramal dan berbuat, dan tidak berlebihan dalam menaruh harapan kepada segala kenikmatan duniawi yang bersifat sementara ini

3. Beriman kepada para malaikat
Iman yang ketiga ini merupakan dasar keimanan kepada wahyu, terutusnya para Nabi, dan hari akhir. Mengingkari adanya para malaikat berarti juga mengingkari ketiga hal tersebut, karena malaikat pembawa wahyu itulah yang atas izin Allah menyampaikan pengetahuan kepada seorang Nabi tentang segala urusan agama

4. Beriman kepada kitab-kitab samawi
Iman yang keempat ini mendorong timbulnya kepatuhan terhadap segala perintah dan larangan yang terkandung di dalamnya. Karena orang yang sudah yakin bahwa sesuaru itu baik dan bermanfaat pasti akan terdorong untuk melakukannya, dan sebaliknya : orang yang sudah yakin bahwa sesuatu itu jelek dan berbahaya pasti akan terdorong untuk menjauhi dan meninggalkannya

5. Beriman kepada para Nabi
Iman yang kelima ini mendorong timbulnya keinginan untuk mengiluti pefunjuk-petunjulrrya, dan meneladani segala prilakunya, akhlaknya maupun sikap santunnya

6. Memberikan harta yang dicintai kepada :
a. Sanak kerabat yg membutuhkan santunan
mereka' inilah yang paling berhak untuk disantuni. Karena manusia itu atas dasar fitrahnya sendiri pasti ikut menderita jika melihat kondisi kemiskinan di kalangan sanak kerabatnya, lebih-lebih jika salah satu di antara mereka meninggal dunia atau menghilang. Dengan demikian, maka orang yang hidup dalam kondisi yang mapan, lalu suka rnemutuskan hubungan dengan sanak kerabatnya dan enggan membanfu mereka, berarti ia melanggar agama dan fitrahnya sendiri. Karena itu dalam sebuah Hadits disebutkan :
" Sedekahmu kepada orang-orang lslam (pahalanya) satui, tetapi kepada sanak
kerabatmu pahalanya dua". Sebab bersedekah kepada sanak kerabat itu berarti melakukan dua macam amal shaleh : bersedekah itu sendiri dan mempererat hubungan family

b. Anak yatim
karena anakyang hidup dalam kondisi miskin lantaran tidak punya ayah dan tidak punya penghasilan itu sangat membutuhkan kepedulian dan santunan dari orang-orang yang mampu, agar ia tidak semakin buruk kondisinya dan salah asuhan. Jika kondisinya seperti itu dibiarkan, maka dikhawatirkan kelak menjadi orang yang berbahaya bagi dirinya sendiri dan bagi masyarakat luas

c. Orang miskin
yaitu orang yang lemah,dalam usaha untuk mencukupi dirinya sendiri

d. Musafir yg memerlukan pertolongan
musafir adalah orang melakukan perjalananan yang tidak bertujuan untuk berbuat maksiat atau melakukan tindak kejahatan

e. Pengemis
yaitu orang yang terpaksa mengemis lantaran amat sangat miskin, bukan lantaran malas bekerja dalam kondisi masih kuat bekerja

f . Upaya untuk memerdekakan budak
jika dikembangkan lagi maka kebajikan yang satu ini meliputi pemberian santunan kepada para pekerja yang diperas oleh majikannya, terutama pekerja wanita dan anak-anak

7. Mendirikan shalat
Mendirikan shalat dalam arti mengerjakannya dengan cara yang sebaik-baiknya, dan terutna menghayati rahasia maknanya dengan diwujudkan dalarn bentukmenerapkan nilai-nilai akhalqul karimah dan mencegah diri dari berbuat fahsya' (keji) dan munkar

8. Menunaikan zakat
Kebajikan yang satu dalam Al Qur'an selalu dirangkaidengan shalat, karena shalat itu  merupakan lembaga pendidikan jiwa, sedangkan harta merupakan teman pelipur jiwa. Oleh karena itu, mengorbankan harta untuk kepentingan agama dan umat merupakan salah satu sendi pokok dari segala kebajikan, sehingga para sahabat pada masa I{halifah Abu Bakar menyepakati ketentuan hukurm bahwa pam pembangkang zakat wajib ditumpas

9. Menepati janji
baik janji kepada Allah maupun janji kepada sesame manusia dalam urusan yang diridlaioleh Allah

1O. Bersabar dalam kesempitan, penderltaan, dan dalam peperangan
Ketiga kondisi ini dikhususkan bukan berarti selain dalam kondisi tersebut tidak perlu kesabaran. Orang yang mampu bersabar dalam ketiga kondisi itu tenfunya akan lebih bersabar lagi dalam kondisi yang lain

Kesempitan artinva mengalami krisis ekonomi. Jika krisis ekonomi itu sudah demikian parah, maka kebanyakan orang yang mengalaminya mudah menjadi kafir. Penderitaan artinya menderita sakit. Jika sakit itu sudah demikian parah, maka biasanyai menyebabkan orang yang mengalaminya menjadi lemah akhlaknya dan mudah putus asa. Sementara dlrm kondisi peperangan kebanyakan bisa menimbulkan sikap pengecut kemudian lari tunggang langgang meninggalkan medan pertempuran. Orang lebih suka mencarimusuh, tetapi ketika musuh sudah datang dan siap menyerbu ternyata lari ketakutan. Demikian ini menurut ajaran Islam tergolong dosa besaryang sejajar dengan syirik
Kemudian pada akhir ayat di muka ditegaskan bahwa mereka yang mampu menerapkan nilai-nilai kebajikan tersebut di atas dikualifikasikan sebagai orang-orang yang benar imannya, dan dikualifikasikan pula sebagai orang-orang yang bertaqwa

Adapun Menurut tafsir Ibnu Katsir : di Surat Al-Baqarah ayat 177 ini terdapat tiga  Konsep Kebaikan (Birr), dimana bila ke tiga konsep ini terrelisasikan maka InsyaAllah kita termasuk golongan Mu’minin dan Muttaqin yang Haq (Benar-benar beriman dan bertaqwa).
Tiga Konsep Kebaikan itu yaitu :
  1. Al-Birru Fil ‘Aqidah
  2. Al-birru Fil ‘Ibadah
  3. Al-Birru Fil Akhlaq
A.          Al-Birru Fil ‘Aqidah
Di dalam konsep Al-Birru Fil ‘Aqidah ini ada beberapa factor Aqidah yang harus terpenuhi yaitu :

1) .  ‘Aqidah Uluhiyyah
‘Aqidah Uluhiyyah yaitu ‘aqidah tentang ketuhanan dimana dalam kategori aqidah ini di bahas tentang sifat-sifat Allah dan sifat-sipat Rosul.

Sifat-sifat Allah terbagi menjadi tiga, yaitu:
Ø    Sifat yang Wajib bagi Allah
Ø    Sifat yang Mustahil bagi Allah
Ø    Sifat yang Jaiz bagi Allah

2). ‘Aqidah Nabawiyyah
‘Aqidah Nabawiyyah yaitu Aqidah tentang Rosul dan Nabi, pada kategori aqidah Nabawiyyah ini juga di bahas tentang sifat-sifat bagi risul untuk di jadikan cerminan dan suri tauladan yang baik

Sifat-sifat Rosul trbagi menjadi tiga, yaitu:
Ø                                                                                                      Sifat yang wajib bagi Rosul     
Ø    Sifat yang mustahil bagi Rosul
Ø    Sifat yang jaiz bagi Rosul

3). ‘Aqidah Sam’iyyah
‘Aqidah sam’iyyah yaitu aqidah yang berisikan keterangan tentang makhluk ciptaan Allah yang lainnya yang ghaib dan tidfak bisa terlihat dengan mata telanjang, dan juga tentang Surga (Jannah), Neraka (Naarun), ‘Arsy dan rukun iman lainnya

B. Al-Birru Fil ‘Ibadah
Pengertian Ibadah menurut bahasa (Etimologi) adalah: merendahkan diri serta tunduk. Sedangkan menurut syara (terminology) adalah: Sebutan mencakup seluruh apa yang di cintai dan di ridhoi Allah Azza Wajalla baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir ataupun yang batin

C.          Al-Birru Fil Akhlaq
Akhlaq adalah tingkah laku, tindak tanduk seseorang
Imam ghazali membagi Akhlaq menjadi dua[3],yaitu:
·       Akhlaq Mahmudah (akhlaq baik)
·       Akhlaq madzmumah (akhlaq jelek)



BAB III
KESIMPULAN
Firman Allah “Bukanlah menghadapkan wajah kamu dalam shalat ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan”. Maksudnya, kebajikan atau ketaatan yang mengantar kepada kedekatan  kepada Allah bukanlah dalam menghadapkan wajah dalam shalat ke arah timur dan barat tanpa makna, tetapi kebajikan yang seharusnya mendapat perhatian semua pihak adalah yang mengantar kepada kebahagiaan dunia dan akhirat, yaitu keimanan kepada Allah, dan lain-lain yang disebut oleh ayat ini
Tidak keliru jika dikatakan bahwa ayat ini ditujukan kepada Ahl al-Kitab. Mereka bukan saja berkeras untuk tetap menghadap keal- quds Yerussalem di aman tempat Dinding Ratap dan haikal Sulaiman, tetapi juga tidak henti-hentinya mengecam dan mencemoohkan kaum muslimin yang beralih kiblat ke Mekah. Ayat ini seakan-akan berkata kepada mereka “Bukan demikian yang dinamai kebajikan.” Hubungan ayat yang dikemukakan di atas mengisyaratkan pandangan ini. Tetapi ada juga yang berpendapat bahwa ayat ini ditujukan kepada kaum muslimin, ketika mereka menduga bahwa mereka telah meraih harapan mereka dengan dengan beralihnya kiblat ke Mekah. Disini mereka itu diperingatkan oleh ayat ini. Pandangan ini baik, apalagi hingga dewasa ini, masih ada yang menduga bahwa kebahagiaan telah diperoleh hanya dengan sekadar shalat menghadapkan wajah ke arah yang ditetapkan Allah yakni Ka’bah, apakah posisinya ketika itu menjadikan Ka’bah berada di sebelah barat atau timurnya tergantung posisi masing-masing. Bukan hanya itu maknanya. Bias jadi ayat ini bahkan bermakna: Kebajikan bukan itu, jika shalat yang dilaksanakan hanya terbatas pada menghadapkan wajah tanpa makna dan kehadiran kalbu. Bukankah Allah mengancam mereka yang tidak menghayati makna shalatnya?. Firman Allah taala:
Artinya: “Maka celakalah orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, yaitu orang-orang yang berbuat riya dan enggan (menolong dengan) barang berguna” (QS. Al-Ma’un [107]: 4-7)
Namun demikian, pendapat yang lebih baik adalah yang memahami redaksi ayat tersebut ditujukan kepada semua pemeluk agama, karena tujuannya adalah menggarisbawahi kekeliruan banyak di antara mereka yang hanya mengandalkan shalat atau sembahyang saja. Ayat ini bermaksud menegaskan bahwa yang demikian itu bukan kebajikan yang sempurna, atau bukan satu- satunya kebajikan. Akan tetapi sesungguhnya kebajikan sempurna itu ialah orang yang beriman kepada Allah dan hari Kemudian sebenar-benarnya iman, sehingga meresap ke dalam jiwa dan membuahkan amal-amal saleh, percaya juga kepadam alaikat- m alaikat, sebagai makhluk-makhluk yang ditugaskan Allah dengan aneka tugas, tidak membangkang perintah-Nya, juga percaya kepada semuakitab- kitab suci yang diturunkan, khususnya al-Quran, juga percaya kepada seluruh para nabi, manusia-manusia pilihan Tuhan yang diberi wahyu untuk membimbing manusia
Setelah menyebutkan sisi keimanan yang hakikatnya tidak nampak, ayat ini melanjutkan penjelasan tentang contoh-contoh kebajikan sempurna dari sisi yang lahir ke permukaan. Contoh- contoh itu antara lain berupa kesediaan mengorbankan kepentingan pribadi demi orang lain, sehingga bukan hanya memberi harta yang sudah tidak disenangi atau dibutuhkan walaupun ini tidak terlarang tetapi memberikan harta yang dicintainya secara tulus dan demi meraih cinta-Nya kepada kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir yang memerlukan pertolongan, dan orang-orang yang meminta-minta; dan juga memberoi untuk tujuan memerdekakan hamba sahaya, yakni manusia diperjualbelikan, dan atau ditawan oleh musuh, maupun yang hilang kebebasannya akibat penganiayaan,melaksanakan shalat secara benar sesuai syarat, rukun dan sunah-sunahnya, dan menunaikan zakat sesuai ketentuan dan tanpa menunda-nunda, setelah sebelumnya memberikan harta yang dicintainya selain zakat dan orang-orang yang terus menerus menepati janji-nya apabila ia berjanji. Dan adapun yang amat terpuji adalah orang-orang yang sabar yakni tabah, menahan diri dan berjuang dalam mengatasi kesempitan, yakni kesulitan hidup seperti krisis ekonomi;penderitaan, seperti penyakit atau cobaan dan dalam peperangan, yakni ketika perang sedang berkecamuk, mereka itulah orang-orang yang benar, dalam arti sesuai sikap, ucapan, dan perbuatannya dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Syekh Abdus Shamad Palimbani, Hidayatus Salikiin, Serikat Maktabah Madinah, 1353 H
Umar Abdul Aziz, Khulashah Nurul Yaqiin, Maktabah Muhammad Ibnu ahmad, Surabaya (tanpa tahun)
Umar Bakry, Tafsir Madrasy, Daarussalaam, Gontor 1940





[1] Umar Bakry, Tafsir Madrasy, Daarussalaam, Gontor 1940, hal ; 44
[2] Umar Abdul Aziz, Khulashah Nurul Yaqiin, Maktabah Muhammad Ibnu ahmad, Surabaya, hal: 15
[3] Syekh Abdus Shamad Palimbani, Hidayatus Salikiin, Serikat Maktabah Madinah, 1353 H, hal: 201-202

Tidak ada komentar:

Posting Komentar