Jumat, 17 Juli 2020

PRODUKSI DAN HAK MILIK DALAM ISLAM

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Produksi

Dalam al-Qur’an Surah Nuh ayat 37 yang artinya: Dan buatlah bahtera itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu Kami, dan janganlah kamu bicarakan dengan aku tentang orangorang yang zalim itu; Sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan. (Q.S. Hud: 37).
Ayat di atas menginterprestasikan bahwa pada zaman nabi Nuh a.s, Allah telah memerintahkan beliau untuk membuat bahtera/kapal yang akan dipergunakan oleh nabi Nuh beserta ummatnya yang beriman untuk berlayar.1 Membuat bahtera, termasuk dalam kategori produksi. Oleh karena melewati proses produksi, yakni input-proses-output. Proses ini berlangsung dengan pengelolaan sumber daya alam (kayu) yang pada awalnya masih berupa papan/balok, namun setelah diolah dan digabungkan, kemudian terbentuklah bahtera yang memberi manfaat atau nilai tambah.2
Dengan demikian, peran manusia sebagai khalifatullah fi al-ardh adalah sebagai pengelola/ produsen atas segala yang terdampar di muka bumi untuk memaksimalkan fungsi dan kegunannya secara efisien dan optimal sehingga kesejahteraan dan keadilan dapat ditegakkan.3
Produksi merupakan hasil akhir dari proses aktivitas ekonomi dengan memanfaatkan beberapa masukan atau input.4 Proses produksi merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh manusia untuk menghasilkan barang-barang (hasil produk) dalam memenuhi kebutuhan hidup, dengan motif (latar belakang) yang berbeda-beda, antara lain misalnya motif ekonomi, yang berorientasi pada keuntungan (profit), motif sosial kemanusian, yaitu kegiatan produksi dilakukan karena adanya manfaat positif dan tidak menimbulkan kerusakan moral (etika) bagi masyarakat, dan motif politik, yaitu kegiatan
1 Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka), Tafsir al-Azhar, Jilid IV, Jakarta, Gema Insani, 2015, h. 553
2 Mujetaba Mustafa, “Konsep Produksi dan Konsumsi dalam AlQur’an”, Al-Amwal, Vol. 1, No. 2 September (2016)
3 Choirul Huda, Ekonomi Islam, (Semarang: CV. Karya Abadi Jaya, 2015), h. 50
4 Avi Budi Setiawan dan Sicihatiningsih Dian Wisika Prajanti, 2011, Analaisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Usaha Tani Jagung Di Kabupaten Grobongan Tahun 2008, Jurnal JEJAK, Vol. 4, No. 1, Maret, h. 71
5
produksi dilakukan berkaitan dengan adanya kebutuhan negara atas suatu barang produksi sebagai pendukung ketahanan dan stabilitas pemerintahan.5
Produksi dalam ekonomi Islam merupakan setiap bentuk aktivitas yang dilakukan untuk mewujudkan manfaat atau menambahkannya dengan cara mengeksplorasi sumber-sumber ekonomi yang disediakan Allah SWT sehingga menjadi maslahat, untuk memenuhi kebutuhan manusia, oleh karenanya aktifitas produksi hendaknya berorientasi pada kebutuhan masyarakat luas. Sistem produksi berarti merupakan rangkaian yang tidak terpisahkan dari prinsip produksi serta faktor produksi.
Prinsip produksi dalam Islam berarti menghasilkan sesuatu yang halal yang merupakan akumulasi dari semua proses produksi mulai dari sumber bahan baku sampai dengan jenis produk yang dihasilkan baik berupa barang maupun jasa.6 Tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.7 Sejalan dengan pandangan di atas, dalam perspektif ekonomi Islam, produksi mengerucut kepada manusia dan eksistensinya. Produksi tidak hanya terpaku pada penambahan utilitas suatu produk, namun juga ditujukan untuk pemenuhan kebutuhan yang didasarkan atas kemaslahatan.8
Maslahah dalam perilaku produsen terdiri atas dua komponen, yaitu manfaat dan berkah. Dimana manfaat diperoleh melalui keuntungan materi, sedangkan berkah bersifat abstrak dan tidak secara langsung berwujud materi. Berkah akan diperoleh apabila produsen menerapkan prinsip dan nilai Islam dalam kegiatan produksinya.9 Pemikiran terhadap produksi Islami pada dasarnya sudah terbentuk pada masa Rasulullah. Pelaksanaan aktivitas ekonomi tersebut dilandaskan atas standar moral masyarakat yang selaras dengan tujuan agama.10
5 Naili Rahmawati, Modal Produksi Dalam Konsep Ekonomi Islam, Penulis Staf Pengajar pada Fakultas IAIN Mataram, h. 3
6 Muhammad Turmudi, Produksi dalam Perspektif Ekonomi Islam, Jurnal ISLAMADINA, 2017, Vol. 18, No. 1, Maret, h. 39
7 Jay Heizer dan Barry Render. Manajemen Operasi. Jakarta: Salemba, 2009, h. 55
8 Dewan Pengurus Nasional FORDEBI & ADESY, Ekonomi, h. 249
9 Rozalinda, Ekonomi Islam; Teori Dan Aplikasinya Pada Aktivitas Ekonomi, Jakarta: Rajawali Pers, 2014, h. 12
10 Muhammad Nejatullah Siddiqi, Kegiatan Ekonomi dalam Islam, terj. Anas Sidik, Jakarta: Sinar Grafika Offset, 1996, h. 13-14
6
B. Faktor Produksi dalam Islam
Faktor produksi adalah segala sesuatu yang dibutuhkan oleh produsen sebagai input untuk memproduksi barang siap pakai. Untuk memproduksi suatu barang, produsen membutuhkan lahan tempat berproduksi, tenaga kerja yang akan menjalankan proses produksi, tenaga kerja yang akan menjalankan proses produksi, modal, dan kemampuan untuk mengelola semua itu yang disebut dengan kewirausahaan. 11
Pada praktiknya produksi tidak berdiri sendiri, melainkan membutuhkan faktor penunjang berupa faktor-faktor produksi.12 Semua unsur yang menopang usaha penciptaan nilai atau usaha memperbesar nilai barang disebut sebagai faktor-faktor produksi.13 Sehingga, pada akhirnya dia mengajukan unsur produktivitas (productivity), kemampuan melakukan produksi dan keterampilan dan kecakapan melakukan produksi (enterpreunership) sebagai faktor produksi perspektif Islam.14
1. Tanah
Tanah sebagai faktor produksi mencakup semua sumber daya alam yang digunakan dalam proses produksi, baik yang ada di atas permukaan bumi maupun yang terkandung dalam bumi itu sendiri. Marshall mendefinisikan tanah sebagai material dan kekuatan yang diberikan oleh alam secara non ekonomis untuk membantu manusia, termasuk tanaman dan air, udara, cahaya dan panas. Ekonomi Islam mengakui tanah sebagai faktor ekonomi untuk dimanfaatkan secara maksimal demi mencapai kesejahteraan ekonomi sesuai dengan ketentuan syari’at.
Menelaah perkembangan historis ekonomi Islam pada masa Rasulullah saw. dan sahabat ditemukan data yang mendukung bahwa Rasulullah telah berhasil memberikan dorongan kepada para sahabat dan kaum muslimin agar mereka menciptakan kehidupan yang produktif dengan memberdayakan tanah (ihya al-mawat) sebagai sumberdaya bagi kemakmuran rakyat.15 Hal tersebut dimaksudkan untuk memberi dorongan kepada seseorang dalam mengembangkan (mengelola) tanah. Islam juga
11 Alam S, Ekonomi Untuk SMA dan Ma Kelas X, Penerbit Esis, h. 53
12 Sri Wahyuni, Teori Konsumsi dan Produksi dalam Perspektif Ekonomi Islam, Akuntabel, Vol. 10, No. 1, Maret, 2013, h. 77
13 Suherman Rosyidi, Pengantar Teori Ekonomi Pendekatan kepada Teori Ekonomi Mikro dan Makro, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006, h. 55
14 Dede Nurohman, Memahami Dasar-Dasar Ekonomi Islam, Yogyakarta : Sukses Offset, 2011, h. 115
15 Rustam Effendi, Produksi dalam Islam, Yogyakarta: Magistra Insani Press, 2003, h. 40
7
membolehkan pemilik tanah menggunakan sumber-sumber alam yang lain sebagai bahan produksi.16
2. Tenaga kerja
Tenaga kerja merupakan faktor produksi yang diakui oleh setiap sistem ekonomi baik ekonomi Islam, kapitalis dan sosialis. Tenaga kerja didefinisikan sebagai usaha jasmani atau rohani untuk memuaskan suatu kebutuhan.17 Tenaga kerja merupakan salah satu faktor penting dalam produksi kekayaan suatu Negara tidak dapat dimanfaatkan, kecuali digali dan dijadikan sesuatu yang lebih berguna dan produktif oleh tenaga kerja.
Allah berfirman dalam Surat al-Ahqaf: 19. Yang artinya: Dan bagi masing-masing mereka derajat menurut apa yang telah mereka kerjakan dan agar Allah mencukupkan bagi mereka (balasan) pekerjaan-pekerjaan mereka sedang mereka tiada dirugikan.(Q.S al-Ahqaf ayat 19).
Surat al-Ahqaf ayat 19 di atas menginterpretasikan bahwa Allah meletakkan makanan dari rezeki Allah SWT setelah berjalan di bumi. Siapa yang berjalan dan berusaha maka dialah orang yang berhak memakan rezeki Tuhan, dan yang berdiam diri dan malas tidak akan mendapatkan walaupun hanya sesuap nasi.
3. Modal
Semua benda yang menghasilkan pendapatan selain tanah harus dianggap sebagai modal termasuk barang-barang milik umum. Modal merupakan asset yang digunakan untuk membantu distribusi asset yang berikutnya. Modal dapat memberikan kepuasan pribadi dan membantu untuk menghasilkan kekayaan yang lebih banyak. Islam mengatur pengelolaan modal sedemikian rupa dengan seadil-adilnya, melindungi kepentingan orang miskin dan orang. Beberapa ketentuan hukum Islam mengenai modal dikemukakan oleh A. Muhsin Sulaiman dalam Rustam Effendi, sebagai berikut:
a) Islam mengharamkan penimbunan modal.
b) Modal tidak boleh dipinjam dan meminjamkan dengan cara riba.
c) Modal harus didapatkan dengan cara yang sama dengan mendapatkan hak milik.
d) Modal yang mencapai nisab, zakatnya wajib dikeluarkan.
16 Muhammad, Ekonomi Mikro dalam perspektif Islam, Yogyakarta: BPFE, 2004, h. 56
17 Soemitro, Pengantar Ekonomi dan Ekonomi Pancasila, Bandung: Eresco, 1983, h. 9
8
e) Modal tidak boleh digunakan untuk memproduksi dengan cara boros.
f) Pembayaran gaji buruh/pekerja harus sesuai dengan ketentuan gaji dalam Islam
Dalam masalah modal, ekonomi Islam memandang modal harus bebas dari bunga. Mannan berpendapat, bahwa modal adalah sarana produksi yang menghasilkan, bukan sebagai faktor produksi pokok, melainkan sebagai sarana untuk mengadakan tanah dan tenaga kerja.
4. Organisasi
Organisasi adalah seorang yang berinisiatif merencanakan, memandu dan menyusun seluruh perusahaan disebut pioner atau usahawan. Keseluruhan kerja, merencanakan dan mengarahkan adalah kerja organisasi. Muhammad mendefinisikan organisasi sebagai upaya sejak mulai timbulnya ide usaha dan barang apa yang ingin diproduksi, berapa, dan kwalitasnya bagaimana dalam angan-angan manager, kemudian ide tersebut dipikirkannya dan dicarikan apa saja keperluan yang termasuk dalam faktor-faktor produksi sebelumnya, dengan tahapan sebagai berikut:
a) Memiliki perencanaan yang baik.
b) Mempunyai tujuan bersama,
c) Terdapat pembagian kerja dengan mengalokasikan sumber daya alam dan menetapkan prosedur yang dibutuhkan.
d) Memberikan pengarahan kerja yang tepat.
e) Mengevaluasi keberhasilan dalam pencapaian tujuan dan target yang diharapkan.
f) Merumuskan solusi apabila terdapat masalah yang terkait dengan pencapaian.
Dalam perindustrian modern, organisasi memainkan peran yang sangat berarti dan dianggap sebagai faktor produksi yang paling penting. faktor manusia dalam produksi dan strategi usaha barangkali mempunyai signifikansi lebih diakui dibandingkan dengan strategi manajemen lainnya yang didasarkan pada memaksimalkan keuntungan atau penjualan. Seorang menggunakan faktor-faktor produksi yang lain seperti tanah, tenaga kerja, modal dengan cara yang baik akan memberikan hasil yang maksimum dengan biaya minimum.18
18 Wibowo, Manajemen Perubahan, Jakarat: PT. Rajagrafindo Persada, 2012, h. 419
9
Semua faktor produksi memiliki peran sesuai dengan tingkat kegunaan masing-masing. Berbeda dengan itu, menurut ekonomi sosialis, faktor tenaga kerjalah yang merupakan unsur pokok dalam aktivitas ekonomi. Namun paham ini tidak memberikan pengakuan dan penghargaan terhadap hak milik individu, sehingga faktor tenaga kerja atau manusia turun derajatnya menjadi sekedar pekerja atau kelas pekerja. Di sisi lain, kaum kapitalis mengatakan bahwa modal menjadi unsur pertama dalam produksi.
Prinsip produksi dalam Islam berarti menghasilkan sesuatu yang halal yang merupakan akumulasi dari semua proses produksi. Prinsip produksi dalam ekonomi Islam bertujuan untuk kemaslahatan dan kebahagiaan dunia dan akhirat, sehingga kegiatan produksi harus dilandasi nilai-nilai Islam dan sesuai dengan maqashid al-syari‟ah. Tidak memproduksi barang/jasa yang bertentangan dengan penjagaan terhadap agama, jiwa, akal, keturunan dan harta, prioritas produksi harus sesuai dengan prioritas kebutuhan yaitu dharuriyyat, hajyiyat dan tahsiniyat, kegiatan produksi harus memperhatikan aspek keadilan, sosial, zakat, sedekah, infak dan wakaf, mengelola sumber daya alam secara optimal, tidak boros, tidak berlebihan serta tidak merusak lingkungan, distribusi keuntungan yang adil antara pemilik dan pengelola, manajemen dan karyawan.
C. Konsep Hak Milik Pribadi dalam Islam
Kekhususan terhadap pemilik suatu barang menurut syara’ untuk bertindak secara bebas bertujuan mengambil manfaatnya selama tidak ada penghalang syar’i”. Apabila seseorang telah memiliki suatu benda yang sah menurut syara’, maka orang tersebut bebas bertindak terhadap benda tersebut, baik akan dijual maupun akan digadaikan, baik dia sendiri maupun dengan perantara orang lain. Dengan demikian milik merupakan penguasaan seseorang terhadap suatu harta sehingga seseorang mempunyai kekuasaan khusus terhadap harta tersebut.
Jadi pada prinsipnya atas dasar milkiyah (pemilikan), menurut hukum dasar, yang namanya harta, sah dimiliki, kecuali harta yang telah dipersiapkan untuk umum. Seseorang mempunyai keistimewaan berupa kebebasan dalam bertasarruf (berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu) kecuali ada halangan tertentu yang diakui oleh syara’. Kata halangan di sini adalah sesuatu yang mencegah orang yang bukan pemilik suatu barang untuk
10
mempergunakan atau memanfaatkan dan bertindak tanpa persetujuan lebih dahulu dari pemiliknya.Ta’rif diatas dapat digaris bawahi bahwa milkiyah (pemillikan) tidak hanya terbatas pada sesuatu yang bersifat kebendaan (materi saja).
D. Prinsip Hukum Islam Atas Kepemilikian Pribadi
Dalam Al-Qur’an sebagai dasar hukum Islam terdapat dalam surah-surah berikut tentang masalah kepemilikan yaitu surah Ali-Imran ayat 189 dan Surah Al-Ibrahim ayat 34:
وَ هَ لِلَّ مُلْكُ ال ه سموتَ وَالَْْضَ وَ ه اللَُّ عَلى كُ ل شَءٍ قَدَيْر
Artinya: Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada didalamnya dan dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Ali-Imran ayat 189)
وَءَاتىكُمْ منْ كُ ل مَا سَألَْتُمُوهُ وَاَنْ تَعُدُّوانَعْمَتَ ه اللَُّ لَ تُحْصُوهَآ إَ ه ن الإَنْسَنَ لَظَلُومٌ كَفهارٌ
Artinya: Dan Dia telah memberikan kepadamu segala apa yang kamu mohonkan kepada-Nya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampumenghitungnya. Sungguh, manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah). (Al-Ibrahim ayat 34)
Berdasarkan uraian diatas dapatlah disimpulkan bahwa pada perinsipnya hukum Islam tidak mengakui hak milik seseorang atas sesuatu benda secara mutlak, karena hak mutlak pemilikan atas sesuatu benda hanya ada pada Allah, namun karena diperlukan adanya kepastian hukum dalam masyarakat, untuk menjamin kedamaian dalam kehidupan bersama, maka hak milik seseorang atas sesuatu benda diakui dengan pengertian bahwa hak milik harus diperoleh secara halal dan harus berfungsi sosial. Hubungan hak milik seseorang atas harta kekayaannya perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Cara memperoleh hak milik
Dalam memperoleh hak milik atau harta kekayaan, al-qur’an memberikan beberapa ketentuan, diantaranya adalah dengan usaha yang halal, artinya sah menurut hukum dan benar menurut ukuran moral, melalui pewarisan dan dengan hibah. Diantara ketiga cara ini yang sangat dianjurkan adalah dengan usaha melalui kerja keras dengan
11
mempergunakan akal dan tenaga. Dan Allah melarang memperoleh harta dengan cara merampas harta benda orang, mencuri, menipu, melakukan pengelapan, menyuap dan disuap, berjudi, dan memakan riba.
2. Fungsi hak milik
Diantara fungsi hak milik tersebut sebagaimana dijelaskan dalam al-qur’an adalah sebagai berikut :
a) Harta kekayaan seseorang tidak boleh tertimbun-timbun saja tanpa ada manfaatnya bagi orang lain.
b) Harta kekayaan seseorang tidak boleh hanya beredar diantara orang-orang kaya saja
Diantara harta orang kaya ada hak orang miskin yang tidak punya.
c) Harta peninggalan seseorang harus segera dibagi kepada yang berhak menerimanya menurut ketentuan yang berlaku.
3. Cara memanfaatkan
Cara memanfaatkan atau mengunakan harta kekayaan yang dimiliki seseorang, al-qur’an juga memberikan beberapa pedoman, diantaranya:
a) Tidak boleh boros dan tidak pula kikir.
b) Harus hati-hati dan bijaksana, selalu mengunakan akal sehat dalam memanfaatkan harta.
c) Seyogyanya disalurkan melalui lembaga-lembaga yang telah ditentukan, antara lain melalui:
1) Shadaqoh atau sedekah yaitu pemberian sukarela yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain, terutama kepada orang miskin, setiap kesempatan terbuka yang tidak ditentukan baik jenis, jumlah maupun waktunya.
2) Infaq, yaitu pengeluaran sukarela yang dilakukan seseorang, setiap kali ia memperoleh rezeki, sebanyak yang dikehendakinya sendiri.
3) Hibah, yaitu pengeluaran harta semasa hidup atas dasar kasih sayang untuk kepentingan seseorang atau untuk kepentingan sesuatu badan social, keagamaan, ilmiah, juga kepada seseorang yang berhak menjadi ahli waris.
4) Qurban, yaitu penyembelihan hewan untuk mendekatkan diri kepada tuhan dan kepada sesama manusia dalam lingkungan kehidupan. Dimana hikmahnya dapat
12
membina rasa kasih sayang, bantu membantu sesama manusia, sarana pendidikan ketulusan, keikhlasan dalam melaksanakan perintah tuhan dan salah satu cara mendekatkan diri kepada Allah dan kepada manusia lain dalam pergaulan hidup.
5) Zakat, adalah bagian dari harta yang wajib diberikan oleh setiap muslim yang memenuhi syarat kepada orang-orang tertentu, dengan syarat-syarat tertentu pula.
6) Wakaf, artinya menahan yakni menahan sesuatu benda yang kekal zatnya untuk diambil manfaatnya sesuai dengan ajaran Islam. Orang yang telah mewakafkan hartanya tidak berhak lagi atas barang atau benda yang telah diwakafkan itu karena selain dari ia telah menanggalkan haknya atas bekas hartanya itu, peruntukannya pun telah berbeda pula yakni untuk kepentingan umum.19
E. Pembagian Hak Milik
Menurut pandangan Islam hak milik dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu :
1. Hak milik pribadi (al-Milkiyah al-fardiyah) adalah hukum syara’ yang berlaku bagi zat ataupun manfaat (utility) tertentu yang memungkinkan siapa saja mendapatkannya untuk memanfaatkannya barang tersebut, serta memperoleh kompensasi, baik karena barang yang diambil kegunaannya oleh orang lain (seperti sewa) ataupun karena dikonsumsi untuk dihabiskan zatnya seperti dibeli barang tersebut.
2. Hak milik umum (al-milikiyah al-aamah) menurut Yuliandi hak milikumum adalah harta yang telah ditetapkan hak miliknya oleh as-syari’ dan menjadikan harta tersebut sebagai milik bersama atau seseorang atau sekelompok kecil orang dibolehkan mendayagunakan harta tersebut, akan tetapi mereka dilarang untuk menguasainya secara pribadi.
3. Hak milik Negara (al-milikiyah ad-daullah) menurut Yusanto adalah sebagai harta hak seluruh umat yang pengelolaannya menjadi wewenang kepala negara, dimana dia bisa memberikan sesuatu kapada sebagian umat sesuai dengan kebijaksanaannya. Menurut Yuliadi hak milik negara seperti harta kharaj, jizyah harta orang murtad, harta yang tidak memiliki ahli waris, tanah hak milik Negara.20
19 Muhammad Daud Ali , Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, Jakarta : Universitas Indonesia, 1988, h. 20 - 28
20 M. Solahuddin, Azas-Azas Ekonomi Islam, Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada, 2007, h. 66


BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pengertian Produksi dalam ekonomi Islam merupakan setiap bentuk aktivitas yang dilakukan untuk mewujudkan manfaat atau menambahkannya dengan cara mengeksplorasi sumber-sumber ekonomi yang disediakan Allah SWT sehingga menjadi maslahat, untuk memenuhi kebutuhan manusia
2. Faktor-faktor produksi dalam Islam ada empat komponen yaitu Tanah, Tenaga Kerja, Modal dan Organisasi.
3. Konsep hak milik pribadi dalam Islam adalah Seseorang mempunyai keistimewaan berupa kebebasan dalam bertasarruf (berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu) kecuali ada halangan tertentu yang diakui oleh syara’.
4. Hukum Islam atas Kepemilikan Pribadi (harta) tidak diberikan kebebasan mutlak untuk memiliki harta ada beberapa hal yang diharuskan untuk seorang muslim yang berharta untuk tidak boleh berlebihan dalam mengelola harta, harus bijaksana dan sangat baik untuk berbagi sedikit hartanya dengan makhluk Allah yang lainnya, yang terealisasikan dalam bershodaqoh, berinfak, berwakaf dan lain sebagainya.
5. Pembagian hak milik ada tiga yaitu hak milik pribadi, hak milik umum dan hak milik Negara.
B. Saran
Dalam penulisan makalah ini tentunya sulit untuk jauh dari kata sempurna, dengan ini apabila terdapat kata yang kurang tepat ataukah hal yang dianggap baik untuk diperbaiki. Sampaikanlah dengan baik dengan tujuan perbaikan untuk penulis dan pengingat bagi penulis yang akan datang pula.


DAFTAR REFERENSI
Al-Qur’anul Karim.
Daud Ali, Muhammad. 1988. Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf. Jakarta : Universitas Indonesia.
Dewan Pengurus Nasional FORDEBI & ADESY. Ekonomi.
Effendi, Rustam. 2003. Produksi dalam Islam, Yogyakarta: Magistra Insani Press.
Huda, Choirul. 2015. Ekonomi Islam. Semarang: CV. Karya Abadi Jaya.
Jay Heizer dan Barry Render. 2009. Manajemen Operasi. Jakarta: Salemba.
Malik Karim Amrullah, Abdul. 2015. Tafsir al-Azhar Jilid IV. Jakarta: Gema Insani.
Muhammad. 2004. Ekonomi Mikro dalam perspektif Islam, Yogyakarta: BPFE.
Muhammad Daud Ali, Muhammad. 1988. Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf. Jakarta: Universitas Indonesia.
Mustafa, Mujetaba. 2016. Konsep Produksi dan Konsumsi dalam AlQur’an. Al-Amwal, Vol. 1 No. 2 September.
Naili Rahmawati, Modal Produksi Dalam Konsep Ekonomi Islam, Penulis Staf Pengajar pada Fakultas IAIN Mataram.
Nejatullah Siddiqi, Muhammad. 1996. Kegiatan Ekonomi dalam Islam, terj. Anas Sidik. Jakarta: Sinar Grafika Offset.
Nurohman, Dede. 2011. Memahami Dasar-Dasar Ekonomi Islam, Yogyakarta : Sukses Offset.
Rosyidi, Suherman. 2006. Pengantar Teori Ekonomi Pendekatan kepada Teori Ekonomi Mikro dan Makro. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Rozalinda. 2014. Ekonomi Islam; Teori Dan Aplikasinya Pada Aktivitas Ekonomi. Jakarta: Rajawali Pers.
S, Alam. 2006. Ekonomi Untuk SMA dan Ma Kelas X. Penerbit Esis.
Soemitro, 1983. Pengantar Ekonomi dan Ekonomi Pancasila, Bandung: Eresco.
Solahuddin, M. 2007. Azas-Azas Ekonomi Islam. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.
Turmudi, Muhammad. 2017. Produksi dalam Perspektif Ekonomi Islam, Jurnal Islamadina.Vol. 18. No. 1. Maret.
15
Wahyuni, Sri. 2013. Teori Konsumsi dan Produksi dalam Perspektif Ekonomi Islam. Akuntabel. Vol. 10. No. 1. Maret.
Wibowo. 2012. Manajemen Perubahan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar