PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Transfusi Darah
Transfusi darah atau “Blood
Transfution” (bahasa Inggris) adalah usaha pemindahan darah dari seseorang kepada orang lain dalam
rangka menyelamatkan jiwanya. Darah yang dibutuhkan untuk keperluan transfusi
adakalanya secara langsung dari donor dan adakalanya melalui Palang Merah
Indonesia (PMI) atau Bank Darah.
Darah adalah jaringan cair yang
terdiri dari dua bagian, yaitu cairan yang disebut plasma dan sel darah. Darah
secara keseluruhan kira-kira seperduabelas dari badan atau kira kira lima
liter. Sekitar 55 persennya adalah cairan atau plasma, sedangkan 45 persen
sisanya adalah sel darah yang terdiri dari tiga jenis, yaitu sel darah merah,
sel darah putih, dan butir pembeku (trambosit). Dengan demikian darah manusia
mempunyai empat unsur yaitu plasma darah, sel darah merah, sel darah putih, dan
butir pembeku atau trombosit. Plasma adalah cairan yang berwarna kuning dan
mengandung 91,0 persen air, 8,5 persen
protein, 0,9 persen mineral, dan 0,1 persen sejumlah bahan organik seperti
lemak, urea, asam urat, kolesterol dan asam amino.
Unsur kedua dari darah manusia dalah
sel darah merah. Dalam setiap milimeter kubik darah terdapat 5 juta sel darah
merah. Sel darah merah memerlukan protein, karena strukturnya terbentuk dari
asam amino. Sel darah merah bekerja sebagai sistem transpor dari tubuh, mengantarkan
semua bahan kimia, oksigen dan zat makanan yang diperlukan tubuh supaya fungsi
normalnya dapat berjalan, dan menyingkirkan karbon dioksida dan hasil buangan
lainnya serta mengatur napas ke seluruh tubuh. Unsur yang ketiga yaitu sel
darah putih, bening dan tidak berwarna, bentuknya lebih besar dari sel darah
merah namun jumlahnya sedikit yaitu setiap milimeter kubik darah terdapat 6.000
sampai 10.000 sel darah putih. Sel darah putih sangat penting bagi kelangsungan
kesehatan tubuh. Sel darah putih berfungsi untuk membekukan daerah yang terkena
infeksi atau cidera, menangkap organisme hidup dan menghancurkannya,
menyingkirkan kotoran, menyediakan bahan pelindung yang melindungi tubuh dari
serangan bakteri dan dengan cara ini jaringan yang sakit atau terluka dapat
dibuang dan dipulihkan. Plasma darah berfungsi sebagai perantara untuk
menyalurkan makanan, lemak, dan asam amino ke jaringan tubuh. Plasma merupakan
perantara untuk mengangkut bahan buangan seperti urea, asam urat dan sebagai
karbon dioksida. Selain itu plasma juga berfungsi untuk menyegarkan cairan
jaringan tubuh, karena melalui cairan ini semua sel tubuh menerima makanannya.
Unsur yang terakhir adalah butir
pembeku atau trambosit. Bentuknya lebih kecil dari sel darah merah, kira-kira
sepertiganya. Terdapat 300.000 trambosit dalam setiap milimeter kubik darah.
Trambosit berfungsi untuk membekukan darah yang keluar dari anggota tubuh yang
terluka, sehingga darah tersebut dapat bertahan. Seandainya tidak ada sel
pembeku, darah yang sementara ke luar dari anggota tubuh yang terluka tidak dapat bertahan, sehingga
orang bisa mati karena kehabisan darah. Demikian komposisi dan fung si darah
yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia. Oleh sebab itu orang-orang yang
kekurangan darah karena terlalu banyak
mengeluarkan darah ketika kecelakaan, terkena benda tajam atau karena
muntah darah dan lainnya, perlu diberikan tambahan darah dengan jalan transfusi
darah.[1]
Darah yang disimpan pada Bank darah
sewaktu-waktu dapat digunakan untuk kepentingan orang yang memerlukan atas
saran dan pertimbangan dokter ahli, hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi
kesalahan antara golongan darah donor dan golongan darah penerimanya. Oleh
karena itu, darah donor dan penerimanya harus dites kecocokannya sebelum
dilakukan transfusi. Adapun jenis-jenis darah yang dimiliki manusia yaitu
golongan AB, A, B, dan O. Golongan-golongan yang dipandang sebagai donor darah
adalah sebagai berikut:
1.
Golongan
AB dapat memberi darah pada AB
2.
Golongan
A dapat memberi darah pada A dan AB
3.
Golongan
B dapat memberi darah pada B dan AB
4.
Golongan
O dapat memberi darah kesemua golongan darah
Adapun golongan darah dilihat dari segmi resipien atau penerima
adalah sebagai berikut:
1.
Golongan
AB dapat menerima dari semua golongan
2.
Golongan
A dapat menerima golongan A dan O
3.
Golongan
B dapat menerima golongan B dan O
4.
Golongan
O hanya dapat menerima golongan darah O
Namun sebaiknya transfusi dilakukan dengan golongan darah yang sama
dan hanya dalam keadaan terpaksa dapat diberikan darah dari golongan yang lain.
Dengan demikian donor darah adalah berarti seseorang yang menyumbangkan darah
kepada orang lain dengan tujuan untuk menyelamatkan jiwa orang yang membutuhkan
darah tersebut.
Sejarah singkat transfusi darah diawali pada tahun 1665 oleh Dr.
Richard seorang ahli anatomi tubuh dari Inggris yang berhasil mentransfusikan
darah seekor anjing pada anjing yang lain. Selanjutnya dua tahun kemudian Jean
Babtiste Denis seorang dokter, filsuf dan astronom dari Prancis berusaha
melakukan transfusi darah pertama kali pada manusia. Ia mentransfusikan darah
anak kambing ke dalam tubuh pasiennya yang berumur 15 tahun namun gagal anak
tersebut meninggal dan dia dikenai tuduhan pembunuhan.[2]
B.
Hukum
Menjual Belikan Darah Donor
Para Ulama ahli Fikih berbeda
pendapat tentang hukum menjual belikan darah. Imam Abu Hanifah dan Zahiri
membolehkan menjualbelikan benda najis yang di dalamnya terdapat manfaat
seperti kotoran hewan untuk serbuk. Secara analogis mazhab ini membolehkan
jualbeli darah, untuk keperluan operasi dan lain sebagainya. Namun Imam Syafi’i
mengharamkan menjualbelikan najis termasuk darah. Karena ayat Al-Qur’an
menyatakan secara tegas bahwa darah termasuk benda yang diharamkan. Yaitu
terdapat di Q.S Al-Maidah: 3
Pendapat tentang keharaman
menjualbelikan darah karena termasuk benda najis seperti dijelaskan di atas,
diperkuat oleh hadits berikut ini:
“Sesungguhnya Allah jika mengharamkan sesuatu, maka mengharamkan
juga harganya” (H.R Ahmad dan Abu Daud)
Namun demikian, meskipun Imam
Syafi’i mengharamkan menjualbelikan darah tapi beliau memberikan cara lain
selain tansaksi jual beli. Cara tersebut disebut dengan “helah” yaitu mengganti
akad dari jual beli kepada akad yang lain seperti upah pengambilan dan biaya
perawatan darah.[3]
C.
Hukum
Transfusi Darah
Kalau kita
membuka lembaran Al-Quran dan Hadis tidak menemukan satu nash yang menjelaskan
hukum donor darah. Maka cara yang harus ditempuh untuk mendapatkan kejelasan
hukumnya harus dilakukan ijtihad yang dilakukan secara jama’I (kolektif).
Mendonorkan darah
kepada seseorang merupakan pekerjaan
kemanusiaan yang ssangat mulia. Karena dengan ,endonorkan darah sebagian
darahnya berarti seseorang telah memberikan pertolongan kepada orang lain
sehingga seseorang selamat dari ancaman yang ,membawa kepada kematian.
Kebolehan donor
darah kepada siapa saja dengan mengabaikan perbedaan agama dan etnis
sebagaimana tersebut diatas dapat diberikan alasan yang rasional yaitu karena
manusia secara umum adalah anah Adam yang mendapat keistimewaan dari Allah SWT,
maka sesama manusa wajib menjaga martabat dan kemuliaannya dengan cara saling
menolong dan menghormati ( mutual respect ) . salah satu usaha yang
dapat dilakukan untuk merealisasikan kemualiaan manusia tersebut adalah dengan
memberikan pertolongan melalui donor darah, jika dibutuhkan. Hal ini diperkuat
oleh ayat Al-Quran :
Artinya: “Dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam,
Kami angkut mereka di daratan dan di lautan[862], Kami beri mereka rezeki dari
yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas
kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” (Q.S al-israa: 70).
Dijelaskan juga pada surah
Al-Baqoroh:173
Artinya: Sesungguhnya Allah hanya
menharamkan bagimu bangkai,darah, daging babi, dan binatang (ketika disembelih)
disebut selain Allah. Tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa (memakannya),
padahal ia tidak menginginkannya dan tidak pula melampaui batas, maka tidak ada
dosa baginya. Sesungguhnya Allah maha pengampun lagi maha
penyayang.(Al-Baqoroh:173)[4]
Kebolehan donor
darah kepada siapa saja yang membutuhkan sebagaimana dijelaskan diatas karena
tidak ditemukan larangan, baik dari Al-Quran maupun Hadis, karenanya masalah
ini dikembalikan kepada hukum asal sesuatu yaitu boleh, sejalan dengan kaidah
ushul.
“Pada asalnya
hukum sesuatu itu boleh sebelum ada dalil yang mengharamkannya”
Aspek lain yang
menjadi pertimbangan hukum tentang kebolehan hukum mendonorkan darah adalah
kemashlahatan yang bersifat dharury , yaitu tindakan penyelamatan
terhadap jiwa manusia dalam keadaan darurat. Misalnya orang yang sedang
pendarahan, kecelakaan, atau yang lainnya, mereka akan mengalami kematian atau
mendekatinya jika tidak mendapatkan dobnor darah secepatnya dari orang lain.
Maka kaidah-kaidah yang berhubungan dengan kedaruratan berikut ini dapat
digunakan untuk kebolehan donor darah :
1.
الضرر يزال
“ bahaya itu
harus dicegah atau dihilangkan”
Dalam hal ini,
penderita sebuah penyakit tertentu yang akut dan parah karena kekurangan darah
sehingga mendekati kematian maka harus dibantu dengan donor darah.
2.
الضرر ﻻ يزال بالضرر
“ bahaya tidak boleh dihilangkan dengan bahaya yang lain”
Kaidah kedua ini menjelaskan bahwa harus
terdapat jaminan bahwa akibat dari menutupi sesuatu yang darurat itu dipastikan
tidak menimbulkan bahaya yang lain. Terkait dengan donor darah maka usaha itu
dibolehkan jika tindakannya itu tidak membahayakan piohak pendonor sendiri.
Tetapi jika membawa bahaya atau mengancam keselamatannya maka haram hukumnya
bagi seseorang untuk mendonorkan darahnya.
3.
ما أبيح للضرورة
بقدر تعذرها
“
sesuatu yang dibolehkan karena terpaksa harus disesuaikan dengan kadar
dibutuhkannya”
Kaidah diatas menunjukkan bahwa pengguna benda
najis yang digunakan untuk memenuhi/ menutupi keadaan yang berbahaya tidak
bioleh berlebihan, tapi sekedar secukupnya saja. Dalam hal ini maka donor darah
yang diberikan hanya sebatas untuk keperluan menolong resipien yang
membutuhkan.[5]
Dalam kajian
ushul fiqh, transfusi darah masih diperbincangkan apakah termasuk bab ibadah,
bab muammalah atau jinayah. Apakah darah merupakan „barang‟ sehingga boleh
dimiliki atau “bukan barang” sehingga tidak boleh dimiliki, apakah kegunaan
transfusi darah hanya boleh u ntuk kepentingan sosial atau boleh juga untuk
dibisniskan.
melaksanakan
transfusi darah dianjurkan demi kesehatan jiwa manusia, sebagaimana firman
Allah dalam surat al-Maidah ayat 32 yang berbunyi sebagai berikut:[6]
Artinya : “dan Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang
manusia, Maka seolah-olah Dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.
Dalam kajian
istinbath al- ahkam (ushul fiqh), ada beberapa pendekatan yang dapat dilakukan
diantaranya pada hukum syar‟i yaitu hukum taklifi dan hukum wadh‟i. pada hukum
wadh‟I terdapat rukhsah. Diantara macam rukhsah yaitu:
1) Membolehkan hal-hal yang diharamkan
disebabkan karena darurat misalnya diperbolehkan memakan bangkai bagi orang
yang terpaksa memakannya karena dia dalam keadaan lapar yang sangat dan tidak
makanan kecuali bangkai, andaikata tidak dimakannya dia akan mati jadi dia
makan bangkai adalah kaerna darurat, keadaan ini dapat dianalogikan dengan
keadaan transfusi darah.
2) Membolehkan
meninggalkan sesuatu yang wajib karena adanya uzur misalnya diperbolehkan tidak
berpuasa di bulan ramadhan karena ada sesuatu uzur misalnya sakit atau dalam
bepergian.
3) Memberikan
pengecualian sebahagian perikatan-perikatan karena dihajatkan dalam lalu lintas
muammalah, misalnya perikatan salam, perikatan jual beli barang yang
diperjualbelikan belum wujud pada saat perikatan diadakan, tetapi harganya
sudah dibayar lebih dahulu. Biarpun syarat umum jual beli tersebut belum
dipenuhi namun karena salam itu berlaku pada kebanyakan orang dan sangat
dibutuhkan, maka perikatan salam itu sah secara rukhsah sebagaimana sabda
Rasul:”Bahwa Rasulullah SAW melarang manusia menjualbelikan sesuatu yang tidak
ada padanya, tetapi beliau memberikan kemudahan atau rukhsah dalam salam.
4)
menghilangkan beban yang berat yang berlaku pada syariat terdahulu seperti
mencuci pakaian yang kena najis dengan air suci.
D.
Hukum
Donor Darah Antar Orang Yang Berbeda Agama
Realitas menunjukkan, bahwa
kebutuhan terhadap darah telah merupakan bagian dari kebutuhan manusia yang
mengalami penyelamatan jiwanya melalui transfusi darah. Sehingga terjadinya
donor darah antar orang yang berbeda agama telah merupakan suatu keniscayaan.
Berkaitan dengan donor darah antar orang yang berbeda agama, Majelis Ulama
Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa. Fatwa ini kemungkinan dikeluarkan
sebagai jawaban dari sebuah pertanyaan yang diajukan atau disebabkan oleh
banyaknya kasus donor darah yang terjadi di masyarakat, Majelis Ulama Indonesia
memandang perlu untuk memberikan legalitas dan kejelasan terhadap masalah
tersebut. MUI dalam hal ini telah mengambil sebuah keputusan dengan
mengeluarkan fatwa, bahwa tidak ada halangan untuk mendonorkan darah antar yang
berlainan agama.[7]
Dalil yang dikemukakan dalam fatwa
ini terdiri dari ayat al-Qur’an dan argumen yang bersifat rasional. Fatwa
tersebut diawali dengan menunjuk ayat al-Qur’an yang mengatakan bahwa umat
Islam tidak dilarang berbuat baik kepada orang kafir yang tidak memusuhi
agamanya dan juga tidak berusaha menyingkirkan mereka. Karena itu fatwa MUI
tersebut mengutip QS. al-Mumtahanah : 8
Artinya:“Allah tidak melarang
kamu untuk berbuat kebaikan dan bersikap jujur terhadap orangorang yang tidak
memerangi kamu karena agamamu dan tiada mengusir kamu dari kampung halamanmu,
sesungguhnya Allah itu mencintai orang-orang yang jujur”
Argumen rasional dalam fatwa
tersebut, bahwa dibolehkan mendonorkan darah karena darurat untuk menghindari
kematian orang yang kekurangan darah (resipien), tetapi juga tidak menimbulkan
bahaya kematian terhadap orang yang diambil darahnya (donor). Hal itu merupakan
tanggung jawab kemanusiaan dengan tidak memperhatikan perbedaan agama antara
kedua belah pihak (resipien, penerima darah dengan donor, penyumbang darah). Di
samping itu, bagi orang yang menyumbangkan darah merupakan suatu perbuatan
kebajikan yang dianjurkan oleh agama.[8]
Fatwa itu bukan hanya memberikan
aturan-aturan yang jelas terhadap donor darah antar orang yang berbeda agama,
namun juga mempunyai implikasi yang sangat positif apabila orang mau
mendonorkan darahnya kepada orang lain, baik darah itu disumbangkan secara
langsung kepada orang yang membutuhkan transfusi darah, misalnya untuk anggota
keluarga sendiri atau orang lain, maupun diserahkan kepada lembaga khusus yang
mengelola dan menyimpan darah tersebut untuk menolong orang yang membutuhkannya
kapan saja.Dilihat dari segi metodologi fatwa ini hanya merujuk kepada sebuah
ayat al-Qur’an walaupun sebenarnya fatwa ini dapat diperkuat lagi oleh
dalil-dalil lain seperti QS. Al-Maidah (5): 32, yang intinya “jika
mempertahankan hidup seseorang nilainya sama dengan mempertahankan hidup
manusia semuanya.”
Dengan demikian dapat dikemukakan,
bahwa mendonorkan darah, yang dilakukan dengan ikhlas, merupakan suatu amal
kemanusiaan yang sangat dihargai dan dianjurkan ( mandub ) oleh Islam, sebab
usaha tersebut dapat menyelamatkan jiwa manusia (resipien). Mendonorkan darah
boleh saja dilakukan tanpa memandang perbedaan agama, etnis dan sebagainya.
Dengan kata lain, penerima sumbangan darah (resipien) tidak disyaratkan harus
sama agamanya dengan donornya, demi menolong dan menghormati harkat dan
martabat manusia ( human dignity ). Karena sesungguhnya Allah sebagai Khaliq
sendiri, telah memuliakan manusia. Sebab itu sudah semestinya manusia, sebagai
hamba Allah, senantiasa saling menolong dan saling hormat-menghormati antara
sesamanya.
Fatwa di atas juga dapat diperkuat
dengan qa’idah fiqhhiyah, bahwa pada prinsipnya segala sesuatu itu boleh (
mubah ) hukumnya, kecuali ada dalil yang mengharamkannya. Dalam kaitan ini
Yusuf Qardawi mengatakan, bahwa pada zaman sekarang adanya donor darah yang
sangat dibutuhkan tubuh manusia, telah merata di negara-negara kaum muslimin tanpa
ada seorang ulamapun yang mengingkarinya, bahkan mereka ikut serta menjadi
donor. Sebab itu, kesepakatan ulama secara diam-diam ( ijma sukuti )
menunjukkan, bahwa mendonorkan darah dapat diterima syara.[9]
Berdasarkan asumsi, bahwa tidak ada
satu ayat dan hadis yang secara eksplisit atau dengan nas yang sarih melarang
donor darah antar orang yang berbeda agama, berarti donor darah antar orang
yang berbeda agama diperbolehkan, bahkan perbuatan itu dinilai sebagai suatu
sedekah atau ibadah, jika dilakukan dengan niat mencari keridaan Allah dengan
jalan menolong jiwa sesama manusia.
E.
Hubungan
Donor Dengan Resipien
Faktor apa saja yang menyebabkan
hubungan kemahraman seseorang dengan orang lain. Faktor-faktor dimaksud secara
jelas disebutkan dalam Al-Qur’an surah An-Nisa (4): 23, yaitu:
Berdasarkan ayat di atas, maka dapat dikelompok beberapa sebab yang
menimbulkan kemahraman seseorang dengan
orang lain, yaitu:
1.
Mahram
karena adanya hubungan nasab.
2.
Mahram
karena adanya hubungan pernikahan.
3.
Mahram
karena adanya hubungan persusuan.
Karena tidak mengakibatkan hubungan mahram, maka antara donor dan
resipien secara hukum adalah seperti hubungan semula sebelum terjadi donor
darah. Keduanya boleh menikah kecuali salah satu dari keduanya adalah terhitung
salah satu dari ketiga hubungan mahram sebagaimana tersebut di atas.[10]
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Donor adalah sebuah amal yang
disunnahkan. Bahkan ada yang menyatakan bahwa hukum donor darah itu sampai
kepada hukum fardhu kifayah. Tentunya bila sudah ada muslim yang
melakukannya, sudah gugur kewajibannya. Namun ada pula ulama yang menyatakaan
haramnya jual beli darah. Karena tubuh manusia itu mulia, tidak untuk
diperjual-belikan. Termasuk juga darahnya.
Donor darah adalah bentuk sedekah yang paling utama di zaman sekarang
ini. Sebab menjadi donor darah dalam konteks ini bukan sekedar membantu, tetapi
sudah sampai taraf menyelamatkan nyawa seseorang. Jadi nilainya sangat tinggi
di sisi Allah. Bahkan menyelamatkan nyawa manusia yang seharusnya mati tidak
tertolong, tapi dengan berkat donor darah ini mengakibatkan bisa terus
berlangsungnya kehidupan seseorang, digambarkan seperti memberikan kehidupan
kepada semua manusia. Umat Islam wajib membantu sesama manusia yang memerlukan
bantuannya dalam hal-hal yang positif, termasuk dalam melakukan donor darah
(transfusi/pemindahan) darah kepada penderita suatu penyakit datau kepada orang
yang tertimpa musibah kecelakaan yang membutuhkan tambahan darah untuk
keperluan pengobatan. Transfusi darah adalah merupakan perbuatan yang mulia dan
menurut Islam transfusi darah diperbolehkan, tetapi dengan syarat praktek
transfusi darah harus dalam keadaan darurat. Sedangkan jual beli darah hukumnya
adalah haram, namun jika darah yang dibutuhkan untuk ditransfusikan maka
praktek jual beli harus diusahakan untuk dihindari.
DAFTAR PUSTAKA
Anshary,Chuzaimah T. Yanggo dan
Hafiz (ed.). 2002. Problematika Hukum Islam Kontemporer. Jakarta: PT. Pustaka
Firdaus
Eutanasia, Abul Fadl Muhsin Ibrahim,
Kloning. 2007. Transfusi Darah, Transpalntasi Organ dan Eksperimen Pada
Hewan (terj. Mujiburrahman). Jakarta: Serambi Ilmu Semesta
Mahjuddin.
2012. Masail Al-Fiqh Kasus-kasus actual
dalam hokum Islam, Jakarta: Kalam Mulia
Qardawi, Yusuf. 1988. Hadyu
al-Islam Fatawa Mu’asirah, diterjemahkan oleh As’ad Yasin dengan judul Fatwa
Fatwa Kontemporer, Jilid 2. Jakarta: Gema Insani Press
Shidiq,
Sapiudin. 2017. Fikih Kontemporer. Jakarta: Kencana
Umar, M.Hasbi. 2007. Nalar
Fiqih Kontemporer. Jakarta: Gaung Persada Press
[1] Sapiudin
Shidiq, Fikih Kontemporer, (Jakarta: Kencana, 2017), hh. 129-130
[2] Abul Fadl Muhsin Ibrahim, Kloning, Eutanasia,
Transfusi Darah, Transpalntasi Organ dan Eksperimen Pada Hewan, (terj.
Mujiburrahman), cet. I, (Jakarta; Serambi Ilmu Semesta, 2007), h. 82
[3] Sapiudin
Shidiq, Op. Cit, hh. 135-136
[4] Mahjuddin, Masail Al-Fiqh kasus-kasus actual dalam hokum Islam, Jakarta: Kalam
Mulya, 2012, h 118
[5] Sapiudin
Shidiq, Op. Cit, hh. 132-134
[6] Chuzaimah T. Yanggo dan Hafiz Anshary (ed.),
Problematika Hukum Islam Kontemporer, (Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, 2002) Cet.
3, h. 55
[7] M.Hasbi Umar, Nalar Fiqih
Kontemporer (Cet. I; Jakarta: Gaung Persada Press, 2007), h. 190
[8] Ibid,
h. 191
[9] Yusuf Qardawi,
Hadyu al-Islam Fatawa Mu’asirah, diterjemahkan oleh As’ad Yasin dengan judul
Fatwa Fatwa Kontemporer, Jilid 2 (Cet. IV; Jakarta: Gema Insani Press, 1988),
h. 758
[10] Ibid, hh. 136-137
Tidak ada komentar:
Posting Komentar