Selasa, 21 Juli 2020

BAYI TABUNG

BAB II

PEMBAHASAN

A.    Sejarah Singkat Bayi Tabung

Borner berkomentar terhadap penemuan Abbe Lazaric Spallazani pada tahun 1784 yang berhasil untuk pertama kali mengawinkan serangga, binatang amfibi, dan kemudian anjing yang melahirkan tiga ekor anak anjing. Atas keberhasilan ini, Borner berkomentar, “Akan datang waktunya penemuan amat penting ini terjadi pada masyarakat manusia”.

Di Rusia, karena Stalin sangat mencemaskan akibat perang atom, maka ia setuju untuk mendirikan bank ayah atau bank sperma. Tahun 1968, Kruschov memiliki ide, dengan adanya bank sperma dapat mengumpulkan sperma orang-orang yang jenius dalam bidang ilmu pengetahuan, peperangan, sastra, dan lain-lain untuk dikembangbiakan dalam rahim gadis-gadis cantik yang sehat dan memiliki IQ tinggi, agar nantinya lahir generasi jenius.

Di Indonesia, keberhasilan inseminasi buatan ditandai dengan lahirnya Akmal dari pasangan Linda-Soekotjo pada 25 Agustus 1987 dan Dimas Aldila Akmar Sudiar, lahir pada 2 oktober 1988 dari pasangan Wiwik Juwari-Sudirman. Keduanya lahir atas jasa kerja tim Makmal Terpadu Imuno Endilrinologi Fakultas Kedokteran UI. atas keberhasilan ini, Dekan Fakultas Kesehatan ui ketika itu Asri Rasad, mengatakan, “Teknologi ini semata-mata untuk membantu pasangan suami istri yang sulit memperoleh keturunan”.[1]

Dari uraian singkat di atas yang menunjukkan sebuah kemajuan teknologi modern dalam bidang kedokteran, terdapat beberapa tujuan inseminasi yang terjadi pada manusia antara lain untuk memperoleh generasi jenius, menghindari kepunahan manusia, menolong pasangan suami istri untuk mendapatkan anak dan pengembangan dalam bidang teknologi kedokteran.

 

 

 

 

B.     Pengertian Inseminasi Buatan

Inseminasi buatan merupakan terjemahan dari istilah Inggris, yaitu Artifical Insemination. Dalam bahasa Arab disebut dengan al-talqih al-shina’iy ( التَّلْقِيْحُ الصِّنَاعِى ). Dalam bahasa Indonesia orang menyebutnya dengan permainan buatan, pembuahan buatan, atau penghamilan buatan.

Banyak batasan yang dikemukakan oleh para ahli dengan redaksi yang berbeda-beda. Pada pembahasan ini akan mengangkat dua batasan saja. Pertama Djamalin Djanah memberikan pengertian, bayi tabung inseminasi buatan adalah “pekerjaan memasukkan mani ke dalam rahim (kandungan) dengan dengan menggunakan alat khusus agar terjadi pembuahan”. Dr. H. Ali Akbar mendefinisikannya, “Memasukkan sperma ke dalam alat kelamin perempuan tanpa persetubuhan untuk membuahi telur atau ovum wanita”.

Dari dua definisi di atas, dapat diambil pengertian bahwa inseminasi buatan adalah suatu cara atau teknik untuk memperoleh kehamilan tanpa melalui persetubuhan (coitus). Proses kerja inseminasi buatan untuk menghasilkan anak yang dilakukan tanpa persetubuhan dapat menggunakan teknik berikut ini:

1.      Fertilisasi In Vitro (FIV), caranya dengan mengambil sperma suami dan ovum istri, kemudian diproses di vitro (tabung) dan setelah terjadi pembuahan, lalu ditransfer ke wanita. Teknik ini dikenal dengan bayi tabung atau pembuahan di luar tubuh.

2.      Gamet Intra Felopian Tuba (GIFT), dengan cara mengambil spera suami dan ovum istri. Setelah dicampurdan terjadi pembuahan, maka segera ditanam di saluran telur (tuba palupi). Atau dengan kata lain, mempertemukan sel benih (gamet yaitu ovum dan sperma dengan cara menyemprotkan campuran sel benih itu memakai kanul tuba ke dalam ampula). Teknik ini bukan teknik bayi tabung.[2]

Teknik kedua ini lebih alamiah dibanding teknik pertama, sebab sperma hanya bisa membuahi ovum di tuba palupi si ibu sendiri setelah terjadi ejakulasi (pancaran mani) melalui hubungan seksual. Dan tingkat keberhasilannya lebih tinggi dibanding dengan teknik yang pertama.

Secara yuridis formal, pelaksanaan bayi tabung di Indonesia harus selalu mengacu pada Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Undang-Undang ini menjelaskan pelaksanaan program bayi tabung harus dilakukan sesuai dengan norma hukum, agama, kesusilaan dan kesopanan.[3]

Pasangan subur yang tidak mempunyai anak akibat kelainan pada organ reproduksi anak pada wanita. Pengambilan sel telur dilakukan dengan dua cara, yaitu :

  1. Cara pertama: Indung telur di pegang dengan penjepit dan dilakukan pengisapan. Cairan folikel yang berisi sel telur di periksa di mikroskop untuk ditemukan sel telur.
  2. Cara kedua: (USG) folikel yang tampak di layar ditusuk dengan jarum melalui vagina kemudian dilakukan pengisapan folikel yang berisi sel telur seperti pengisapan laparoskopi.[4]

Untuk menjaga keselamatan bayi yang dikandung dari hasil inseminasi buatan, maka hal yang patut dipatuhi oleh wanita adalah menjalankan nasihat dokter ahli. Di antaranya adalah tidak dibenarkan untuk bekerja keras, tidak boleh makan dan minum sesuatu yang mengandung alkohol. Karena kedua jenis makanan yang tersebut terakhir ini dapat berakibat fatal terhadap janin dalam kandungan.

C.    Hukum Bayi Tabung

Upaya inseminasi buatan atau bayi tabung dibolehkan dalam Islam, manakala proses inseminasi tersebut merupakan perpaduan sperma dan ovum yang diperoleh dari suami-istri yang sah (Inseminasi Homolog) yang disebut juga dengan Afficial Insemination Husband (AIH). Akan tetapi apabila inseminasi buatan tersebut diperoleh dari sperma dan ovum yang bukan pasangan suami istri (Inseminasi Heterolog), yang disebut juga dengan Afficial Insemination  Donor (AID) maka hukumnya haram.[5]

1.      Pengambilan Bibit Sel Telur

Pengambilan bibit meliputi pengambilan sel telur (ovum pick up) dan pengambilan/pengeluaran sperma.

Untuk pengambilan bibit sel telur wanita dapat ditempuh dengan dua cara. Pertama, dengan laparoskopi dan USG (ultrasonografi). Cara pertama, indung telur dipegang dengan penjepit dan dilakukan pengisapan. Cairan folikel yang berisi sel telur diperiksa di mikroskop untuk ditemukan sel telur. Adapun cara kedua (USG) folikel yang tampak di layar ditusuk dengan jarum melalui vagina kemudian dilakukan pengisapan folikel yang berisi sel telur seperti pengisapan laparoskopi.

Analisa hukum Islam, bagaimana hukum melihat aurat besar wanita, meraba, dan memasukkan sesuatu pada vagina wanita? Semua aktivitas ini dibutuhkan dalam pengambilan sel telur dari wanita. Untuk menjawab persoalan di atas, sepakat para ulama dari kalangan mazhab, bahwa vagina adalah bagian dari aurat wanita yang paling vital atau disebut aurat besar yang wajib dijaga dan tidak boleh dilihat. Akan tetapi, ketika kondisi darurat seperti untuk kepentingan medis (berobat), termasuk pengambilan sel telur, maka dalam kondisi seperti itu para ulama sepakat aurat wanita boleh untuk dibuka.[6]

Pada proses pengambilan sel telur, seorang dokter tidak bisa melakukannya kecuali harus melihat, meraba, dan memasukkan alat ke dalam aurat besar wanita dalam sebuah ruangan. Menurut hemat penulis, keadaan seperti ini sekali lagi dapat dimasukkan ke dalam darurat, maka orang lain boleh melihat dan memegang aurat besar wanita itu. Mengapa hal ini dapat dikatakan darurat? Sebab belum ditemukan cara lain untuk melihat dan memegang aurat besar wanita dalam proses pengambilan sel telur. Siapa sebaiknya yang harus menangani proses yang tersebut terakhir ini? Tentu lebih baik ditangani oleh dokter perempuan karena akan lebih aman, namun kalau tidak ada, boleh juga dokter laki-laki. Hukum kebolehan melihat aurat perempuan tersebut diperkuat oleh Yusuf Qardhawi yang mengatakan yang mengatakan bahwa dalam keadaan darurat atau hajat melihat dan memegang aurat dibolehkan dengan syarat keamanan dan nafsu dapat dijaga. Hal ini sejalan dengan kaidah ushul fiqih:

اَلْحَاجَةُ تَنْزِلُ مَنْزِلَةَ الضَّرُوْرَةُ تُبِيْحُ الْمِحْظُوْرَاتِ

Artinya:

Kebutuhan yang sangat penting itu diperlakukan seperti keadaan terpaksa (darurat). Dan keadaan darurat itu membolehkan hal-hal yang dilarang”.

2.      Pengeluaran Sperma

Dibanding pengambilan sel telur, pengambilan sperma relatif lebih mudah. Untuk mendapatkan sperma laki-laki dapat ditempuh dengan cara: 1. Istimna’ (onani), 2. Azl (senggama terputus), 3. Diisap dari pelir (testis), 4. Jima’ dengan memakai kondom, 5. Sperma yang ditumpah   kan ke dalam vagina yang disedot cepat dengan spuit, dan 6. Sperma mimpi malam. Di antara kelima cara di atas, cara yang dipandang lebih baik adalah dengan cara onani (masturbasi) yang dilakukan di rumah sakit sebagaimana yang disponsori oleh Universitas Indonesia.

Sekarang bagaimana hukum onani untuk keperluan inseminasi buatan? Islam memandang onani adalah perbuatan yang tidak etis, namun dalam penetapannya terjadi perbedaan pendapat.[7]

Pertama, Ulama Malikiyah, Syafi’iyah, Zaidiyah, mengharamkan secara mutlak berdasarkan ayat Al-Qur’an surah al-Mu’minuun (23) ayat 5-7, di mana Allah memerintahkan manusia untuk menjaga kehormatan kelamin dalam setiap keadaan, kecuali terhadap istri dan budak.

وَٱلَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَٰفِظُونَ (5) إِلَّا عَلَىٰٓ أَزْوَٰجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَٰنُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ (6) فَمَنِ ٱبْتَغَىٰ وَرَآءَ ذَٰلِكَ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْعَادُونَ (7)
Artinya:

Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, Kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. (QS. al-Mu’minuun (23) ayat 5-7)

Kedua, Ulama Hanabilah mengharamkan onani, kecuali khawatir berbuat zina atau terganggu kesehatannya, sedangkan ia tidak punya istri atau tidak mampu kawin. Hal senada juga dikemukakan oleh Yusuf Qardhawi.

Ketiga, Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa istimna’ pada prinsipnya diharamkan, namun istimna’ dibolehkan dalam keadaan tertentu, jika dikhawatirkan jatuh kepada perbuatan zina. Hal ini didasari oleh kaidah ushul:

إِرْتِكَابُ أَخَفِّ الضَّرُوْرَيْنِ

Artinya:

Wajib menempuh bahaya yang lebih ringan di antara dua bahaya”.

 

D.    Asal dan Tempat Penanaman Bibit

1.      Bibit dari Pasangan Suami Istri yang sah (Inseminasi Homolog)

Jumhur ulama membolehkan inseminasi buatan yang berasal dari bibit suami dan istri. Yakni dengan mengambil sel telur dan sel sperma suami istri tersebut lalu kemudian menyuntikkan kembali bibit tersebut ke Rahim sang ibu.

Akan tetapi muncul persoalan baru, bagaiman dengan hukum pembuahan diluar Rahim yang bibitnya dari pasangan suami istri yang sah, kemudian dititipkan ke Rahim wanita lain yang bukan istrinya? Menurut pendapat Dr. Ali Akbar, hukumnya boleh dan tidak termasuk zina karena berasal dari sperma dan ovum suami istri yang sah kemudian dititipkan ke dalam Rahim perempuan lain. Karena yang ditanamkan pada Rahim orang lain itu adalah sperma dan ovum yang sudah bercampur terlebih dahulu sehingga efeknya hanya menitipkan embrio untuk memperoleh kehidupan, yaitu makanan untuk menjadi bayi yang sempurna.

Pendapat ini haruslah diberi catatan. Dibolehkannya menitipkan sperma suami istri yang telah terjadi proses pembuahan ke Rahim perempan lain itu jika memang si istri dinyatakan secara medis tidak bisa mengandung atau kalaupun bisa akan berbahaya, maka wanita lain itu hanya berfungsi sebagai ibu titipan saja sebagai tempat kelangsungan perkembangbiakan embrio. Akinat hukumnya maka wanita yang dititipi (ibu rental) tidak ada kaitan hukum apa-apa dengan embrio yang sudah berkembang. Dari sini, inseminasi model ini tidak merusak nasab karena bibit tetap dari suami istri. Namun, efek negative yang ditimbulkannya juga harus dikendalikan, yaitu akan munculnya ibu sewaan, munculnya istri-istri yang diremehkan kodratnya (karena tidak bisa hamil), kemungkinan ingkar janji oleh ibu rental seperti, anak yang dilahirkan tidak dikembalikan kepada yang menitipkan, kurangnya kasih saying, dn sebagainya.[8]

2.      Bibit bukan dari pasangan suami istri (Heterolog) dan akibat hukumnya

Inseminasi buatan yang berasal dari bantuan donor sperma, jumhur ulama menghukuminya haram karena sama hukumnya dengan zina yang akan mencampuradukkan nasab dan sebagai akibat hukumnya anak tersebut tidak sah dan nasabnya hanya berhubungan dengan ibu yang melahirkannya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

KESIMPULAN

Inseminasi buatan atau bayi tabung adalah suatu usaha yang dilakukan oleh pasangan suami istri memperoleh keturunan dengan pembuahan dalam tabung tampa melakukan hubungan suami istri.

Proses bayi tabung adalah proses dimana sel telur wanita dan sel sperma pria diambil untuk menjalani proses pembuahan. Proses pembuahan sperma dengan ovum dipertemukan di luar kandungan pada satu tabung yang dirancang secara khusus. Setelah terjadi pembuahan lalu menjadi zygot kemudian dimasukkan ke dalam rahim sampai dilahirkan.

Hukum inseminasi buatan adalah boleh jika bibit tersebut diperoleh sari sepasang suami istri yang sah dan kemudian dikandung oleh istri yang sah itu pula. Akan tetapi jika bibit yang diperoleh tidak dari suami istri yang sah maka hukumnya haram.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR KEPUSTAKAAN

 

Idris, Muh. Bayi Tabung Dalam Pandangan Islam. Jurnal Al-‘Adl. Vol. 12 No. 1, Januari 2019.

Mahjuddin. 2012. Masail Al-Fiqh. Jakarta : Kalam,

Mariso, James Hokkie. Analisis Yuridis Tentang Upaya Kehamilan Diluar Cara Alamiah (Inseminasi Buatan) Menurut Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Lex Et Societatis Vol. VI/No. 6/Agust/2018.

Shidiq, Sapiudin. 2017. Fikih Kontemporer. Jakarta. Kencana


[1] Sapiudin Shidiq, Fikih Kontemporer, Jakarta, Kencana, 2017, hh. 109-110.

[2] Ibid., h. 111.

[3] James Hokkie Mariso, Analisis Yuridis Tentang Upaya Kehamilan Diluar Cara Alamiah (Inseminasi Buatan) Menurut Undangundang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Lex Et Societatis Vol. VI/No. 6/Agust/2018, h. 140.

[4]  Muh. Idris, Bayi Tabung Dalam Pandangan Islam, Jurnal Al-‘Adl, Vol. 12 No. 1, Januari 2019, h. 66.

[5] Mahjuddin, Masail Al-Fiqh, Jakarta : Kalam, 2012, h. 13.

[6] Op. Cit., Sapiudin Shidiq, h. 113.

[7] Ibid., h. 114.

[8] Ibid., h. 115-116.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar