Jumat, 03 Juli 2020

EKONOMI ISLAM

BAB I

PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang

Perkembangan ekonomi Islam adalah wujud dari upaya menerjemahkan visi Islam rahmatan lil ‘alamin, kebaikan, kesejahteraan dan kemakmuran bagi alam semesta, termasuk manusia di dalamnya. Tidak ada penindasan antara pekerja dan pemilik modal, tidak ada eksploitasi sumber daya alam yang berujung pada kerusakan ekosistem, tidak ada produksi yang hanya berorientasi untung semata, jurang kemiskinan yang tidak terlalu dalam, tidak ada konsumsi yang berlebihan dan mubazir, tidak ada korupsi dan mensiasati pajak hingga triliyun rupiah, dan tidak ada tipuan dalam perdagangan dan muamalah lainnya. Dalam kondisi tersebut, manusia menemukan harmoni dalam kehidupan, kebahagiaan didunia dan insya Allah di kehidupan sesudah kematian nantinya.[1] Adapun fase pada pemikiran ekonomi Islam diantaranya:

1.    Fase Rasulullah SAW

Perekonomian pada masa Rasulullah telah mengajarkan transaksi-transaksi perdagangan secara jujur, adil dan tidak pernah membuat pelanggannya mengeluh dan kecewa. Ia selalu memperhatikan rasa tanggungjawabnya terhadap setiap transaksi yang dilakukan. Selain itu ada beberapa larangan yang diberlakukan Rasulullah SAW untuk menjaga agar seseorang dapat berbuat adil dan jujur, yaitu: larangan Najsy, larangan Bay’ Ba’dh ‘Ala Ba’dh, larangan Tallaqi Al-Rukban, larangan Ihtinaz dan Ihtikar.[2]

2.    Fase Khulafa Rasydin

a.    Abu Bakar

1)   Melakukan perang Riddah yaitu perang yang memerangi kelompok murtad, nabi palsu, dan pembangkang zakat.

2)   Dalam lembaga Baitul Mal Abu Bakar, mendistribusikan harta baitul mal dengan prinsip kesamarataan.

3)   Membagikan tanah hasil taklukan, sebagian diberikan kepada kaum muslimin, sebagian lagi diberikan sebagai tanggungan negara.

b.    Umar bin Khatab

1)   Melakukan pendirian Baitul Mal beserta cabang-cabangnya di ibukota provinsi.

2)   Melakukan kebijakan bahwa pihak eksekutif tidak boleh turut campur dalam pengelolaan harta baitul mal.

3)   Melakukan kebijakan ekonomi lain diantaranya mengenai kepemilikan tanah dengan tidak dibagi-bagikan tetapi tetap pada pemiliknya dengan syarat dengan membayar kharaz dan jizyah.

c.    Usman bin Affan

1)   Menerapkan prinsip keutamaan dalam pendistribusian harta Baitul Mal .

2)   Menerapkan kebijakan membagikan tanah-tanah negara kepada individu untuk reklamasi dan kontribusi kepada Baitul Mal.

d.   Ali bin Abi Thalib

1)   Memberhentikan pejabat yang korupsi.

2)   Membuka kembali lahan perkebunan yang telah diberikan orang-orang kesayangan Ustman.

3)   Menetapkan pajak terhadap hasil hutan dan sayuran.

4)   Menerapkan prinsip pemerataan dalam pendistribusian harta Baitul Mal dengan tidak membedakan status sosial dan kedudukannya didalam Islam.[3]

 

3.    Fase Fiqh Pure atau Fase Pembentukan Awal Fiqh

Merupakan problem individu yang marak di masyarakat, kemudian diberi solusi oleh para ulama. Dalam penedekatan ekonomi, fase ini merupakan pembangunan tahap awal fiqh iqtishad. Karakter pemikiran ekonomi Islam pada masa ini lebih kepada mashlahah dan mafsadat, bersifat normatif, berwawasan positif, dan obyek pembahasannya lebih condong kepada mikroekonomi. Periode ini terjadi pada masa Amawiyah Awal. Diantara tokoh-tokohnya antara lain; Zaid bin Ali, Imam Abu Hanifah, Abdurrahman al-Awza’i, Malik bin Annas.

4.    Fase Formalisasi Kebijakan Publik

Kebijakan ekonomi sudah diformalkan dan disusun dalam suatu kitab khusus. Periode ini terjadi pada masa Amawiyah Akhir. Karakter pemikiran ekonomi Islam pada masa ini juga lebih kepada mashlahahdan mafsadat, bersifat normatif, berwawasan positif, namun obyek pembahasannya sudah melebar pada persoalan makroekonomi. Beberapa tokohnya antara lain adalah Abu Yusuf dan As Syaibani.

5.    Fase Pemantapan Kebijakan Publik

Formalisasi suatu kebijakan publik, juga ada upaya pemantapan yang mengarah pada otoritas negara dalam mengatur perekonomian. Hal ini dimaklumi karena pada masa ini persaingan madhzabmeruncing. Periode ini terjadi pada masa Abbasiyah Awal. Karakter pemikiran ekonomi Islam pada masa ini adalah penekanan pada pengelolaan APBN. Beberapa tokohnya antara lain; Abu Ubaid, Yahya bin Umair dan Al Mawardi.

6.    Fase Kemapanan Ekonomi

Masa ini, negara pada puncak kemakmuran dan peradaban, namun mereka ( terutama penguasa) mulai terlena pada kemewahan dunia, sehingga esensi moral menjadi menurun. Oleh karena itu karakter pemikiran ekonomi Islam pada masa ini lebih banyak kepada etika ekonomi, baik mikro maupun makro. Selain itu juga lebih pada pematangan teori ekonomi, baik menyangkut perilkau konsumen, teori produksi, teori harga, konsep uang, konsep tabungan, evolusi pasar, pajak, inflasi hingga perdaganagan internasional. Periode ini terjadi pada masa Abbasiyah Pertengahan hingga akhir masa Abbasiyah di Mesir.Beberapa tokohnya antara lain; Abu Hamid Al-Ghazali, Nasiruddin At Tussi, Ibn Taimiyah, As Syatibi, Ibn Khaldun, dan Al Magrizi.

7.    Fase Fatwa

Dimana pada fase ini pemikiran ekonomi Islam tidak banyak berkembang, hanya berupa fatwa yang didasarkan pada pendapat imam-imam madzhab sebelumnya. Fase ini terjadi pada masa Utsmaniyah Awal hingga Utsmaniyah Pertengahan. Diantara tokohnya adalah; Syah Waliallah.

8.    Fase Modernisasi

Fase ini juga tidak banyak dijumpai pemikiran ekonomi Islam. Justru dunia dipenuhi dengan pemikiran ekonomi Barat. Periode ini dimulai dari masa Utsmaniyah Akhir hingga Pasca Perang Dunia kedua. Pada fase ini seakan-akan pemikiran ekonomi Islam telah lenyap. Tanatan dunia benar-benar telah diatur dengan pemikiran ekonomi modern. Namun demikian masih.[4]

B.  Rumusan Masalah

1.    Apa definisi atau pengertian dari Ekonomi Islam?

2.    Apa saja hakikat dan ruang lingkup ekonomi Islam?

3.    Apa saja prinsip dan tujuan ekonomi Islam?

C.  Tujuan

1.    Untuk mengetahui pengertian dari Ekonomi Islam.

2.    Untuk mengetahui saja hakikat dan ruang lingkup ekonomi Islam.

3.    Untuk mengetahui prinsip dan tujuan ekonomi Islam.

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

A.  Defenisi atau Pengertian Ekonomi Islam

Kata ekonomi berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu “oicos” yang berarti rumah dan “nomos” berarti aturan. Maksudnya adalah aturan yang menyelenggarakan kebutuhan hidup manusia dalam  rumah tangga, baik setingkat rumah tangga rakyat maupun setingkat rumah tangga Negara. Arti dari ekonomi Islam menurut dari beberapa pendapat ahli  ialah sebagai suatu ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan dengan alat pemenuhan kebutuhan yang terbatas di dalam kerangka syariah. ilmu yang mempelajari perilaku seorang muslim dalam suatu masyarakat Islam yang dibingkai dengan syariah.

Ilmu ekonomi Islam adalah ilmu sosial yang tentu saja tidak bebas dari nilai-nilai moral. Nilai-nilai moral merupakan aspek normatif yang harus dimasukkan dalam analisis fenomena ekonomi serta dalam pengambilan keputusan yang dibingkai syariah. Menurut Muhammad Abdul Mannan ilmu ekonomi Islam merupakan ilmu sosial yang mempelajari  masalah-masalah ekonomi masyarakat dalam perspektif nilai-nilai Islam. Adapun pendapat dari Yusuf Qardawi, ekonomi Islam adalah ekonomi yang berdasarkan ketuhanan, system ini bertitik tolak dari Allah, bertujuan akhir kepada Allah dan menggunakan yang tidak lepas dari syariah Allah. Menurut Muhammad Nejatullah Ash-Sidiqy ekonomi Islam yaitu respon pemikir muslim terhadap tantangan ekonomi pada masa tertentu yang berpedoman pada Al-qur’an, sunnah, ijtihad dan pengalaman.

Berdasarkan dengan banyaknya definisi yang diungkapkan oleh para ahli maka ekonomi Islam dapat disimpulkan yaitu ilmu yang mempelajari prilaku muslim (yang beriman) dalam ekonomi yang meliputi Al-qur’an, hadis Nabi Muhammad SAW, ijma’ dan qiyas. Pengertian ini juga dapat dijumpai pada penjelasan pasal 49 undang-undang no 3 tahun 2006 tentang perubahan atas undang-undang no 7 tahun 1989 tentang peradilan Islam (selanjutnya disingkat dengan uu peradilan Islam), yang menyebutkan ekonomi Islam adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip Islam.[5]

Ekonomi Islam ialah ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi masyarakat yang dipahami oleh nilai-nilai Islam. Dalam pemenuhan kebutuhan manusia diperlukan pedoman normative yang mengarahkan perilaku ekonomi tidak cenderung menimbulkan kerugian terhadap orang lain atau masyarakat, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Kedudukan nilai-nilai Islam inilah yang menjadi pembeda utama antara ekonomi Islam dan ekonomi konvensional. Ilmu ekonomi syariah/ Islam adalah ilmu ekonomi yang bertumpu pada sistem nilai prinsip-prinsip syariah. System nilai pada hakikatnya adalah sesuatu yang akan memberi makna dalam kehidupan manusia pada setiap peran yang dilakukannya. System itu terbangun dalam suatu rangkaian utuh yang terjalin sangat erat antara satu dengan yang lainnya. Sistem nilai ini mencakup pandangan dunia dan moral yang berkeadlian dan berkesejahteraan.[6]

B.  Hakikat dan Ruang Lingkup Ekonomi Islam

1.    Hakikat ekonomi Islam

Berbicara tentang ekonomi Islam merupakan suatu hal yang sangat menarik. Pada hakikatnya ekonomi Islam adalah metamorfosa nilai-nilai Islam dalam ekonomi yang dimaksudkan untuk menepis anggapan bahwa Islam adalah agama yang hanya mengatur persoalan ubudiyah atau komunikasi vertikal antara manusia  dengan Allah SWT. Dengan kata lain, kemunculan ekonomi Islam ialah suatu bentuk artikulasi sosiologis dan praktis dari nilai-nilai Islam dengan demikian Islam adalah  suatu agama yang praktis dan ajarannya tidak hanya aturan hidup yang menyangkut aspek ibadah dan muamalah sekaligus, mengatur manusia dengan robnya dengan manusia dengan manusia.

Ekonomi didefinisikan sebagai hal yang mempelajari tentang perilaku manusia dalam menggunakan sumber daya yang langkah untuk memperoduksi barang dan jasa yang dibutuhkan manusia. Sementara, Islam mengatur kehidupan manusia baik kehidupan dunia maupun akhirat. Dengan demikian ekonomi Islam merupakan suatu bagian dari agama Islam, karena bagian kehidupan manusia yang bersumber dari Al-qur’an dan sunnah. Kedudukan sumber yag mutlak ini menjadikan Islam sebagai suatu agama yang istimewa dibandingkan dengan agama lain sehingga dalam membahas perspektif ekonomi Islam segalanya bermuara pada akidah Islam berdasarkan Al-qur’an sunnah.[7]

Sebagai ekonomi ilahiyah ekonomi Islam memiliki transendesi yang sangat tinggi suci yang memadukan dengan aspek materi dunia. Titik tolaknya adalah Allah dan tujuannya mencari keridaan Allah. Ekonomi Islam seperti dikatakan oleh Shihaf diikat oleh seperangkat nilai iman dan akhlak, moral etik bagi setiap aktifitas ekonominya, baik dalam posisinya sebagai konsumen, produsen, distributor maupun dalam melakukan usaha untuk mengembangkan hartanya.

Sebagai ekonomi kemanusiaan, ekonomi Islam melihat aspek kemanusiaan yang tidak bertentangan dengan aspek ilahiyah. Manusia dalam ekonomi Islam merupakan pemeran utama dalam mengelolah dan memakmurkan alam semesta disebapkan karena kemampuan yang telah dianugrakan oleh Allah SWT. Maksudnya Allah telah memuliakan anak adamm untuk menjadi kholifah di bumi.

2.    Ruang lingkup ekonomi Islam

Beberapa ahli mendefinisiakan ekonomi Islam sebagai suatu hhal yang mempelajari perilaku ushaha untuk memenuhi kebutuhuh dengan alat pemenuhan kebutuhan yang terbatas dalam beberapa cendikiawan Islam sebagai berikut: Ekonomi Islam dibangun atas dasar agama Islam, karena itu ia merupakan bagian tak terpisahkan (integral) dari agama Islam. Islam adalah sistem kehidupan dimana telah menyiapkan berbagai perangkat aturan yang lengkap bagi kehidupan manusia, termaksud dalam bidang ekonomi.  Menurut Hasanuzzaman bahwa ekonomi Islam merupakan ilmu dan aplikasi petunjuk dan aturan syariah untuk mencega ketidakadilan dalam memperoleh dan menggunakan sumberdaya matereri agar memenuhi kebutuhan manusia dan agar dapat menjalankan kewajiban kepada Allah dan masyarakat.

Pendapat lain pun dinungkapkan oleh Chapra bahwa ekonomi Islam adalah cabang ilmu yang membantu merealisasikan kesejahteraan manusia melalui alokasi dan distribusi sumberdaya yang langka yang sejalan dengan syariah Islam tanpa membatasi kreatifitas individu ataupun menciptakan suatu ketidakseimbanganekonomi makro atau ekologis.

Beberapa aturan bersifat pasti dan berlaku permanen, sebagian yang lain bersifat kontekstual sesuai dengan situasi dan kondisi. Menurut M. Syafi’i Anatonio menjelaskan bahwa syari’ah Islam adalah syari’ah yang mempunyai keunikan tersendiri yaitu bukan hanya menyeluruh dan komprehensif melainkan universal. Karakter istimewa ini diperlukan sebab tidak akan ada syari’ah Islam merangkum seluruh aspek kehidupan, baik ritual (ibadah) maupun (muamalah).

Universal bermakna syari’ah  Islam dapat diterapkan dalam setiap waktu dan tempat sampai hari akhir nanti. Universal ini tanpak lebih jelas terutama dalam bidang muamalah. Selain mempunyai cakupan yang luas dan fleksibel muamalah tidak membeda-bedakan antara muslim dan non muslim. Menurut Nejatullah dan Naqvi bahwa ekonomi Islam tidak lain merupakan penafsiran dan praktik ekonomi yang dilakukan oleh umat Islam yang tidak bebas dari kesalahan dan kelemahan. Analisis ekonomi setidaknya dilakukan dalam tiga aspek yaitu  norma dan nilai-nilai dasar Islam, batasa ekonomi Islam, batasan ekonnomi dan status hukum, dan aplikasi serta analisis sejarah.[8]

Adanya pendapat tentang definisi ekonomi Islam dapat diambil kesimpulan bahwa ekonomi Islam bukan hanya merupakan praktik kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh individu dan komunitas muslim saja namun ju ga meruapakan perwujudan perilaku ekonomi yang didasarkan dengan ajaran Islam yang mencakup cara memandang permasalahanekonomi, menganalisis, dan mengajukan alternatif solusi atas berbagai permasalahan ekonomi.

C.  Prinsip dan Tujuan Ekonomi Islam

1.    Prinsip Ekonomi Islam

a.    Prinsip tauhid

Tauhid merupakan fondasi ajaran Islam. Allah pemilik alam semesta dan semua sumber daya yang ada karena Allah lah yang menciptakan alam semesta dan beserta isinya. Dalam Islam semua yang diciptakan Allah ada manfaat dan tujuannya. Karena itu  segala aktiivitas yang ada hubungannya dengan alam dan manusia dibingkai dalam kerangka dalam kerangka hubungan dengan Allah. Karena kepadanya kita akan mempetanggung jawabkan segala perbuatan kita, termaksud aktivitas ekonomi dan bisnis. Ayat yang berkaitan dengan tauhid yaitu firman Allah SWT dalam (Q.s: Al-Baqarah 284)

 

°! $tB Îû ÏNºuq»yJ¡¡9$# $tBur Îû ÇÚöF{$# 3 bÎ)ur (#rßö7è? $tB þÎû öNà6Å¡àÿRr& ÷rr& çnqàÿ÷è? Nä3ö7Å$yÛムÏmÎ/ ª!$# ( ãÏÿøóusù `yJÏ9 âä!$t±o Ü>Éjyèãƒur `tB âä!$t±o 3 ª!$#ur 4n?tã Èe@à2 &äóÓx« 퍃Ïs% ÇËÑÍÈ  

Artinya: kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehandaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

b.    Prinsip Nubuwwah (kenabian)

Allah mengutus para nabi dan rasul untuk memberikan bimbingan dan petunjuk dari Allah tentang bagaimana hidup yang baik dan benar di dunia dan mengajarkan jalan untuk kembali ke asal muasal yaitu kepada Allah. Kegiatan ekonomi dan bisnis manusia harus mengacu pada prinsip-prinsip yang telah diajarkan oleh nabi dan rasul. Sifat-sifat rasul yang harus diteladani siddiq (benar), amanah (dapat dipercaya), fathanah (cerdas, bijaksana dan intelek), dan tapligh (komunikatif, terbuka). Firma Allah SWT dal (Q.s Al-Imran: 33-34)

 

* ¨bÎ) ©!$# #s"sÜô¹$# tPyŠ#uä %[nqçRur tA#uäur zOŠÏdºtö/Î) tA#uäur tbºtôJÏã n?tã tûüÏJn=»yèø9$# ÇÌÌÈ   Op­ƒÍhèŒ $pkÝÕ÷èt/ .`ÏB <Ù÷èt/ 3 ª!$#ur ììÏÿxœ íOŠÎ=tæ ÇÌÍÈ  

 

Artinya: 33. Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga 'Imran melebihi segala umat (di masa mereka masing-masing),

34. (sebagai) satu keturunan yang sebagiannya (turunan) dari yang lain. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.

Manusia adalah khalifah Allah yang ada di muka bumi, karena itu pada dasrnya manusia adalah pemimpin. Islam yang di dalamnya memegang peranan yang penting dalam perekonomian. Peran utamanya adalah untuk mejamin perekonomian agar berjalan sesuai dengan syari’ah dan untuk memastikan supaya tidak terjadi adanya pelanggaran terhadap hak-hak manusia. Firman Allah SWT dalam Q.s An-Nisa 59

 

$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qãèÏÛr& ©!$# (#qãèÏÛr&ur tAqߧ9$# Í<'ré&ur ͐öDF{$# óOä3ZÏB ( bÎ*sù ÷Läêôãt»uZs? Îû &äóÓx« çnrŠãsù n<Î) «!$# ÉAqߧ9$#ur bÎ) ÷LäêYä. tbqãZÏB÷sè? «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ̍ÅzFy$# 4 y7Ï9ºsŒ ׎öyz ß`|¡ômr&ur ¸xƒÍrù's? ÇÎÒÈ  

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.

c.    Hasil

Hidup manusia tidak hanya di dunia karena pada dasrnya manusia semua akan kembali kepada Allah. Perbuatan baik akan  dibalas dengan kebaikan yang berlipat ganda dan perbuatan jahatnya akan dibalas dengan hukuman yang setimpal. Prinsip ii menjadi motivasi dalam ekonomi dan bisnis bahwa laba tidak hanya di dunia meliputi laba akhirat.[9]

d.   Prinsip keadilan         

Keadilan merupakan nilai yang paling asasi dalam ajaran Islam, yaitu menegakkan keadilan dan memberantas kezaliman adalah tujuan  dari risalah para Rasul-Nya. Keadilan sering kali diletakkan sederajat dengan kebijakan  dan ketakwaan. Ibn Taimiyah menyebutkan bahwa, keadilan adalah sebagai nilai utama dari tauhid. Adapun ayat yang berkaitan tentang keadilan tersebut ialah (Q.s Al-Maidah:8)

$pkšr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãYtB#uä (#qçRqä. šúüÏBº§qs% ¬! uä!#ypkà­ ÅÝó¡É)ø9$$Î/ ( Ÿwur öNà6¨ZtB̍ôftƒ ãb$t«oYx© BQöqs% #n?tã žwr& (#qä9Ï÷ès? 4 (#qä9Ïôã$# uqèd Ü>tø%r& 3uqø)­G=Ï9 ( (#qà)¨?$#ur ©!$# 4 žcÎ) ©!$# 7ŽÎ6yz $yJÎ/ šcqè=yJ÷ès? ÇÑÈ  

Artinya: Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.

e.    Konsep Islam mengenai kebajikan

Kebajikan adalah tingkah laku yang baik, jujur, simpatik, bekerjaama , pendekatan dan berperikemanusiaan dan ikhlas, mementingkan orang lain dan menjaga hak orang lain. Allah menyuruh berlaku adil dan berbuat kebajikan.

f.     Prinsip kemanusiaan

Prinsip kemanusian yang tidak lain merujuk pada urgensi eksistensi manusia dalam Islam adalah sebagai hamba Allah dan khalifah di muka bumi ini. identitas manusia menjadi penting karena kehidupan di dunia diperuntukkan bagi manusia sebagai ajang untuk menguji tingkat keimanan, ketakwaan kepada sang pencipta.

g.    Prinsip kehendak bebas

Dalam pandangan Islam, manusia terlahirmemiliki kehendak bebas, yakni dengan potensi menentukan pilihan diantara pilihan beragama. Karena kebebasan manusia tidak dibatasi dan bersifat voluntaris, maka ia juga memiliki kebesasan untuk memilih yang salah. Untuk kebaikan diri manusia sendirilah pilihan yang benar. Anugerah Tuhan bergantung pada pilihan awal manusi terhadap yang benar. Dengan demikian, dasar etika kebabasan manusia bersumber dari anatomi pengambilan pilihan yang benar.

h.    Prinsip tanggung jawab

Aksioma ini sangat sangat erat kaitannya dengan prinsip kehendak bebas, keduanya merupakan pasangan yang alamiah, tapi bukan berarti baik secara logis maupun praktis keduanya saling terkait. Islam manaruh penekanan pada konsep tanggung jawab, Islam menetapkan keseimbangan yang tepat diantara keduanya, dengan ini peradapan modern akan ditentukan berdaarkan langkah pembatasan kebebasan individu secara tepat,sehingga konflik inheren antara maksimalisasi kepentingan sendiri akan seimbang dengan kebutuhan maksimalisasi kesejahteraan sosial.[10]

Mustafa Kamal mengutip pendapat Ali Fikri tentang prinsip ekomnomi Islam adalah sebagai berikut:

a.    Mengakui hak milik, baik secara individual maupun secara unun

b.    Kebebasan ekonomi bersyarat, yaitu:

1)      Memperhatikan halal dan haramnya sesuatu objek dan tindakan,

2)       Berkotmitmen terhadap segala segala kewajiban yang ditetapkan oleh syariat Islam berkaitan dengan harta benda, yaitu berzakat, kewajiban bernafkah, tanggung jawab fisabilillah, sedekah dan tanggung jawab terhadap pengentasan kemiskinan dan pengangguran.

3)      Bersikap profesional tidak memberikan amanah pengelolahan harta enda kepada yang tidak amanah (Qs annisa:50), kebebasan untuk bermitra (bersyarikat) dengan dasar saling membantu.

öÝàR$# y#øx. tbrçŽtIøÿtƒ n?tã «!$# z>És3ø9$# ( 4s"x.ur ÿ¾ÏmÎ/ $VJøOÎ) $·ZÎ7B ÇÎÉÈ  

Artinya: Perhatikanlah, betapakah mereka mengada-adakan Dusta terhadap Allah? dan cukuplah perbuatan itu menjadi dosa yang  nyata (bagi mereka).

4)      Tidak melakukan pengelolahan harta benda atau bertindak yang merugikan pihak lain, sesuai dengan kaidah hukum Islam  yaitu prinsip tidak memberikan mudharat prinsip menghilangkan kemudharatan dan prinsip menanggung beban pribadi untuk mencegah bahaya yang menimpah mayarakat umum.

c.    Kebersamaankebaikan (al-Takaful Ijtima’i) dengan perilaku sombong dan sikap individualistik berlawanan dengan prinsip dasar ini. Kebersamaan dalam rangka kesejahteraan dan untuk menanggalkan kemudharatan, serta bahaya merupakan hal yang mendasar diutamakan dalam ekonomi Islam. Dalam konteks prinsip kebersamaan ruang linglupnya meliputi:

1)   Guna mewujudkan kebahagiaan baik pribadi maupun masyarakat

2)   Kepentingan pribadi tidak boleh merugikan kepentingan jama’ah dan sebaliknya,

3)   Kebersamaan dalam rangka menjaga kesatuan (ukhwah), keakrapan , ta’awun dan saling amanah,

4)   Berlaku objek dan  tidak diskriminatif.

2.    Tujuan ekonomi Islam

Secara umum tujuan tujuan ekonomi Islam digolongkan sebagai berikut

a.    Menyediakan dan menciptakan peluang yang sama dan luas bagi semua orang untuk berperan serta dalam kegiatan-kegiatan ekonomi. Peran serta individu dalam kegiatan ekonomi merupakan tanggung jawab keagamaan. Individu diharuskan menyeddiakan dan menopang setidaknya kebutuhan hidupnya sendiri dan orangorang yang bergantung padanya. Pada saat yang sama seorang muslim dilaksanakan kewajiban dengan cara terbaik yang paling mungkin. Bekerja efesien dan produktif merupakan tindakan terpuji. Oleh karena itu semua makhluk hidup yang diciptakan untuk manusia dan hanya untuk manusia, kemampuan untuk memanfaattkan sumber daya alama sebagai kewajiban agama sangat ditekankan bagi seorang muslim.

b.    Memberantas kemiskinan absolut dan memnuhi kebutuhan kebutuhan dasar bagi semua individu masyarakat. Kemiskinan  bukan hanya merupakan penyakit ekonomi, tetapi juga mempengaruhi spiritualisme individu. Islam mendahulukan pemberantasan kemiskinan. Pendekatan Islam memerangi kemiskinan ialah dengan membantu setiap orang untuk  berpartisipasi dalam setiap kegiatan ekonomi.

c.    Mempertahankan stabilitas ekonomi dan pertumbuhan dan meningkatkan kesejahteraan ekonomi. Islam memamndang posisi manusia tidak statis. Dengan ungkapan yang snagat jelas, Allah telah menjamin bahwa semua makhluk diciptakan untuk dimanfaatkan oleh manusia. Gagasan tentang peningkatan kesejahteraan ekonomi manusia merupakan sebuah prosisi religius. Karena terdapat sintesis antara aspek-aspek material dan spiritual dalam skema Islam mengenai kegiatan manusia, kemajuan ekonomi yang diciptakan oleh Islam juga memberi sumbangan bagi perbaikan spiritual manusia.[11]

d.   Mewujudkan kestabilan barang dengan mata uang system ekonomi mewujudkan kesetabilan pasaran melalui sikap anggota masyarakat yang tidak mementingkan diri sendiri serta senantiasa bersedia membantu dan berkorban demi kepentingan anggota masyarakat yang lain.

e.    Mewujudkan keharmonisan hubungan antar bangsa dan memastikan kekuatan pertahanan Negara. Menurut Islam keharmmonisan hubungan antar bangsa atas dasar kerjasama sosial, dan ekonomi Islam bukan  atas dasar penindasan terhadap keduanya.[12]

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan dari ulasan yang kami jelaskan dapat ditarik kesimpulan bahwa Ekonomi Islam merupakan ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi masyarakat yang dipahami oleh nilai-nilai Islam yang berdasarkan atas Al-qur’an, hadis, ijma’ dan kias. Ekonomi Islam juga dijadikan sebagai pengetahuan tentang penerapan perintah-perintah dan tata cara yang ditetapkan oleh syariah dalam kerangka ketidakadilan dalam pengadilan dan penggunaan sumber daya bahan guna memenuhi kebutuhan manusia.

Adapun hakikat dan ruang lingkup ekonomi Islam diantaranya: Adanya pendapat tentang definisi ekonomi Islam yaitu bukan hanya merupakan praktik kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh individu dan komunitas muslim saja namun juga merupakan perwujudan perilaku ekonomi yang didasarkan dengan ajaran Islam yang mencakup cara memandang permasalahan ekonomi, menganalisis, dan mengajukan alternatif solusi atas berbagai permasalahan ekonomi. Kemudian ekonomi Islam juga mempunya prinsip dan tujuan. Diantara prinsip yang ada pada ekonomi Islam adalah prinsip tauhid, prinsipnubuwwah (kenabian), hasil, prinsip keadilan, konsep islam mengenai kebajikan, prinsip kemanusiaan, prinsip kehendak bebas, mengakui hak milik.

 

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Abdul Mujib, Realitas Sistem Perbankan Syariah dan Ekonomi, Surabaya,  Jurnal Masharif al-Syariah, 2017: Jurnal Ekonomi dan Perbankan Syariah. Vol.2, No.1, 2017 ISSN:2527 (Print) ISSN: 2580-5800 (Online).

 

Anisah Syakur, 2018 Ruang lingkup Ekonomi Islam, Jurnal Studi Islam, E-ISSN:2579-7131 Vol. 13, No. 2, Desember.

 

Dewi Maharani, Ekonomi Islam: Solusi Terhadap Agama dan Pendidikan Islam, Banjarmasin, Intiqad: Jurnal Agama dan Pendidikan Islam ISSN 1979-9950 (Print).

 

Heri Sudarsono, 2002, Konsep Ekonomi Islam: Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Ekonisia.

 

Lili Puspita Sari, 2016, Pemikiran Ekonomi Islam: Analisi Pemikiran M. Yasir Nasution Tentang Etika dalam Bisnis Perbankan Islam, Jurnal Perspektif Ekonomi Darussalam, Jakarta, Volume 2 Nomor 2, September 2016, ISSN. 2502-6976.

 

Mud Abu Su’ud, 1968 Marshal Sebagaimana Dikutip Oleh Mah ad al-Islamiyy Ra’isiyyah fi al-Iqtis Khut, Kuwait: Maktbat al-Manar al-Islamiyyah.

 

Nur Chamih, 2010 Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

 

Saprida, 2017, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Palembang: Noer Fikri.

 

Taufik Ardiansyah, 2016Sejarah Ekonomi Islam Pada Zaman Sahabat, Bekasi: Dwi Tarma.

 

Veithzal Rivai dan Andi Bukhari, 2013, Islamic Economic: Ekonomi Syariah Bukan Opsi Tetapi Solusi, ed.1, cet 2, Jakarta: Bumi Aksara.

 



[1] Mud Abu Su’ud, Marshal Sebagaimana Dikutip Oleh Mah ad al-Islamiyy Ra’isiyyah fi al-Iqtis Khut, (Kuwait: Maktbat al-Manar al-Islamiyyah, 1968) hlm. 56

[2] Nur Chamih, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, , 2010)  hlm 45

[3] Taufik Ardiansyah, Sejarah Ekonomi Islam Pada Zaman Sahabat, (Bekasi: Dwi Tarma , 2016), hlm 7.

[4] Heri Sudarsono, Konsep Ekonomi Islam: Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Ekonisia, , 2002) hlm 32.

[5] Veithzal Rivai dan Andi Bukhari, Islamic Economic: Ekonomi Syariah Bukan Opsi Tetapi Solusi, ed.1, cet 2 (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), hlm 325-326.

[6] Lili Puspita Sari, Pemikiran Ekonomi Islam: Analisi Pemikiran M. Yasir Nasution Tentang Etika dalam Bisnis Perbankan Islam, Jurnal Perspektif Ekonomi Darussalam, Jakarta, Volume 2 Nomor 2, September 2016, ISSN. 2502-6976, 2016, hlm 108.

[7] Dewi Maharani, Ekonomi Islam: Solusi Terhadap Agama dan Pendidikan Islam, Banjarmasin, Intiqad: Jurnal Agama dan Pendidikan Islam ISSN 1979-9950 (Print)

[8] Anisah Syakur, Ruang lingkup Ekonomi Islam, Jurnal Studi Islam, E-ISSN:2579-7131 Vol. 13, No. 2, Desember 2018 hlm 71-72.

[9] Op. Cit: 26

[10] Saprida, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Palembang: Noer Fikri, 2017), hlm 6.

[11] Ibid hlm 9

[12] Abdul Mujib, Realitas Sistem Perbankan Syariah dan Ekonomi, Surabaya,  Jurnal Masharif al-Syariah: Jurnal Ekonomi dan Perbankan Syariah. Vol.2, No.1, 2017 ISSN:2527 (Print) ISSN: 2580-5800 (Online), 2017, hlm 9.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar