BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Singkat Bayi Tabung
Borner
berkomentar terhadap penemuan Abbe Lazaric Spallazani pada tahun 1784 yang
berhasil untuk pertama kali mengawinkan serangga, binatang amfibi, dan kemudian
anjing yang melahirkan tiga ekor anak anjing. Atas keberhasilan ini, Borner
berkomentar, “Akan datang waktunya penemuan amat penting ini terjadi pada
masyarakat manusia”.
Di
Rusia, karena Stalin sangat mencemaskan akibat perang atom, maka ia setuju
untuk mendirikan bank ayah atau bank sperma. Tahun 1968, Kruschov memiliki ide,
dengan adanya bank sperma dapat mengumpulkan sperma orang-orang yang jenius
dalam bidang ilmu pengetahuan, peperangan, sastra, dan lain-lain untuk
dikembangbiakan dalam rahim gadis-gadis cantik yang sehat dan memiliki IQ
tinggi, agar nantinya lahir generasi jenius.
Di
Indonesia, keberhasilan inseminasi buatan ditandai dengan lahirnya Akmal dari
pasangan Linda-Soekotjo pada 25 Agustus 1987 dan Dimas Aldila Akmar Sudiar,
lahir pada 2 oktober 1988 dari pasangan Wiwik Juwari-Sudirman. Keduanya lahir
atas jasa kerja tim Makmal Terpadu Imuno Endilrinologi Fakultas Kedokteran UI. atas
keberhasilan ini, Dekan Fakultas Kesehatan ui ketika itu Asri Rasad,
mengatakan, “Teknologi ini semata-mata untuk membantu pasangan suami istri yang
sulit memperoleh keturunan”.[1]
Dari
uraian singkat di atas yang menunjukkan sebuah kemajuan teknologi modern dalam
bidang kedokteran, terdapat beberapa tujuan inseminasi yang terjadi pada
manusia antara lain untuk memperoleh generasi jenius, menghindari kepunahan
manusia, menolong pasangan suami istri untuk mendapatkan anak dan pengembangan
dalam bidang teknologi kedokteran.
B.
Pengertian Inseminasi Buatan
Inseminasi
buatan merupakan terjemahan dari istilah Inggris, yaitu Artifical
Insemination. Dalam bahasa Arab disebut dengan al-talqih al-shina’iy (
التَّلْقِيْحُ
الصِّنَاعِى ). Dalam bahasa Indonesia orang menyebutnya dengan permainan
buatan, pembuahan buatan, atau penghamilan buatan.
Banyak
batasan yang dikemukakan oleh para ahli dengan redaksi yang berbeda-beda. Pada
pembahasan ini akan mengangkat dua batasan saja. Pertama Djamalin Djanah
memberikan pengertian, bayi tabung inseminasi buatan adalah “pekerjaan
memasukkan mani ke dalam rahim (kandungan) dengan dengan menggunakan alat
khusus agar terjadi pembuahan”. Dr. H. Ali Akbar mendefinisikannya, “Memasukkan
sperma ke dalam alat kelamin perempuan tanpa persetubuhan untuk membuahi telur
atau ovum wanita”.
Dari
dua definisi di atas, dapat diambil pengertian bahwa inseminasi buatan adalah
suatu cara atau teknik untuk memperoleh kehamilan tanpa melalui persetubuhan (coitus).
Proses kerja inseminasi buatan untuk menghasilkan anak yang dilakukan tanpa
persetubuhan dapat menggunakan teknik berikut ini:
1.
Fertilisasi In Vitro (FIV),
caranya dengan mengambil sperma suami dan ovum istri, kemudian diproses di
vitro (tabung) dan setelah terjadi pembuahan, lalu ditransfer ke wanita. Teknik
ini dikenal dengan bayi tabung atau pembuahan di luar tubuh.
2.
Gamet Intra Felopian Tuba (GIFT), dengan cara mengambil spera suami dan ovum istri.
Setelah dicampurdan terjadi pembuahan, maka segera ditanam di saluran telur
(tuba palupi). Atau dengan kata lain, mempertemukan sel benih (gamet yaitu ovum
dan sperma dengan cara menyemprotkan campuran sel benih itu memakai kanul tuba
ke dalam ampula). Teknik ini bukan teknik bayi tabung.[2]
Teknik
kedua ini lebih alamiah dibanding teknik pertama, sebab sperma hanya bisa
membuahi ovum di tuba palupi si ibu sendiri setelah terjadi ejakulasi (pancaran
mani) melalui hubungan seksual. Dan tingkat keberhasilannya lebih tinggi
dibanding dengan teknik yang pertama.
Secara
yuridis formal, pelaksanaan bayi tabung di Indonesia harus selalu mengacu pada
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Undang-Undang ini
menjelaskan pelaksanaan program bayi tabung harus dilakukan sesuai dengan norma
hukum, agama, kesusilaan dan kesopanan.[3]
Pasangan
subur yang tidak mempunyai anak akibat kelainan pada organ reproduksi anak pada
wanita. Pengambilan sel telur dilakukan dengan dua cara, yaitu :
- Cara pertama: Indung telur di pegang
dengan penjepit dan dilakukan pengisapan. Cairan folikel yang berisi sel
telur di periksa di mikroskop untuk ditemukan sel telur.
- Cara kedua: (USG) folikel yang tampak di
layar ditusuk dengan jarum melalui vagina kemudian dilakukan pengisapan
folikel yang berisi sel telur seperti pengisapan laparoskopi.[4]
Untuk
menjaga keselamatan bayi yang dikandung dari hasil inseminasi buatan, maka hal
yang patut dipatuhi oleh wanita adalah menjalankan nasihat dokter ahli. Di
antaranya adalah tidak dibenarkan untuk bekerja keras, tidak boleh makan dan
minum sesuatu yang mengandung alkohol. Karena kedua jenis makanan yang tersebut
terakhir ini dapat berakibat fatal terhadap janin dalam kandungan.
C.
Hukum Bayi Tabung
Upaya inseminasi buatan atau bayi tabung dibolehkan
dalam Islam, manakala proses inseminasi tersebut merupakan perpaduan sperma dan
ovum yang diperoleh dari suami-istri yang sah (Inseminasi Homolog) yang
disebut juga dengan Afficial Insemination Husband (AIH). Akan tetapi
apabila inseminasi buatan tersebut diperoleh dari sperma dan ovum yang bukan
pasangan suami istri (Inseminasi Heterolog), yang disebut juga dengan Afficial
Insemination Donor (AID) maka
hukumnya haram.[5]
1.
Pengambilan Bibit Sel Telur
Pengambilan bibit
meliputi pengambilan sel telur (ovum pick up) dan
pengambilan/pengeluaran sperma.
Untuk
pengambilan bibit sel telur wanita dapat ditempuh dengan dua cara. Pertama,
dengan laparoskopi dan USG (ultrasonografi). Cara pertama, indung
telur dipegang dengan penjepit dan dilakukan pengisapan. Cairan folikel yang
berisi sel telur diperiksa di mikroskop untuk ditemukan sel telur. Adapun cara
kedua (USG) folikel yang tampak di layar ditusuk dengan jarum melalui vagina
kemudian dilakukan pengisapan folikel yang berisi sel telur seperti pengisapan laparoskopi.
Analisa hukum
Islam, bagaimana hukum melihat aurat besar wanita, meraba, dan memasukkan
sesuatu pada vagina wanita? Semua aktivitas ini dibutuhkan dalam pengambilan
sel telur dari wanita. Untuk menjawab persoalan di atas, sepakat para ulama
dari kalangan mazhab, bahwa vagina adalah bagian dari aurat wanita yang paling
vital atau disebut aurat besar yang wajib dijaga dan tidak boleh dilihat. Akan
tetapi, ketika kondisi darurat seperti untuk kepentingan medis (berobat),
termasuk pengambilan sel telur, maka dalam kondisi seperti itu para ulama sepakat
aurat wanita boleh untuk dibuka.[6]
Pada proses
pengambilan sel telur, seorang dokter tidak bisa melakukannya kecuali harus
melihat, meraba, dan memasukkan alat ke dalam aurat besar wanita dalam sebuah
ruangan. Menurut hemat penulis, keadaan seperti ini sekali lagi dapat
dimasukkan ke dalam darurat, maka orang lain boleh melihat dan memegang aurat
besar wanita itu. Mengapa hal ini dapat dikatakan darurat? Sebab belum
ditemukan cara lain untuk melihat dan memegang aurat besar wanita dalam proses
pengambilan sel telur. Siapa sebaiknya yang harus menangani proses yang
tersebut terakhir ini? Tentu lebih baik ditangani oleh dokter perempuan karena
akan lebih aman, namun kalau tidak ada, boleh juga dokter laki-laki. Hukum
kebolehan melihat aurat perempuan tersebut diperkuat oleh Yusuf Qardhawi yang
mengatakan yang mengatakan bahwa dalam keadaan darurat atau hajat melihat dan
memegang aurat dibolehkan dengan syarat keamanan dan nafsu dapat dijaga. Hal
ini sejalan dengan kaidah ushul fiqih:
اَلْحَاجَةُ تَنْزِلُ مَنْزِلَةَ الضَّرُوْرَةُ تُبِيْحُ
الْمِحْظُوْرَاتِ
Artinya:
“Kebutuhan yang sangat penting itu diperlakukan seperti keadaan
terpaksa (darurat). Dan keadaan darurat itu membolehkan hal-hal yang dilarang”.
2.
Pengeluaran Sperma
Dibanding pengambilan
sel telur, pengambilan sperma relatif lebih mudah. Untuk mendapatkan sperma
laki-laki dapat ditempuh dengan cara: 1. Istimna’ (onani), 2. Azl
(senggama terputus), 3. Diisap dari pelir (testis), 4. Jima’ dengan
memakai kondom, 5. Sperma yang ditumpah kan
ke dalam vagina yang disedot cepat dengan spuit, dan 6. Sperma mimpi
malam. Di antara kelima cara di atas, cara yang dipandang lebih baik adalah
dengan cara onani (masturbasi) yang dilakukan di rumah sakit sebagaimana yang
disponsori oleh Universitas Indonesia.
Sekarang
bagaimana hukum onani untuk keperluan inseminasi buatan? Islam memandang onani
adalah perbuatan yang tidak etis, namun dalam penetapannya terjadi perbedaan
pendapat.[7]
Pertama, Ulama Malikiyah, Syafi’iyah, Zaidiyah, mengharamkan secara mutlak
berdasarkan ayat Al-Qur’an surah al-Mu’minuun (23) ayat 5-7, di mana
Allah memerintahkan manusia untuk menjaga kehormatan kelamin dalam setiap
keadaan, kecuali terhadap istri dan budak.
وَٱلَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَٰفِظُونَ (5)
إِلَّا عَلَىٰٓ أَزْوَٰجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَٰنُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ
مَلُومِينَ (6) فَمَنِ ٱبْتَغَىٰ وَرَآءَ ذَٰلِكَ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ
ٱلْعَادُونَ (7)
Artinya:
Dan orang-orang yang menjaga
kemaluannya, Kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka
miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa
mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. (QS. al-Mu’minuun (23) ayat 5-7)
Kedua, Ulama Hanabilah mengharamkan onani, kecuali khawatir berbuat zina
atau terganggu kesehatannya, sedangkan ia tidak punya istri atau tidak mampu
kawin. Hal senada juga dikemukakan oleh Yusuf Qardhawi.
Ketiga, Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa istimna’ pada prinsipnya
diharamkan, namun istimna’ dibolehkan dalam keadaan tertentu, jika
dikhawatirkan jatuh kepada perbuatan zina. Hal ini didasari oleh kaidah ushul:
إِرْتِكَابُ أَخَفِّ الضَّرُوْرَيْنِ
Artinya:
“Wajib menempuh bahaya yang lebih ringan di antara dua bahaya”.
D. Asal dan
Tempat Penanaman Bibit
1. Bibit dari Pasangan Suami Istri yang sah
(Inseminasi Homolog)
Jumhur ulama
membolehkan inseminasi buatan yang berasal dari bibit suami dan istri. Yakni
dengan mengambil sel telur dan sel sperma suami istri tersebut lalu kemudian menyuntikkan
kembali bibit tersebut ke Rahim sang ibu.
Akan tetapi
muncul persoalan baru, bagaiman dengan hukum pembuahan diluar Rahim yang
bibitnya dari pasangan suami istri yang sah, kemudian dititipkan ke Rahim
wanita lain yang bukan istrinya? Menurut pendapat Dr. Ali Akbar, hukumnya boleh
dan tidak termasuk zina karena berasal dari sperma dan ovum suami istri yang
sah kemudian dititipkan ke dalam Rahim perempuan lain. Karena yang ditanamkan
pada Rahim orang lain itu adalah sperma dan ovum yang sudah bercampur terlebih
dahulu sehingga efeknya hanya menitipkan embrio untuk memperoleh kehidupan,
yaitu makanan untuk menjadi bayi yang sempurna.
Pendapat ini
haruslah diberi catatan. Dibolehkannya menitipkan sperma suami istri yang telah
terjadi proses pembuahan ke Rahim perempan lain itu jika memang si istri
dinyatakan secara medis tidak bisa mengandung atau kalaupun bisa akan
berbahaya, maka wanita lain itu hanya berfungsi sebagai ibu titipan saja
sebagai tempat kelangsungan perkembangbiakan embrio. Akinat hukumnya maka
wanita yang dititipi (ibu rental) tidak ada kaitan hukum apa-apa dengan embrio
yang sudah berkembang. Dari sini, inseminasi model ini tidak merusak nasab
karena bibit tetap dari suami istri. Namun, efek negative yang ditimbulkannya
juga harus dikendalikan, yaitu akan munculnya ibu sewaan, munculnya istri-istri
yang diremehkan kodratnya (karena tidak bisa hamil), kemungkinan ingkar janji
oleh ibu rental seperti, anak yang dilahirkan tidak dikembalikan kepada yang
menitipkan, kurangnya kasih saying, dn sebagainya.[8]
2. Bibit bukan dari pasangan suami istri
(Heterolog) dan akibat hukumnya
Inseminasi
buatan yang berasal dari bantuan donor sperma, jumhur ulama menghukuminya haram
karena sama hukumnya dengan zina yang akan mencampuradukkan nasab dan sebagai
akibat hukumnya anak tersebut tidak sah dan nasabnya hanya berhubungan dengan
ibu yang melahirkannya.
BAB III
KESIMPULAN
Inseminasi buatan atau bayi tabung adalah suatu usaha yang dilakukan oleh pasangan suami
istri memperoleh keturunan dengan pembuahan dalam tabung tampa melakukan
hubungan suami istri.
Proses
bayi tabung adalah proses dimana sel telur wanita dan sel sperma pria diambil
untuk menjalani proses pembuahan. Proses pembuahan sperma dengan ovum
dipertemukan di luar kandungan pada satu tabung yang dirancang secara khusus.
Setelah terjadi pembuahan lalu menjadi zygot kemudian dimasukkan ke dalam rahim
sampai dilahirkan.
Hukum inseminasi buatan adalah boleh jika bibit
tersebut diperoleh sari sepasang suami istri yang sah dan kemudian dikandung
oleh istri yang sah itu pula. Akan tetapi jika bibit yang diperoleh tidak dari
suami istri yang sah maka hukumnya haram.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Idris, Muh. Bayi Tabung Dalam Pandangan Islam. Jurnal Al-‘Adl. Vol. 12 No. 1,
Januari 2019.
Mahjuddin. 2012. Masail Al-Fiqh. Jakarta : Kalam,
Mariso, James
Hokkie. Analisis
Yuridis Tentang Upaya Kehamilan Diluar Cara Alamiah (Inseminasi Buatan) Menurut
Undang-undang
Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Lex
Et Societatis Vol. VI/No. 6/Agust/2018.
[1] Sapiudin Shidiq, Fikih Kontemporer, Jakarta, Kencana, 2017, hh. 109-110.
[2] Ibid., h. 111.
[3] James Hokkie
Mariso, Analisis Yuridis Tentang Upaya Kehamilan Diluar Cara Alamiah
(Inseminasi Buatan) Menurut Undangundang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Lex Et Societatis Vol. VI/No. 6/Agust/2018, h. 140.
[4] Muh. Idris, Bayi Tabung Dalam Pandangan Islam, Jurnal Al-‘Adl, Vol. 12 No. 1, Januari 2019, h. 66.
[5] Mahjuddin, Masail Al-Fiqh, Jakarta : Kalam, 2012, h. 13.
[6] Op. Cit., Sapiudin Shidiq, h. 113.
[7] Ibid., h. 114.
[8] Ibid., h. 115-116.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar